Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keanehan Pesantren yang 12 Santriwatinya Diperkosa Guru: Ada Iming-iming Biaya Gratis, Ada SD-SMP tapi yang Lulus Tak Berijazah

Kompas.com - 10/12/2021, 06:38 WIB
Ari Maulana Karang,
Aprillia Ika

Tim Redaksi


GARUT, KOMPAS.com - Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TPA) Garut membeberkan sejumlah keanehan terkait pesantren di Cibiru, Bandung, Jawa Barat yang disebut dikelola oleh HW, guru yang memerkosa 12 santriwatinya hingga hamil dan melahirkan. 

Menurut penelusuran P2TP2A Garut, para santri yang menjadi korban perkosaan HW ternyata diiming-imingi biaya pesantren hingga sekolah gratis. Kebanyakan korban berasal dari Garut, Jawa Barat. 

Baca juga: Cerita Atalia, Ikut Terpukul Saat Dampingi Santriwati Korban Pelecehan Seksual: Sedih, Mereka sampai Tidak Tahu Sudah Kelas Berapa...

"Mereka di sana karena gratis, mereka banyak bertalian saudara dan tetangga juga," jelas Ketua P2TP2A Garut, Diah Kurniasari Gunawan kepada wartawan, Kamis (9/12/2021) malam.

Menurut Diah, rata-rata para korban masuk ke pesantren tersebut mulai dari tahun 2016, sejak masih duduk di bangku SMP.

"Rata-rata ada yang tiga tahun, ada yang empat tahun," katanya.

Baca juga: Wagub Jabar Ungkap Sosok Guru yang Memerkosa Santriwati di Bandung

Guru pesantren hanya 1, pelaku HW

Salah satu keanehan pesantren tersebut, lanjut Diah, meski disebut sebagai pesantren, tapi pengajarnya yang mengajar di pesantren tersebut, hanya pelaku HW saja.

Baca juga: Orangtua Santriwati Korban Perkosaan Guru Pesantren Menangis, Saat Disodori Anaknya Bayi 4 Bulan, Dunia Serasa Kiamat...

Jika pun ada guru lain yang datang, tidak tentu waktunya dan hanya bersifat guru panggilan, tidak seperti halnya sekolah atau pesantren pada umumnya.

"Sisanya (waktu), mereka masak sendiri, gantian memasak, tidak ada orang lain lagi yang masuk pesantren itu," katanya.

Baca juga: Tak Hanya Diperkosa Guru Pesantren, Santriwati Juga Jadi Tukang Bangunan, Anak-anaknya Diakui Yatim Piatu

Tidak ada ijazah walau lulus SMP

Diah juga mengaku bingung pada pesantren tersebut, karena ada korban yang disebut telah lulus SMP di pesantren tersebut. Namun, ijazahnya tidak ada.

Makanya, pihaknya sempat kesulitan juga memfasilitasi para korban melanjutkan ke SMA.

"Ijazahnya ini bener apa enggak, ternyata ada yang sekolah di sana dari SD, ijazah SD enggak ada, ijazah SMP enggak ada, jadi itu harus ikut persamaan," katanya.

Baca juga: Atalia Ridwan Kamil: Pelaku Pelecehan Santriwati Bejat, Harus Dihukum Berat, Para Korban Dapat Trauma Healing

Miris, orangtua santriwati bantu pembangunan pesantren, sumbang kayu hingga tenaga

Diah menuturkan, lembaga pesantren tersebut, awalnya memang pesantren di Antapani, Bandung yang dikelola bersama istri pelaku HW.

Namun, belakangan dengan cara menyebar proposal akhirnya mendapat bantuan hingga bisa membangun pondok pesantren di Cibiru.

Baca juga: 11 Anak Garut Korban Guru Pesantren Cabul di Bandung Didampingi P2TP2A, Kini Tinggal Bersama Orangtua

Mirisnya, menurut Diah pembangunan pondok pesantrennya sendiri para orangtua santri dengan semangat membantunya hingga ada yang menyumbang kayu hingga tenaga dengan menjadi pekerja.

