PEKANBARU, KOMPAS.com - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Republik Indonesia (RI) menyesalkan tindakan kepolisian yang berkata kasar kepada korban pemerkosaan di Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), Riau.
Apalagi, sampai adanya dugaan pengancaman kepada korban jika tidak mau berdamai.
"Perbuatan oknum polisi ini tentunya semakin mencoreng citra Polri yang beberapa waktu belakangan sudah mendapat sorotan publik," ujar Wakil Ketua LPSK, Livia Istania Iskandar dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Kamis (9/12/2021).
Baca juga: Ibu Muda Mengaku Diperkosa 4 Teman Suami, Terduga Pemerkosa Malah Laporkan Balik Korban
Livia menuturkan, LPSK melihat upaya oknum polisi ini seperti bentuk reviktimisasi kepada korban yang sebenarnya sudah merasakan penderitaan atas tindak pidana yang dialaminya.
Perbuatan oknum ini dinilai tidak kalah menyakitkan dibandingkan perbuatan dari pelaku perkosaan.
"Bayangkan, upaya korban mencari keadilan justru terbentur ancaman dipidanakan yang justru keluar dari mulut oknum penegak hukum," kata Livia.
Baca juga: Penjelasan Polisi Soal Ibu Muda yang Mengaku Diperkosa 4 Teman Suami Dimarahi Petugas Saat Melapor
Perbuatan oknum kepolisian ini, sambung dia, juga tidak sesuai dengan slogan Polri yakni melindungi, mengayomi dan melayani.
Menurutnya, Polri seharusnya berpihak kepada korban tindak pidana dan harus memberikan contoh bentuk pelayanan, pengayoman, dan perlindungan.
"Petugas Polri harus menghargai korban, baik sebagai manusia maupun masyarakat yang memiliki hak untuk mendapatkan keadilan atas peristiwa pidana yang menimpanya", ujar Livia.
Baca juga: Ibu Muda Diancam dan Diperkosa Teman Suami Berkali-kali di Samping Anak yang Sedang Tidur
LPSK berharap, pimpinan Polri agar mengambil tindakan korektif agar tindakan serupa tidak terulang.
Tentu perlu adanya sanksi tegas kepada oknum polisi yang melakukan upaya pengancaman kepada korban.
"Polisi harus menegakkan hukum berdasarkan perintah peraturan perundang-undangan, bukan atas perintah pihak lain," tegas Livia.
Terkait kasus ini sendiri LPSK siap memberikan perlindungan kepada korban.
Tim LPSK sudah terhubung dengan pengacara korban dan akan segera melakukan tindakan yang diperlukan dan sesuai UU Perlindungan Saksi dan Korban.
"Tentunya kami akan terus mengupayakan hak ibu tersebut terpenuhi, termasuk soal keamanan dan rehabilitasinya," pungkas Livia.
Diberitakan sebelumnya, beredar sebuah video diduga korban pemerkosaan dimarahi polisi saat membuat laporan.
Diketahui, ibu muda berinisial ZU (19), di Desa Mahato, Kecamatan Tambusai Utara, Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), Riau, mengaku diperkosa oleh empat pria teman dari suaminya.
Pada saat melapor ke Polsek Tambusai Utara, korban diduga dimarahi oleh petugas kepolisian.
Video berdurasi 2 menit 30 detik beredar di media sosial, Rabu (8/12/2021).
Gambar dalam video itu gelap, karena korban merekam secara sembunyi-sembunyi.
Terdengar suara diduga polisi berkata kasar dan bernada ancaman kepada korban.
"Lain kali kalau ada masalah jangan ke kantor (polisi) lagi ya," kata seorang pria dalam video itu.
Suara dalam video itu hanya beberapa kata yang jelas.
"Ngasih keterangan palsu kalian. Anak kau gimana nanti? Terlantar kalian semua. Kau punya anak kan ? Udah ditolong ini lo. Saya masih punya hati nurani, kalau enggak masuk (penjara) kalian nih. Kalian yang ditolong. Janganlah kek gitu, pas datang kayak lonte kau, nangis-nangis kau," kata pria di video itu.
"Bapak ngancam-ngancam awak terus. Polisi ngancam awak terus. Awak diancamnya, awak ini korban," jawab suami korban, S (28).
S ketika dikonfirmasi Kompas.com melalui sambungan telepon, Rabu (8/12/2021), membenarkan kejadian itu.
