Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Para Pemburu Harta Karun Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit, Nyawa Jadi Taruhannya

Kompas.com - 06/12/2021, 06:06 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Perburuan harta karun yang diduga benda cagar budaya sulit dihentikan meski ada aturan yang melarang. Padahal jika terus dibiarkan, akan sulit bagi para arkeolog untuk meneliti serta mengungkap peradaban besar di Indonesia yang terjadi di masa lampau.

BBC News Indonesia mewawacarai dua pemburu harta karun Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit --mencari tahu bagaimana kerja mereka dan ke mana benda-benda itu dibawa.

Apa rasanya menemukan harta karun?

"Ada sensasi tersendiri saat ketemu barang-barang itu. Ada kepuasan. Sebuah prestasi bisa mendapatkan [harta karun] yang orang lain belum tentu bisa dapat. Saya bangga dong."

Perasaan itulah yang menuntun Asmadi menyelami Sungai Musi sedalam 35 meter selama hampir dua tahun demi memburu harta karun yang ia yakini peninggalan Kedatuan Sriwijaya --kerajaan maritim terbesar pada abad ke-7.

Baca juga: Toleransi Antarumat Beragama pada Masa Kerajaan Majapahit

Pemuda kelahiran Pulau Kemaro ini adalah generasi pertama dari keluarganya yang berprofesi sebagai penyelam Sungai Musi.

"Orangtua saya pedagang ikan di pasar. Dulu dilarang menyelam sama orangtua tapi lama-lama saya nyelamaja, hahaha..." kata pria 26 tahun ini tertawa mengingat tingkah lakunya.

Di pulau yang terletak di tengah Sungai Musi ini, hampir 70% penduduknya merupakan penyelam.

Karena Sungai Musi menjadi jalur kapal pembawa kayu, maka warga pulau terbiasa menyelam untuk mengambil kayu-kayu yang terbawa aliran sungai dan dijual ke siapapun yang membutuhkan.

Baca juga: Huristak, Kerajaan yang Tidak Tersentuh Bangsa Penjajah

Koleksi cincin milik Asmadi yang diduga berasal dari Sungai Musi.FOTO ASMADI via BBC Indonesia Koleksi cincin milik Asmadi yang diduga berasal dari Sungai Musi.
Namun, kejadian menggemparkan pada 2006 mengubah arah para penyelam.

Kala itu, kelompok penyelam dari kawasan Tangga Buntung menemukan arca perunggu berlapis emas. Temuan itu kemudian dijual ke luar negeri senilai Rp1 miliar.

"Setelah itu banyak yang menyelam mencari harta karun."

"Tiap hari saya lihat banyak temuan. Kayaknya asyik, menantang, bisa dapat emas, porselen, koin-koin. Istilahnya 'wah enak nih berburu harta karun'."

Asmadi belajar menyelam secara otodidak. Awalnya ia masih ciut untuk terjun ke Sungai Musi.

Baca juga: Kerajaan Mengwi: Sejarah, Raja-raja, dan Keruntuhan

Di kapal milik pamannya, ia hanya membantu penyelam mengayak butiran emas dari tumpukan pasir yang disedot dari selang berdiameter empat inci.

Sebulan kemudian, dia mencoba memberanikan diri menyelam. Ia ingin merasakan asyiknya menangkap benda-benda berharga dari dasar sungai.

Harta karun pertama yang berhasil didapat Asmadi adalah piring seladon dari keramik dengan hiasan ikan di bagian tengah.

Piring itu, kata Asmadi, dijual dengan harga Rp 50.000 ke pembeli lokal dari Palembang.

Baca juga: Kerajaan Klungkung: Sejarah, Raja-raja, dan Keruntuhan

Koleksi koin kuno milik Asmadi.FOTO ASMADI via BBC Indonesia Koleksi koin kuno milik Asmadi.
Padahal di beberapa situs jual-beli, barang antik itu dilego mulai dari Rp 3 juta sampai Rp 30 juta.

"Dulu kan sama-sama nggak tahu harga, jadi dibeli segitu."

Untuk memperoleh benda-benda berharga itu, nyawa jadi taruhan.

