Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Para Perempuan Positif HIV di Papua, Masih Ingin Hidup dan Melihat Anak Beranjak Dewasa

Kompas.com - 04/12/2021, 06:07 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - "Saya masih ingin hidup dan ingin lihat anak saya beranjak dewasa," tutur Konstance Raweyai, mengungkapkan harapan akan masa depannya.

Tes HIV yang ia lakukan enam tahun silam membuka kenyataan pahit yang membuatnya tak dapat lepas dari obat anti-retroviral virus atau ARV sepanjang sisa hidupnya.

Sempat gamang dan putus asa dengan virus yang berkelindan di tubuhnya, ia kini menjadi motivator bagi sesama pengidap HIV di Papua untuk terus berjuang melawan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh itu.

Baca juga: Penularan Infeksi HIV pada Anak Bisa Dicegah Sedari Dini, Seperti Apa?

"Saya mau mendorong mereka untuk ke layanan kesehatan maupun untuk berobat, agar mereka tetap sehat walaupun terinfeksi," aku Konstance ketika berbicara dengan BBC News Indonesia pada pertengahan September silam.

"Walaupun dikatakan kita orang yang hidup dengan HIV, tetapi tetap sehat seperti yang lain," lanjutnya.

HIV/AIDS sudah lama menjadi isu kesehatan utama di Papua, bahkan menjadi ancaman mematikan.

Sayangnya, dua tahun belakangan, isu itu tertimbun oleh pandemi Covid-19 dan konflik tak berkesudahan antara militer Indonesia dan kelompok pro-kemerdekaan Papua.

Baca juga: Akademisi UGM Ajak Masyarakat Hilangkan Stigma Pasien HIV/AIDS

Tahun lalu, kasus AIDS di Papua ada di urutan teratas nasional dengan 23.629 kasus. Sementara kasus HIV di Papua ada di posisi keempat dengan 37.662 kasus.

Laporan UNAIDS terbaru menunjukkan bagaimana pandemi Covid dan pembatasan yang menyertainya telah mengganggu pengetesan HIV— di banyak negara hal ini telah menyebabkan penurunan tajam dalam diagnosis HIV, rujukan ke layanan perawatan, dan inisiasi pengobatan HIV.

'Sudah putus asa, tidak mau hidup'

Ilustrasi HIV pada anak-anak Ilustrasi HIV pada anak-anak
Kala itu, pada suatu hari di tahun 2015, Konstance mengeluh sesak di dadanya. Batuk yang ia derita selama beberapa hari terakhir juga tak kunjung sembuh.

Oleh kakaknya, Konstance segera diboyong ke rumah sakit. Setelah diperiksa di poli paru-paru, dokter memvonisnya mengidap tuberkulosis.

Tak hanya sampai di situ, dokter kemudian mengarahkannya ke layanan konseling dan tes HIV secara sukarela, atau voluntary counseling and testing (VCT).

"Dari situ saya dikatakan positif [HIV]."

Baca juga: Apa Saja Tantangan Merawat Anak dengan HIV?

"Pokoknya sedih sekali. Saya menangis, sampai tidak mau makan. Sudah putus asa, tidak mau hidup," ujar Konstance, mengungkap apa yang ia rasakan ketika pertama kali mendapati dirinya positif HIV.

Kendati HIV mewabah di Papua, Konstance tak menyangka dirinya bakal terpapar virus itu. Sebab, sepanjang hidup, ia menjalani perilaku seks aman dan tidak berganti-ganti pasangan.

Ia tak tahu menahu dari mana ia terpapar virus itu. Yang ia tahu, selama ini ia hanya melakukan hubungan seksual dengan suaminya semata.

"Tapi pas dikatakan positif, saya berpikir mungkin suami saya tidak setia sama saya, mungkin ada yang lebih dari saya, makanya dia bergaul dengan perempuan yang sakit [HIV] sehingga saya mengalami sakit yang sama," tuturnya.

Baca juga: Jumlah Penderita HIV/AIDS di Blora Disebut Turun hingga 50 Persen

Ilustrasi HIV/AIDS, Hari AIDS sedunia. Sejarah AIDS dan penularan HIV AIDS.Shutterstock Ilustrasi HIV/AIDS, Hari AIDS sedunia. Sejarah AIDS dan penularan HIV AIDS.
Ia sempat meminta suaminya untuk melakukan tes HIV, namun sang suami bergeming.

"Dia tidak percaya. Dia bilang, 'Ah itu salah,' karena memang sampai saat ini dia belum sakit."

Tak lama setelah dinyatakan positif HIV, ia berpisah dengan suaminya. Virus itu merenggut nyawa salah satu anaknya yang kala itu masih bayi.

Ia kini hidup bersama dengan putra semata wayangnya, Alvaro. Berbeda dengan Konstance, putranya dinyatakan negatif HIV.

