Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berburu Koin Sultan di Tapanuli Tengah, Berasal dari Abad Ke-6 Dinasti Umayyah dan Abbasiyah

Kompas.com - 08/12/2021, 06:46 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Perburuan koin dinasti awal Islam di Situs Bongal, Tapanuli Tengah, masih berlangsung. Belum ditetapkan sebagai cagar budaya, warga berniat swadaya membuat museum.

Badannya kecil, tapi Hasmiran Tanjung mengangkat ember di hadapannya dengan enteng saja, seperti tak ada apa-apa. Padahal itu ember cukup berat. Isinya pecahan gerabah, keramik, gelas-gelas, patung kayu, batu-batuan, koin, dan sejarah panjang yang membentang nyaris tiga belas abad.

Hasmiran adalah pegiat situs sejarah di Jago-jago, Kecamatan Badiri, Kabupaten Tapanuli Tengah. Desa yang menjadi pusat perhatian berkat penemuan koin-koin kuno yang diperkirakan berasal dari masa dinasti Umayyah dan Abbasiyah pada abad keenam Masehi.

Baca juga: Bertaruh Nyawa Demi Berburu Harta Karun di Gelapnya Dasar Sungai Musi

Urusan gali menggali, Desa Jago-jago memang sudah sohor duluan. Dari sinilah, sejak 2010 batu-batu akik ditambang.

"Booming tahun 2015. [Jenis batunya] kalsedon yang warna merah-merah pantai," kata Hasmiran yang sekarang turut berburu harta karun di antara kanal-kanal kebun kelapa sawit yang kurang terawat.

Untuk mendapatkan 'harta karun' itu, penduduk setempat menyelam di kanal dengan kedalaman satu hingga tiga meter, senjatanya hanya dua: sekop dan bak.

Hasmiran setidaknya sudah mendapatkan empat koin dari hasil kerja kerasnya. Semuanya telah ludes terjual.

"[Harga koin] yang pertama ditemukan murah-murah, ada yang seratus ribu ada yang tiga ratus ribu, karena tak tahu. Setelah tim arkeolog turun barulah tahu," kata dia kepada Hilman Hamdoni yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

Baca juga: Cerita Para Pemburu Harta Karun Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit, Nyawa Jadi Taruhannya

Hasmiran Tanjung dan ember berisi benda-benda arkeologi temuannya.BBC Indonesia Hasmiran Tanjung dan ember berisi benda-benda arkeologi temuannya.
Pengetahuan dan wawasannya makin terasah karena dia juga ikut forum-forum barang antik di media sosial.

"Kadang-kadang jumpa juga dengan orang Palembang, kutunjukkan ini [artefak] dari Tap-Teng [Tapanuli Tengah] dari zaman Khalifah Abbasiyah. Kalau dia kan Zaman Sriwijaya. Manik-maniknya sama dengan yang ada di sini," kata dia.

Dari forum online ini pula transaksi juga bisa terjadi. Barang-barang dikirim kepada para kolektor, termasuk politisi masyhur dari Jakarta, kata si petambang.

Demam berburu koin emas, sebut dia, kira-kira bermula sejak 2017.

"Awalnya Pak Siregar, dia juga penyelamat situs ini, berkebun di sana. Membuat parit untuk drainase kebun. Di situ ada koin, butiran, serbu [emas]," kata Hasmiran.

Baca juga: Penyelam Temukan Harta Karun 53 Koin Emas Kekaisaran Romawi Berusia 1.500 Tahun

Setelah penemuan itu, lubang-lubang galian mulai dibuka untuk mencari emas. Tapi saat itu warga hanya mengambil benda yang bernilai ekonomis saja.

"Walaupun koin, kalau tak ada kandungan emasnya ya dibuang," tambahnya.

Hasil temuan warga kebanyakan tak bernilai ekonomis, tetap Hasmiran tetap menyisihkannya dekat wilayah penggalian agar bisa dimanfaatkan untuk disimpan atau penelitian.

Tali ijuk seperti pada foto di atas, biasanya dipakai untuk mengikat batang-batang struktur rumah, rumah atau bisa juga dermaga.

