TASIKMALAYA, KOMPAS.com - Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum, meminta aparat kepolisian tak segan-segan memproses hukum pelaku predator anak di kalangan pesantren Tasikmalaya dan Bandung.
Terutama laporan kasus sama di salah satu pesantren Kabupaten Tasikmalaya yang mirip dengan kejadian di pesantren Cibiru, Kota Bandung.
Uu meminta pihak kepolisian untuk mengusut tuntas dan dipublikasikan penanganan kasusnya supaya memberikan efek jera kepada para pelakunya selama ini.
Baca juga: Mirip Kasus di Bandung, Guru Pesantren di Tasikmalaya Cabuli 9 Santriwati, Baru 2 yang Berani Lapor
Dirinya sebagai panglima santri Jawa Barat akan terus mengawal kasus pelecehan para santriwati yang sejatinya sedang mencari ilmu di pondok pesantren tersebut.
"Kami menghendaki pelaku dapat ditindak tegas oleh para aparat penegak hukum, agar dijerat hukuman yang berlaku. Kepada petugas kepolisian jangan ragu dan terus usut tuntas. Kami komunitas pondok pesantren akan ikut mengawal dan mendukung para penegak hukum. Saya berharap kejadian ini tidak terulang kembali. Saya merasa prihatin sebagai komunitas pondok pesantren kejadian semacam ini," jelas Uu kepada Kompas.com lewat telepon, Jumat (10/12/2021).
Uu menambahkan, dengan kejadian asusila oleh oknum guru pesantren di Tasikmalaya dan Bandung ini tak serta merta dianggap oleh masyarakat semuanya sama.
Jangan pernah adanya kejadian menyamaratakan semua guru agama memiliki perilaku serupa.
Sehingga, tak boleh ada kekhawatiran bagi orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya pendidikan pesantren.
Para orang tua pun diminta untuk mengecek dulu asal usul lembaga pendidikan pesantren sebelum menyekolahkan anaknya di lembaga pesantren.
"Sekitar 12 ribu pondok pesantren yang ada di Jawa Barat belum ditambah mungkin majelis -majelis, termasuk juga madrasah diniyah kemudian juga yang lainnya itu harapan kami tidak disamaratakan. Lihat dulu asal usulnya dan yang terpercaya untuk keyakinan para orang tua sebelum memasukan anaknya ke pesantren," ujar Uu.
Melihat kasus di Tasikmalaya dan Bandung ini, kata Uu, hasil penelusurannya terkait siapa oknum guru tersebut diketahui bahwa tersangka memang pernah menempuh pendidikan di suatu pondok pesantren.
Namun, memang yang bersangkutan punya rekam jejak kurang baik yang tidak diketahui korban-korbannya.
"Ternyata memang saya bertanya kepada orang- orang yang kenal dia. Dia memang pernah pesantren tapi tidak benar, terus dia berperilakunya tidak sama dengan komunitas pesantren yang lainnya," kata dia.
Pengawasan terhadap anak yang sedang mondok di pesantren adalah hak bagi setiap orangtua murid.
Sehingga orangtua dapat memantau perkembangan anak dan mengecek kondisi mulai dari kesehatan fisik, mental, dan hal lainnya.