KOMPAS.com - Guru agama berinisial MAYH (51) di salah satu sekolah dasar (SD) di Kecamatan Patimuan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, harus berurusan dengan polisi.
Sebab, dia telah mencabuli anak didiknya sendiri sebanyak 15 orang.
Dalam beraksi, pelaku memilih jam istirahat di dalam kelas saat suasana sepi.
"Setiap jam istirahat tersangka tetap di dalam kelas, sehingga tersangka dengan mudah dapat mencabuli korban," ujar Kasat Reskrim Polres Cilacap AKP Rifeld Constatien Baba, saat dihubungi, Kamis (9/12/2021).
Terungkapnya kasus ini setelah salah satu orangtua korban berinisial RA (9), melapor kepada polisi pada tanggal 27 November 2021.
Dari laporan satu korban ini, polisi melakukan penyelidikan. Ternyata, korbanya lebih dari satu orang.
Baca juga: Aksi Cabul Guru Agama di Cilacap Terbongkar Setelah Satu Korban Mengadu ke Orangtua
"Setelah pengembangan, kami cek teman-temannya ternyata mengalami hal serupa. Total jadi 15 anak, ada yang satu kelas, ada yang lain kelas," ujar Rifeld.
Hasil pemeriksaan, pelaku telah melakukan aksinya selama tiga bulan terakhir sejak September silam.
"Pengakuannya sejak September 2021. Alasannya karena hasrat seksual," kata Rifeld.
Polisi mengungkapkan, 15 siswi korban pencabulan MAYH mengalami trauma psikologis.
Polisi sempat kesulitan untuk menggali keterangan dari para korban.
"Ada beberapa yang memang takut untuk menyampaikan, dalam arti ketika ditanya harus betul-betul didampingi orangtua," kata Rifeld.
Secara umum, kata dia, kondisi fisik para korban terlihat baik-baik saja.
Baca juga: 15 Siswi SD Korban Pencabulan Guru Agama di Cilacap Alami Trauma
"Hanya ketika ditanya memang agak kesulitan menyampaikan," ujar Rifeld.
Untuk menghilangkan trauma para korban, Unit Perlindungan Anak dan Perempuan (PPA) Satreskrim Polres Cilacap terus melakukan pendampingan psikologis.
Pendampingan tersebut juga melibatkan Dinas Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Cilacap.
MAYH mengaku khilaf melakukan perbuatan tersebut karena tidak dapat menahan hasrat seksual ketika melihat anak-anak.
"Saya hanya sebatas main-main saja, nafsu, tertarik saja gitu," kata tersangka di hadapan awak media, saat ungkap kasus di Mapolresta Cilacap, Kamis (9/12/2021).
Ia menyadari perbuatan tersebut melenceng dari ajaran agama. Dia meminta maaf kepada para korban.
Baca juga: Pengakuan Guru Agama Cabuli 15 Siswi di Cilacap: Saya Hanya Sebatas Main-main, Nafsu...
"Saya sudah merasa berdosa, saya memohon maaf kepada semua korban. Semoga di sana sehat selalu dan saya sangat menyesali perbuatan saya," ujar tersangka.
Untuk memuluskan aksinya, tersangka merayu para korban yang masih di bawah umur dengan iming-iming akan diberi nilai yang bagus.
"Saat jam istirahat korban diminta tetap di dalam kelas. Tersangka kemudian melakukan perbuatan itu dengan iming-iming akan memberi nilai bagus dalam hal pendidikan agama," kata Rifeld.
Terkait alasan hasrat seksual, menurut Rifeld, tersangka sebenarnya telah berkeluarga dan memiliki anak.
Baca juga: Modus Guru Agama di Cilacap Cabuli 15 Siswinya, Imingi-imingi Diberi Nilai Bagus
Sementara itu, ketika ditanya wartawan, tersangka mengelak mengiming-imingi korban akan memberi nilai bagus.
"Tidak dijanjikan apapun, tidak, tidak ada janji, tindak ada ancaman," kata tersangka.
Tersangka yang telah menjadi guru agama selama 18 tahun berstatus aparatur sipil negara (ASN) itu terancam dipecat.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Cilacap Sadmoko Danardono mengatakan, masih menunggu proses hukum yang sedang ditangani kepolisian.
"Untuk masalah kepegawaian mengikuti saja ancaman hukumannya, atau putusannya berapa nanti. Kan ada sanksinya, yang terakhir (terberat) bisa diberhentikan dengan tidak hormat," kata Sadmoko, saat dihubungi, Jumat (10//12/2021).
Baca juga: Berstatus ASN, Guru Agama yang Cabuli 15 Siswi di Cilacap Terancam Dipecat
Pihaknya mengapresiasi kepolisian yang bertindak cepat menangani kasus yang mencoreng institusi pendidikan itu.
Sadmoko menyatakan, tidak ada toleransi bagi pegawai di lingkungannya yang melakukan tindakan kontra dengan upaya pembentukan karakter anak didik.
Polisi menjerat MAYH dengan Pasal 82 Ayat 2 Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi UU.
Tersangka terancam hukuman pidana penjara selama 15 tahun.
(KOMPAS.COM/FADLAN MUKHTAR ZAIN)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.