Baca juga: Puluhan Naskah Lontar Kuno Dipamerkan di Museum NTB

Bekas penambangan batu akik telah ditutup warga dan kini sudah jadi hutan yang cukup lebat. Tak jauh dari hutan inilah sisa patung Ganesha dari abad kesembilan ditemukan.BBC Indonesia Bekas penambangan batu akik telah ditutup warga dan kini sudah jadi hutan yang cukup lebat. Tak jauh dari hutan inilah sisa patung Ganesha dari abad kesembilan ditemukan.
Dua tahun setelah itu, barulah para ahli berdatangan ke situs. Dari situ diketahui, koin-koin beraksara arab itu lebih dari sekadar barang kuno biasa.

Saat itu teridentifikasi koin-koin tersebut berasal dari abad ketujuh hingga kedelapan masehi, di abad pertama kekhalifahan Islam.

Tapi sebenarnya di Situs Bongal yang terletak di Desa Jago-jago itu lebih dari sekadar emas dan koin-koin.

Di sini juga ditemukan manik-manik, keramik dari China dan Persia, guci, bagian kapal, gelas-gelas alembic (ini bisa dijadikan indikasi ada aktivitas penyulingan minyak), kayu perkakas, dan hiasan logam yang berasal dari abad ketujuh Masehi.

Baca juga: Cerita Anak Muda Banyuwangi Sulap Rumah Kuno Jadi Spot Foto dan Tempat Wisata

Tak jauh dari situs juga terdapat sisa-sisa dari arca Ganesha yang diperkirakan berasal dari abad kesembilan Masehi. Jika begitu, boleh jadi Desa Sijago-jago ini termasuk salah satu kota kosmopolitan tertua di nusantara.

Situs Bongal terletak tak jauh dari Kota Sibolga. Ia berada di antara perkebunan karet, kelapa sawit, dan nipah milik warga.

Situs ini diapit Bukit Bongal, muara, dan lautan. Tanahnya agaknya cukup labil. Kadang-kadang lubang yang telah digali warga tertutup sendiri akibat butiran pasir dan tanah dari erosi sekitar, kata Hasmiran.

Baca juga: Museum Sangiran, Melihat Jejak Peninggalan Peradaban Purba

Untuk mencapai Situs Bongal, kita harus menyusuri muara sungai yang masih dihuni buaya dan rawa-rawa nipah. Situs terletak di area perkebunan sawit milik perseorangan.BBC Indonesia Untuk mencapai Situs Bongal, kita harus menyusuri muara sungai yang masih dihuni buaya dan rawa-rawa nipah. Situs terletak di area perkebunan sawit milik perseorangan.
Tak ada aturan resmi yang melarang penambangan dan pencarian harta karun. Tapi warga luar desa sekarang sudah dilarang sama sekali untuk datang. Hanya warga sekitar sajalah yang masih bisa bolak-balik masuk ke situs.

Oleh mereka, artefak yang bernilai ekonomis diambil. Di luar itu, yang sekiranya penting, misalkan keramik, pecahan kaca, potongan kayu, tali ijuk, juga tetap disisihkan dan dikumpulkan.

Sebagian di antaranya masuk ke dalam yang disebut warga sebagai galeri. Tempat menyimpan aneka temuan, termasuk kemudi kapal sepanjang empat meter.

Baca juga: 5 Lokasi Penemuan Fosil Purba di Pulau Jawa, di Waduk Saguling hingga Ladang Jagung di Sragen

Untuk mencapai Situs Bongal, kita harus menyusuri muara sungai yang masih dihuni buaya dan rawa-rawa nipah. Situs terletak di area perkebunan sawit milik perseorangan.

Setelah penemuan berbagai artefak oleh tim arkeolog yang temuannya dipaparkan pada Januari 2021 lalu, wacana untuk menetapkan Situs Bongal sebagai cagar budaya mengemuka.

Tapi hingga kini itu belum terwujud. Warga pun lantas berinisiatif untuk melakukan pelestarian mandiri.

"Ada rencana untuk membuat museum. Lahan juga sudah dipersiapkan," kata Hasmiran lagi.

Baca juga: 5 Hal soal Penemuan Fosil Hewan Purba di Nganjuk, Ada Gading hingga Tanduk, Diduga Berusia 900.000 tahun

Peninggalan perhiasan kuningan kijang yang ditemukan Hasmiran.BBC Indonesia Peninggalan perhiasan kuningan kijang yang ditemukan Hasmiran.
Situs Bongal, menurut Balai Arkeologi Sumatera Utara, adalah satu tempat yang akan mengubah historiografi (kesejarahan) Indonesia.