"Ya, benar. Kejadian itu pada 21 November 2021 jam 19.15 WIB. Video itu inisiatif saya sama istri merekamnya," ujar S.
Ia menjelaskan, pihak kepolisian meminta dirinya dan istrinya untuk menandatangani surat perdamaian.
Namun, S dan istrinya tidak bersedia memberikan tanda tangan.
"Mereka (polisi) minta ditandatangani surat perdamaian, tapi kami besok-besok saja. Mungkin di situ mereka marah sama kami.
Surat perdamaian itu, sebut S, diketik oleh petugas kepolisian. Kemudian diminta untuk ditandatangani.
"Memang tidak dipaksa, cuma disuruh tandatangi saja. Tapi kami tetap tak mau damai dengan pelaku yang memperkosa istri saya. Saya pun pulang dengan alasan disuruh pulang sama keluarga dan saya bilang Polsek balik ke besoknya, tapi kami tidak datang. Itulah mungkin mereka marah," cerita S.
Pada malamnya, sambung dia, anggota Polsek Tambusai Utara datang ke rumah korban.
"Kanit Resrkim datang sama anggotanya. Di situlah mereka datang dan sempat marah dan berkata kasar ke kami. Anggotanya Kanit bilang lonte. Kami tetap tidak akan mau tanda tangan surat damai itu. Kami pun tak tahu kenapa disuruh damai," kata S.
Kapolsek Tambusai Utara Iptu Raja Napitupulu mengatakan bahwa pihaknya masih menyelidiki video yang beredar itu.
Diirnya mengaku sudah mendapat dan melihat video tersebut.
"Saya sudah lihat video itu. Cuma suaranya samar-samar, kadang jelas kadang tidak apa yang diucapkan. Tapi, soal video itu kita selidiki dulu, dan sudah kita laporkan juga sama pimpinan," kata Raja saat dikonfirmasi Kompas.com melalui sambungan telepon, Rabu.
Ia menyebutkan, anggota Polsek Tambusai Utara yang diduga berkata kasar kepada pelapor itu sudah dipanggil ke Polres Rohul.
"Yang bersangkutan sudah dipanggil ke Polres. Yang pasti anggota Polsek (Tambusai Utara). Selengkapnya kan tinggal pimpinan lagi yang apakan nanti," ujar Raja.
Terkait pengakuan korban diminta polisi untuk menandatangani surat perdamaian, Raja menegaskan bahwa hal itu tidak benar.
"Manalah mungkin kita suruh berdamai. Enggak betul itu. Lagi pula korban dan terlapor tidak berdamai," tegas Raja.
Ia menjelaskan, korban ZU membuat laporan polisi ke Polsek Tambusai Utara, pada 2 Oktober 2021 lalu. Saat itu melaporkan satu orang pelaku yang memperkosanya.
"Waktu itu yang dilaporkan cuma satu pelaku. Saat itu korban melapor ada RT juga, dan masyarakat termasuk abang tersangka (AR alias DK) datang juga. Karena malam itu tersangka ketahuan masuk ke rumah korban," ujar Raja.
Pihaknya kemudian menindaklanjuti laporan korban dan menangkap pelaku AR.
Lalu, berkas perkara itu dilimpahkan ke kejaksaan. Akan tetapi, kejaksaan mengembalikan berkas untuk dilengkapi lagi.
"Kita periksa lagi korban, nah disitulah muncul ada tiga nama lagi (terduga pelaku pemerkosa ZU). Jadi dia melaporkan empat (pelaku), terus kita buat satu, bukan gitu. Mana mungkin kita berbuat seperti itu," jelas Raja.
Ia menambahkan, korban mengaku diperkosa oleh tiga pelaku lainnya, sudah membuat laporan di Polres Rohul.
Sebagaimana diberitakan, seorang ibu muda berinisial ZU (19), mengaku diperkosa oleh empat orang pria di Desa Mahato, Kecamatan Tambusai Utara, Kabupaten Rokan Hulu, Riau.
Korban diperkosa berkali-kali oleh para pelaku, yang merupakan teman dari suaminya.
Korban kemudian melaporkan kasus itu ke Polsek Tambusai Utara.
Namun, korban menyebut polisi hanya menangkap satu orang pelaku, yakni AR alias DK.
Korban meminta keadilan. ZU berharap kepolisian menangkap semua pelaku dan diproses secara hukum.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.