Ketika dirinya dinyatakan positif HIV, Konstance mengaku "putus asa" dan "tidak mau hidup". Namun sang anak memberinya secercah harapan dan menjadi motivasinya untuk tetap kuat.

"Saya selalu berdoa, 'Tuhan, kuatkan saya karena saya masih mau sama-sama dengan saya pu anak'".

Baca juga: Kasus HIV/AIDS di Kabupaten Blitar Turun Signifikan Selama Pandemi Covid-19

"Walaupun saya sudah tidak sama-sama dengan saya pu suami, sudah ditinggalkan, tapi masih ada satu anak yang saya harus urus," aku Konstance.

Sama seperti orang dengan HIV/AIDS yang lain, stigma dan perlakuan diskriminatif pernah dialami oleh Konstance.

"Macam pas ibadah itu, biasa duduk dengan saya, waktu itu langsung tiba-tiba dong berdiri. Tapi kadang saya rasa trapapa, biasa saja."

"Terus saya cuma bilang, sampai air mata keluar tapi saya tahan, 'Ya Tuhan, saya hanya datang untuk beribadah,' Lagi pula gereja kan bukan dia pu gereja. Kalau dia mau pindah, pindah saja."

"Kalau menurut saya itu tidak perlu, karena sa pikir HIV ada obatnya karena saya datang berobat terus. Ternyata minum obat ARV tidak apa-apa, sehat saja," katanya.

Baca juga: Penderita HIV/AIDS di Jatim Capai 2.526 Orang, Surabaya Tertinggi dengan 323 Kasus

Merangkul sesamanya yang putus obat

Sejak 2018, Konstance bergabung dalam Kelompok Dukungan Sebaya, wadah bagi penderita HIV untuk saling berbagi dan menguatkan satu sama lain.ALFONSO DIMARA/BBC Indonesia Sejak 2018, Konstance bergabung dalam Kelompok Dukungan Sebaya, wadah bagi penderita HIV untuk saling berbagi dan menguatkan satu sama lain.
Statusnya sebagai orang dengan HIV (ODHIV), membuat Konstance harus mendatangi layanan VCT di RSUD Jayapura secara berkala untuk konseling dan mengakses obat ARV.

Hingga akhirnya pada 2018, ia bergabung dalam Kelompok Dukungan Sebaya, wadah bagi penderita HIV untuk saling berbagi dan menguatkan satu sama lain.

Sebagai Penjangkau Sebaya, Konstance membantu sesamanya untuk mengakses obat ARV yang begitu penting dalam memperlambat proses replikasi virus HIV yang sangat mudah bermutasi dan menyerang sistem kekebalan tubuh.

"Biasa kalau macam teman-teman tidak datang untuk ambil obat, kalau kita lihat mereka tidak datang, kita cari ke rumah mereka untuk datang ambil obat."

Baca juga: Hari AIDS Sedunia, Kenali Gejala HIV sejak Minggu Pertama Terinfeksi

"Kita cari macam teman-teman yang putus obat, yang harus di-follow up, kita ajak ke layanan untuk berobat. Kita cari ke rumah mereka," katanya.

Linggas Buiney, perempuan berusia 36 tahun yang dinyatakan positif HIV sejak 2010, mengaku sering "anggap remeh" minum obat secara teratur, hingga akhirnya dirinya terserang penyakit.

"Dari situ langsung tidak mau putus lagi, karena tanggung jawab masih ada jadi sudah, tidak berani untuk putus lagi," kata Linggas.

Baca juga: 1.244 Warga Depok Idap HIV/AIDS, Paling Banyak di Pancoran Mas

Ilustrasi HIV/AIDS, penularan HIV, pencegahan HIVShutterstock/alexkich Ilustrasi HIV/AIDS, penularan HIV, pencegahan HIV
Mantan Kepala Dinas Kesehatan Papua, Aloysius Giay, mengatakan banyak dari mereka yang terpapar HIV di Papua tak menyadari pentingnya minum obat ARV secara rutin.

Mengikuti aturan minum ARV secara teratur, kata Aloysius, merupakan bagian yang penting dalam memerangi penyakit yang menyerang sistem imun ini.

"Obat ARV ini kan diminum setiap hari, tapi mereka kira minum itu satu bulan-dua bulan lalu sembuh. Tahu-tahu tidak sembuh. Jadi mereka kadang-kadang, 'Ah ini petugas kesehatan dong tipu', macam begitu kepercayaannya, padahal semestinya minum obat terus kan," ujar pria yang pernah menjabat sebagai direktur RSUD Jayapura ini.

