Sejak 2002 hingga 2020, Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat telah menerima dana Otsus hingga Rp126,99 triliun yang meningkat dari Rp1,38 triliun pada tahun 2002 menjadi Rp13,05 triliun pada 2020 kemarin.
Dana Otsus itu, diperpanjang hingga 20 tahun ke depan dengan estimasi total Rp234,6 triliun atau hampir dua kali lipat lebih besar dibandingkan sebelumnya.
Alokasi anggaran kesehatan yang sebelumnya dialokasikan sekurang-kurangnya 15% dalam Undang-Undang Otsus Papua, kini direvisi menjadi 20% dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otsus Papua jilid II.
Baca juga: Orang dengan HIV/AIDS hingga Transpuan Antusias Ikut Vaksinasi di Kota Serang
Akan tetapi, menurut mantan kepala dinas kesehatan Papua, Aloysius Giay, dalam implementasi Otsus Papua jilid I, "hanya beberapa kabupaten yang bisa mencapai minimal 15%.
"Di kabupaten tertentu, anggaran di bidang kesehatan kadang-kadang 10%, 8%. Yang mencapai 15% ke atas itu sedikit.
"Pada kabupaten tertentu, saya tidak melihat program prioritas menjawab masalah masyarakat, apalagi yang menghilangkan nyawa masyarakat seperti HIV/AIDS, malaria, atau kurang gizi."
"Saya lihat belum greget untuk menangani ini tuntas secara luar biasa," ungkap Aloysius.
Lantas, bagaimana anggaran kesehatan itu terimplementasi dalam penanganan HIV/AIDS di Papua?
Baca juga: Selama Pandemi, Layanan HIV/AIDS di Jabar Dilakukan Terbatas
Aloysius mengungkapkan bahwa dana Otsus untuk instansi dinas kesehatan dan rumah sakit terbilang sedikit. Sebab, dana tersebut lebih banyak untuk Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) di daerah.
"Sehingga ya paling di dinas kesehatan itu dulu kita sifatnya hanya bimkes, evaluasi. Hanya itu, tidak ada langsung tindakan ke masyarakat."
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.