Asmadi harus turun ke dasar sungai sedalam 35 meter tanpa bisa melihat apapun karena air yang sangat keruh.

Maka tiap kali menyelam, dia selalu pasrah jika bertemu hewan buas atau terjadi kecelakaan yang tak disengaja.

"Ya kalau mati, sudah takdirnya."

Baca juga: Kerajaan Klungkung: Sejarah, Raja-raja, dan Keruntuhan

Di dasar sungai, ia bisa bertahan antara dua hingga tiga jam. Ia memberi kode berupa tarikan selang kompresor ke salah satu tim di atas kapal jika ingin ditarik ke permukaan.

Hasil temuan dalam sehari itu, dijual. Uangnya dibagi rata ke setiap orang. Tapi khusus bagi pemilik kapal, dapat dobel untuk operasional.

Akan tetapi, angan-angan menjadi kaya raya tak pernah jadi kenyataan.

"Setiap orang punya mimpi itu. Kaliaja dapat emas banyak... bisa kaya... memang angan-angan itu ada dulu."

"Tapi dari dulu menyelam, nggak terlalu menghasilkan. Hahaha... karena meskipun dapat benda seharga Rp 25 juta tetap dibagi lima orang."

Baca juga: Penyebab Runtuhnya Kerajaan Mataram Islam

Awal tahun 2020, Asmadi memutuskan berhenti menjadi penyelam lantaran nyaris tutup usia gara-gara seutas tali melilit selang kompresornya sehingga udara tidak mengalir dan air memenuhi maskernya.

"Mau lepas masker dan cepat-cepat naik, tapi nggak bisa. Sudah pasrah saja saya. Tapi tiba-tiba tali itu lepas sendiri. Udara masuk dan saya bisa napas lagi."

"Rasanya takut kalau kejadian lagi, ada sedikit trauma."

"Setelah itu pelan-pelan berhenti menyelam," ujar Asmadi yang kini menjadi kolektor dan ingin mendirikan galeri di Pulau Kemaro yang berisi benda-benda atau temuan dari Sungai Musi.

Baca juga: Contoh Sikap Kepahlawanan Masa Kerajaan Hindu, Buddha, dan Islam

Pemburu harta karun kerajaan di Tanah Jawa

Abdul Azis Baraja menemukan keris yang diduga berasal dari Kerajaan Majapahit di Sungai Brantas, Jawa Timur.FOTO ABDUL AZIS BARAJA via BBC Indonesia Abdul Azis Baraja menemukan keris yang diduga berasal dari Kerajaan Majapahit di Sungai Brantas, Jawa Timur.
Di Pulau Jawa, ada pemburu harta karun kawakan. Namnya, Abdul Azis Baraja.

"Saya sudah 37 tahun mencari benda-benda kuno dan bersejarah," katanya kepada BBC News Indonesia memperkenalkan diri.

Abah, begitu ia disapa kerabatnya, sudah tertarik pada barang-barang tua sejak kecil. Setiap kali menemukan benda 'aneh' langsung dibawa pulang.

Tapi keseriusan berburu harta karun, dimulai setelah bisnis furniturnya bangkrut. Dalam perenungannya di sekitaran hutan dekat desa, ia menemukan fosil dan uang kuno.

Diboyonglah benda itu ke orang yang paham sejarah. Ternyata barang itu disebut memiliki nilai sejarah.

Baca juga: Bertaruh Nyawa Demi Berburu Harta Karun di Gelapnya Dasar Sungai Musi

"Dari situ saya mulai belajar," imbuhnya.

Tak terhitung sudah berapa banyak sungai dan hutan yang ia sisir demi mencari harta karun peninggalan era kerajaan atau kolonial.

Mulai dari Kerajaan Kahuripan, Singosari dan Majapahit di Pulau Jawa. Lantas bergeser ke Kalimantan, Bali, hingga Sumbawa.

Pokoknya setiap kali ia mendengar di lokasi tersebut ada jejak kerajaan, maka tanpa ragu langsung dijelajahi.

"Hampir seluruh Indonesia ini banyak [barang-barang] peninggalan. Tapi paling banyak dari Kerajaan Majapahit."

