Dia mengeklaim untuk membeli bahan dagangan, balungan sapi dan kambing, di pasar saja harganya sudah mahal.
Belum lagi dia harus membersihkan balungan tersebut, dan meraciknya menggunakan berbagai bumbu hingga menjadi tengkleng yang dinikmati pengunjung.
"Saya kulakan saja sudah mahal. Semua saya lakukan sendiri. Kalau saya tidak untung terus bagaimana," tambah dia.
Satu "kesalahan" Ibu Harsi yang membuatnya viral dan disorot adalah karena tidak memberikan daftar harga yang sesuai.
Di spanduk yang kemudian menjadi viral tersebut, dia menjual porsi kecil Rp 15.000, dan porsi besar Rp 30.000.
Tetapi, dia tidak menyertakan pelengkap lain, atau paket komplet yang dia hargai Rp 150.000 kepada pembeli.
Dia baru menyebutkan harganya setelah pembeli selesai makan dan hendak membayar, menyebabkan warungnya dituding tidak jujur.
Dikonfirmasi mengenai itu, Harsi mengakui dia tidak bisa membuatnya karena tak bisa membaca maupun menulis.
"Saya gak pernah sekolah. Saya tidak bisa baca tulis, sehingga saya tidak bisa membuat daftar menu," ujar dia.
Sorotan yang sudah dimuat netizen di Google Review sejak dua tahun lalu itu berdampak pada usahanya kini.
Harsi menjelaskan, dia tahu pembeli yang datang sepi dalam beberapa hari terakhir, dan baru mengetahuinya karena unggahan di media sosial.
Dampaknya, dia terpaksa mengurangi porsi tengklengnya karena takut tidak laku. ""Biasanya dulu masih ramai sehari bisa bikin tengkleng sampai 5 kilogram. Sekarang sepi saya bikin 2 kilogram,"
Selama dua dekade berjualan, dia mengaku baru kali ini ada yang mempermasalahkan harganya, bahkan membawanya ke dunia maya.
Dirinya berharap warung tengklengnya bisa kembali ramai. Selama ini, keuntungan sedikit dari jualan tengkleng dia gunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
"Untung sedikit saya buat beli beras, bumbu-bumbu. Saya di rumah sendiri. Anak-anak sudah hidup sendiri-sendiri," kata Harsi.
Baca juga: Disebut Warganet Mahal, Berapa Harga Tengkleng Solo Bu Harsi?