"Tapi mereka tidak tahu anaknya diperlakukan seperti itu oleh para pelaku," kata Diah. 

Baca juga: Baru Melahirkan 3 Minggu, Korban Pemerkosaan Guru Pesantren Histeris di Persidangan Saat Dengar Suara Pelaku

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Nasib Pilu Nakes Diperkosa 3 Pria di Simalungun, 5 Bulan Pelaku Baru Berhasil Ditangkap

Nasib Pilu Nakes Diperkosa 3 Pria di Simalungun, 5 Bulan Pelaku Baru Berhasil Ditangkap

Regional
Kepsek SMK di Nias Bantah Aniaya Siswanya sampai Tewas, Sebut Hanya Membina

Kepsek SMK di Nias Bantah Aniaya Siswanya sampai Tewas, Sebut Hanya Membina

Regional
30 Ibu Muda di Serang Jadi Korban Investasi Bodong, Kerugian Capai Rp 1 Miliar

30 Ibu Muda di Serang Jadi Korban Investasi Bodong, Kerugian Capai Rp 1 Miliar

Regional
Penipuan Katering Buka Puasa Masjid Sheikh Zayed Solo, Dua Pengusaha Rugi Hampir 1 Miliar

Penipuan Katering Buka Puasa Masjid Sheikh Zayed Solo, Dua Pengusaha Rugi Hampir 1 Miliar

Regional
Pimpinan Ponpes Cabul di Semarang Divonis 15 Tahun Penjara

Pimpinan Ponpes Cabul di Semarang Divonis 15 Tahun Penjara

Regional
Viral, Video Penggerebekan Judi di Kawasan Elit Semarang, Ini Penjelasan Polisi

Viral, Video Penggerebekan Judi di Kawasan Elit Semarang, Ini Penjelasan Polisi

Regional
Pj Wali Kota Tanjungpinang Jadi Tersangka Kasus Pemalsuan Surat Tanah

Pj Wali Kota Tanjungpinang Jadi Tersangka Kasus Pemalsuan Surat Tanah

Regional
Polisi Aniaya Istri Gunakan Palu Belum Jadi Tersangka, Pelaku Diminta Mengaku

Polisi Aniaya Istri Gunakan Palu Belum Jadi Tersangka, Pelaku Diminta Mengaku

Regional
Ngrembel Asri di Semarang: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Rute

Ngrembel Asri di Semarang: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Rute

Regional
Gunung Ruang Kembali Meletus, Tinggi Kolom Abu 400 Meter, Status Masih Awas

Gunung Ruang Kembali Meletus, Tinggi Kolom Abu 400 Meter, Status Masih Awas

Regional
Lansia Terseret Banjir Bandang, Jasad Tersangkut di Rumpun Bambu

Lansia Terseret Banjir Bandang, Jasad Tersangkut di Rumpun Bambu

Regional
Polda Jateng: 506 Kasus Kecelakaan dan 23 Orang Meninggal Selama Mudik Lebaran 2024

Polda Jateng: 506 Kasus Kecelakaan dan 23 Orang Meninggal Selama Mudik Lebaran 2024

Regional
Disebut Masuk Bursa Pilgub Jateng, Sudirman Said: Cukup Sekali Saja

Disebut Masuk Bursa Pilgub Jateng, Sudirman Said: Cukup Sekali Saja

Regional
Bupati dan Wali Kota Diminta Buat Rekening Kas Daerah di Bank Banten

Bupati dan Wali Kota Diminta Buat Rekening Kas Daerah di Bank Banten

Regional
Pengusaha Katering Jadi Korban Order Fiktif Sahur Bersama di Masjid Sheikh Zayed Solo, Kerugian Rp 960 Juta

Pengusaha Katering Jadi Korban Order Fiktif Sahur Bersama di Masjid Sheikh Zayed Solo, Kerugian Rp 960 Juta

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com