Baca juga: Skandal-skandal Memalukan di Jagat Politik, Kisah Cucu Nyi Roro Kidul hingga Harta Karun Emas

Pemburu harta karun, Abdul Azis Baraja sedang mencari benda-benda kuno di sungai.FOTO ABDUL AZIS BARAJA via BBC Indonesia Pemburu harta karun, Abdul Azis Baraja sedang mencari benda-benda kuno di sungai.
Dalam berburu, Abah hanya memakai kacamata menyelam dan besi yang ujungnya dibuat runcing. Sering juga, dia hanya mengandalkan tangan untuk mengeruk dasar sungai.

Bermacam benda, mulai dari ukiran, arca, perhiasan, pernah ia dapatkan. Kalau dihitung kira-kira mencapai ratusan ribu. Namun yang paling berharga adalah perhiasan dengan batu permata.

"Kalau keris sudah ribuan saya temukan. Kalau ditotal semua mungkin sudah ada ratusan ribu. Seperti pedang, tombak, senjata, trisula, tameng."

Baca juga: Profil dan Sejarah Kota Batu, Dikenal Sebagai Tempat Peristirahatan Keluarga Kerajaan

Dan, setiap kali menemukan harta karun, Abah senang bukan kepalang.

"Sueneeenggg. Sesusah apapun hidup di kota begitu masuk hutan sangat gembira luar biasa," katanya sumringah.

Beberapa temuannya ia berikan cuma-cuma ke siapapun yang memiliki ketertarikan yang sama pada benda purba ini. Entah itu keluarga, teman, museum, bahkan kolektor.

Khusus kepada kolektor, Abah tidak mematok harga jika ada yang mau membeli. Dia menyerahkan besaran nilainya, asalkan sepadan dengan benda tersebut, serta tidak diperjual-belikan ke pihak lain di kemudian hari.

Baca juga: Asal-usul Warga Baduy di Pedalaman Banten, dari Kerajaan Pajajaran hingga Disebut Mirip Orang Timur Tengah

"Memang dia nguri-uri [ingin merawat dan menjaga] serta cinta terhadap budaya bangsa kita."

Di usianya yang hampir menginjak 70 tahun, ia memutuskan membagikan ilmu berburu harta karun kepada anak muda. Sudah ratusan orang dilatih bagaimana cara mencari benda-benda kuno dan berharga itu.

Abah pun mempersilakan jika temuan itu akhirnya dijual demi menghidupi keluarga.

"Saya sudah lelah, sangat lelah... pikiran dan tenaga sangat lelah."

Baca juga: 4 Peninggalan Kerajaan Majapahit di Kediri, Ada Candi dan Prasasti

Mengapa perburuan harta karun terus terjadi?

Kalung manik-manik yang diduga berasal dari Sungai Musi.FOTO ASMADI via BBC Indonesia Kalung manik-manik yang diduga berasal dari Sungai Musi.
Arkeolog Dwi Cahyono mengatakan fenomena perburuan benda-benda yang memiliki nilai sejarah sudah terjadi sejak lama. Dari yang memakai alat-alat sederhana yaitu kayu dan besi, hingga menggunakan metal detektor.

"Kalau dulu mereka masih pakai besi yang dimodifikasi kayak bor. Tapi sekarang tidak, perangkat teknologi mereka sudah canggih," ujar Dwi Cahyono kepada BBC News Indonesia.

Hanya saja sepanjang pengamatannya, pemerintah tidak terlalu serius mengurusi persoalan ini.

Bahkan konten video di media sosial berisi barang-barang hasil temuan para pemburu terus bermunculan. Padahal hal itu bisa memicu orang lain untuk melakukan perburuan yang sama.

Baca juga: Kerajaan Jeumpa, Kerajaan Islam Pertama di Nusantara

Itu mengapa pemerintah, katanya, harus sesering mungkin menggelar pertemuan juga pendekatan dengan para pemburu --menjelaskan pentingnya benda-benda itu dilaporkan ke pihak terkait untuk mengungkap sebuah peristiwa sejarah.

"Karena itu saya belum melihat upaya yang dilakukan untuk paling tidak membuat sebuah pertemuan dengan mereka. Sosialisasi bahwa memburu tidak diperkenankan."