Namun kondisinya yang tak terawat dikhawatirkan justru menjadikan data arkeologis penting di sana menjadi rusak.

Hasmiran sendiri telah menyimpan beberapa peninggalan, sebagian ditaruh di dalam ember yang tadi diangkatnya. Sebagian yang lain, yang cukup menarik mata, disimpan di dalam plastik - termasuk perhiasan kuningan berbentuk kijang.

"Saya minta maaf. Tapi [untuk yang ini] saya tidak serahkan kepada galeri. Saya mau simpan," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Seorang Perempuan Tewas Tersengat Listrik Jerat Babi Hutan

Seorang Perempuan Tewas Tersengat Listrik Jerat Babi Hutan

Regional
Lapak Pigura di Kota Serang Mulai Banjir Pesanan Foto Prabowo-Gibran

Lapak Pigura di Kota Serang Mulai Banjir Pesanan Foto Prabowo-Gibran

Regional
Cerita Petani di Sumbawa Menangis Harga Jagung Anjlok Rp 2.900 Per Kilogram

Cerita Petani di Sumbawa Menangis Harga Jagung Anjlok Rp 2.900 Per Kilogram

Regional
Takut dan Malu, Siswi Magang di Kupang Melahirkan dan Sembunyikan Bayi dalam Koper

Takut dan Malu, Siswi Magang di Kupang Melahirkan dan Sembunyikan Bayi dalam Koper

Regional
Pemkot Semarang Adakan Nobar Timnas U23 Indonesia Vs Korea Selatan di Balai Kota

Pemkot Semarang Adakan Nobar Timnas U23 Indonesia Vs Korea Selatan di Balai Kota

Regional
Ikuti Arahan Musda, PKS Semarang Akan Mengusung Tokoh di Pilkada 2024

Ikuti Arahan Musda, PKS Semarang Akan Mengusung Tokoh di Pilkada 2024

Regional
Mantan Kepala BPBD Deli Serdang Ditahan, Diduga Korupsi Rp 850 Juta

Mantan Kepala BPBD Deli Serdang Ditahan, Diduga Korupsi Rp 850 Juta

Regional
Peringati Hari Bumi, Kementerian KP Tanam 1.000 Mangrove di Kawasan Tambak Silvofishery Maros

Peringati Hari Bumi, Kementerian KP Tanam 1.000 Mangrove di Kawasan Tambak Silvofishery Maros

Regional
Dinas Pusdataru: Rawa Pening Bisa Jadi 'Long Storage' Air Hujan, Solusi Banjir Pantura

Dinas Pusdataru: Rawa Pening Bisa Jadi "Long Storage" Air Hujan, Solusi Banjir Pantura

Regional
Sungai Meluap, Banjir Terjang Badau Kapuas Hulu

Sungai Meluap, Banjir Terjang Badau Kapuas Hulu

Regional
Diduga Korupsi Dana Desa Rp  376 Juta, Wali Nagari di Pesisir Selatan Sumbar Jadi Tersangka

Diduga Korupsi Dana Desa Rp 376 Juta, Wali Nagari di Pesisir Selatan Sumbar Jadi Tersangka

Regional
Gunung Semeru 4 Kali Meletus Pagi Ini

Gunung Semeru 4 Kali Meletus Pagi Ini

Regional
Ban Terbalik, Pencari Batu di Lahat Hilang Terseret Arus Sungai Lematang

Ban Terbalik, Pencari Batu di Lahat Hilang Terseret Arus Sungai Lematang

Regional
Cemburu Istri Hubungi Mantan Suami, Pria di Kabupaten Semarang Cabuli Anak Tiri

Cemburu Istri Hubungi Mantan Suami, Pria di Kabupaten Semarang Cabuli Anak Tiri

Regional
Nasdem dan PKB Silaturahmi Jelang Pilkada di Purworejo, Bahas Kemungkinan Koalisi

Nasdem dan PKB Silaturahmi Jelang Pilkada di Purworejo, Bahas Kemungkinan Koalisi

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com