"Kalau dibiarkan terus, makin lama [barang-barang bersejarah] itu akan habis."

Yang jadi persoalan pula juga, sambung Dwi, pemerintah maupun aparat tidak bisa bertindak selama benda atau situs tersebut belum ditetapkan sebagai cagar budaya.

Baca juga: Kerajaan Tanjungpura: Sejarah, Perpindahan Ibu Kota, dan Peninggalan

Arca Buddha dari perunggu yang merupakan koleksi milik Asmadi.FOTO ASMADI via BBC Indonesia Arca Buddha dari perunggu yang merupakan koleksi milik Asmadi.
Sehingga masyarakat yang menyaksikan operasi perburuan pun, kerap membiarkan.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya disebutkan benda cagar budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.

Pasal 23 ayat 1 menyebutkan, setiap orang yang menemukan benda yang diduga benda cagar budaya, bangunan yang diduga bangunan cagar budaya, struktur yang diduga struktur cagar budaya, dan/atau lokasi yang diduga situs cagar budaya wajib melaporkannya kepada instansi yang berwenang di bidang kebudayaan, kepolisian, dan/atau instansi terkait paling lama 30 hari sejak ditemukannya.

Ayat 2 berbunyi temuan yang tidak dilaporkan oleh penemunya dapat diambil alih oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

Baca juga: Toleransi Antarumat Beragama pada Masa Kerajaan Majapahit

Kemudian Pasal 26 mengatakan, setiap orang dilarang melakukan pencarian cagar budaya atau yang diduga cagar budaya dengan

Penggalian, penyelaman, dan/atau pengangkatan di darat dan/atau di air, kecuali dengan izin pemerintah atau pemerintah daerah.

Dwi Cahyono resah jika perburuan benda-benda bersejarah itu terus dibiarkan, maka hampir mustahil bagi para arkeolog untuk meneliti serta mengungkap peradaban besar di Indonesia yang terjadi di masa lampau.

"Ini tidak bisa dibiarkan."

Baca juga: Pemindahan Ibu Kota Kerajaan Mataram Kuno

Apa yang bisa dilakukan pemerintah?

Cermin dari perunggu dengan gagang berbentuk Ganesha yang diduga berasal dari Sungai Musi.FOTO ASMADI via BBC Indonesia Cermin dari perunggu dengan gagang berbentuk Ganesha yang diduga berasal dari Sungai Musi.
Direktur Perlindungan Kebudayaan Kemendikbud-ristek, Fitra Arda, mengatakan pemerintah serius memecahkan masalah ini meski sulit, akunya. Sebab para pemburu mencari barang-barang yang diduga cagar budaya untuk 'mencari makan'.

"Ini yang harus diselesaikan, mereka harus dicarikan jalan keluar," kata Fitra Arda kepada BBC News Indonesia.

Dalam setiap pertemuan dengan pemerintah daerah, dia selalu menyarankan agar pemda membantu mencari mata pencaharian baru bagi para pemburu agar meninggalkan aksinya.

Baginya, itu adalah satu-satunya cara untuk menghentikan perburuan.

Baca juga: Keterlibatan VOC dalam Urusan Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia

Sebab ia mengeklaim, sosialisasi kepada masyarakat sekitar lokasi situs yang diduga cagar budaya dan perangkat desa, sudah sering dilakukan.

Pemburu harta karun seperti Abdul Aziz Baraja maupun Asmadi, mengaku tahu aturan dalam UU Cagar Budaya yang mengharuskan mereka melaporkan barang temuan ke pihak berwenang di pemda.

Beberapa kali, kata Abah, dirinya melaporkan benda-benda tersebut ke dinas, termasuk lokasinya.

Tapi dia kadang jengkel, karena dinas tak kunjung mendatangi tempat itu sehingga sering kali situs tersebut rusak.

Baca juga: Campur Tangan VOC di Kerajaan Mataram

"Kalau hilang atau rusak, saya marah juga, jengkel. Kok enggak diperhatikan. Sampai ada banjir, saya gimana ya... sakit hati, kenapa barang bernilai itu tidak diperhatikan."

Sementara Asmadi berkata, pemburu di Sungai Musi sangat jarang ada melapor ke dinas untuk mendata temuan mereka karena keterbatasan waktu dan jauhnya tempat tinggal mereka ke kota.

Kalau mau, katanya, pihak dinas yang mendatangi tempat mereka.

"Kalau mau mendata silahkan datang ke sini. Kalau penyelam yang datang, susah."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BMKG: Wilayah Kalimantan Tengah Sedang Dilalui Gelombang Atmosfer 'Rossby Ekuator'

BMKG: Wilayah Kalimantan Tengah Sedang Dilalui Gelombang Atmosfer "Rossby Ekuator"

Regional
Selebgram Palembang Dituntut 7 Tahun Penjara, Ikut 'Cuci Uang' Hasil Narkoba

Selebgram Palembang Dituntut 7 Tahun Penjara, Ikut "Cuci Uang" Hasil Narkoba

Regional
Kaesang Diusung Jadi Cagub DKI Jakarta, Gibran Ogah Tanggapi

Kaesang Diusung Jadi Cagub DKI Jakarta, Gibran Ogah Tanggapi

Regional
Jasad Ibu dan Anak Korban Longsor di Bandung Barat Ditemukan dalam Kondisi Berpelukan

Jasad Ibu dan Anak Korban Longsor di Bandung Barat Ditemukan dalam Kondisi Berpelukan

Regional
Sempat Ditutup Imbas Erupsi Marapi, BIM Kembali Dibuka

Sempat Ditutup Imbas Erupsi Marapi, BIM Kembali Dibuka

Regional
Polisi Minta Tambah SPKLU di Tol Jateng, Saat Ini Hanya Ada 21

Polisi Minta Tambah SPKLU di Tol Jateng, Saat Ini Hanya Ada 21

Regional
Soal Nama yang Akan Diusung di Pilkada Semarang, DPC Partai Demokrat Tunggu Petunjuk

Soal Nama yang Akan Diusung di Pilkada Semarang, DPC Partai Demokrat Tunggu Petunjuk

Regional
Musrenbang RPJPD Banten 2025-2045, Pj Gubernur Al Muktabar: Fokuskan pada Pencapaian Indonesia Emas 2045

Musrenbang RPJPD Banten 2025-2045, Pj Gubernur Al Muktabar: Fokuskan pada Pencapaian Indonesia Emas 2045

Regional
Calo Tiket Bus yang Ancam Penumpang di Pelabuhan Merak Sudah Beroperasi 3 Bulan

Calo Tiket Bus yang Ancam Penumpang di Pelabuhan Merak Sudah Beroperasi 3 Bulan

Regional
Rektor UIN Salatiga Bantah Mahasiswanya Ikut Program Ferienjob di Jerman

Rektor UIN Salatiga Bantah Mahasiswanya Ikut Program Ferienjob di Jerman

Regional
4 Kecamatan di Demak Masih Terdampak Banjir, Balai Desa Wonorejo Tergenang

4 Kecamatan di Demak Masih Terdampak Banjir, Balai Desa Wonorejo Tergenang

Regional
Anggota DPRD Seluma Bengkulu Demo Dewan Lainnya yang 'Malas'

Anggota DPRD Seluma Bengkulu Demo Dewan Lainnya yang "Malas"

Regional
Masuk Daerah Rentan Korupsi, KPK Minta Pemkot Semarang Perbaiki Sektor Barang dan Jasa

Masuk Daerah Rentan Korupsi, KPK Minta Pemkot Semarang Perbaiki Sektor Barang dan Jasa

Regional
Tilap Dana Desa Rp 592 Juta, Kades di Kuansing Riau Ditangkap

Tilap Dana Desa Rp 592 Juta, Kades di Kuansing Riau Ditangkap

Regional
Tak Sesuai yang Dijanjikan, 27 Mahasiswa Unnes yang Ikut Program Ferienjob Diminta Pulang ke Indonesia

Tak Sesuai yang Dijanjikan, 27 Mahasiswa Unnes yang Ikut Program Ferienjob Diminta Pulang ke Indonesia

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com