Baca juga: Hari AIDS Sedunia 2020: Mengenal ARV, Obat untuk Pengidap HIV/AIDS

Di sisi lain, kata Aloysius, banyaknya penderita HIV di Papua yang tak melanjutkan minum obat karena masih kuatnya resistensi masyarakat Papua tentang wabah tersebut.

Ia mencontohkan, karena keterbatasan pengetahuan, banyak orang Papua yang masih menjauhi anggota masyarakat yang ODHA karena dianggap bisa menularkan virus.

Selain itu, sejumlah orang menganggap HIV sebagai "genosida orang Papua".

"Ini membuat kadang-kadang minum obat ARV itu kurang [teratur], sehingga putus program dan banyak yang meninggal dunia," katanya.

Baca juga: Obat ARV untuk ODHA Langka, Menteri Kesehatan Diminta Turun Tangan

Hingga Maret 2021, tercatat ada 427.201 orang dengan HIV/AIDS di Papua, atau 77% dari jumlah estimasi ODHA hidup sebanyak 543.100 orang.

Dari jumlah itu, sebanyak 365.289 ODHA masih hidup, sementara 61.192 ODHA meninggal dunia, merujuk data Kementerian Kesehatan.

Dari total ODHA yang ada di Indonesia, sebanyak 68.508 orang putus obat atau lost to follow up.

Baca juga: Mengenal ARV, Obat yang Dapat Turunkan Kematian pada ODHA

Perempuan mendominasi kasus HIV

Ilustrasi HIV/AIDS, HIV dan AIDS, perbedaan HIV dan AIDSShutterstock/PENpics Studio Ilustrasi HIV/AIDS, HIV dan AIDS, perbedaan HIV dan AIDS
Studi yang dilakukan Kementerian Kesehatan pada 2016 menunjukkan bahwa di Papua rasio perempuan dan laki-laki terpapar HIV positif adalah 3:1.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kisah Masjid Wali di Bibir Sungai Lusi yang Tak Pernah Kebanjiran

Kisah Masjid Wali di Bibir Sungai Lusi yang Tak Pernah Kebanjiran

Regional
Prakiraan Cuaca Semarang Hari Ini Jumat 29 Maret 2024, dan Besok : Berawan Sepanjang Hari

Prakiraan Cuaca Semarang Hari Ini Jumat 29 Maret 2024, dan Besok : Berawan Sepanjang Hari

Regional
Beda Nasib Mahasiswa Unnes dan Udinus Saat Ikut Program Ferienjob di Jerman

Beda Nasib Mahasiswa Unnes dan Udinus Saat Ikut Program Ferienjob di Jerman

Regional
Mantap Usung Gus Yusuf Maju Pilkada Jateng, PKB Cari Partner Koalisi

Mantap Usung Gus Yusuf Maju Pilkada Jateng, PKB Cari Partner Koalisi

Regional
Prakiraan Cuaca Morowali Hari Ini Jumat 29 Maret 2024, dan Besok : Pagi ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Morowali Hari Ini Jumat 29 Maret 2024, dan Besok : Pagi ini Hujan Ringan

Regional
Prakiraan Cuaca Balikpapan Hari Ini Jumat 29 Maret 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Balikpapan Hari Ini Jumat 29 Maret 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Regional
Prakiraan Cuaca Batam Hari Ini Jumat 29 Maret 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Berawan

Prakiraan Cuaca Batam Hari Ini Jumat 29 Maret 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Berawan

Regional
Bos Madu Bunuh Mantan Anak Buahnya karena Ditagih Utang Lebih Galak

Bos Madu Bunuh Mantan Anak Buahnya karena Ditagih Utang Lebih Galak

Regional
Cari Kepiting, 3 Pemuda Penyandang Disabilitas Malah Dituduh Begal

Cari Kepiting, 3 Pemuda Penyandang Disabilitas Malah Dituduh Begal

Regional
Jadwal Imsak dan Buka Puasa di Provinsi Nusa Tenggara Barat, 29 Maret 2024

Jadwal Imsak dan Buka Puasa di Provinsi Nusa Tenggara Barat, 29 Maret 2024

Regional
Jadwal Imsak dan Buka Puasa di Provinsi Jawa Timur, 29 Maret 2024

Jadwal Imsak dan Buka Puasa di Provinsi Jawa Timur, 29 Maret 2024

Regional
Jadwal Imsak dan Buka Puasa di Provinsi D.i. Yogyakarta, 29 Maret 2024

Jadwal Imsak dan Buka Puasa di Provinsi D.i. Yogyakarta, 29 Maret 2024

Regional
Jadwal Imsak dan Buka Puasa di Provinsi Bali, 29 Maret 2024

Jadwal Imsak dan Buka Puasa di Provinsi Bali, 29 Maret 2024

Regional
Jadwal Imsak dan Buka Puasa di Provinsi Kalimantan Selatan, 29 Maret 2024

Jadwal Imsak dan Buka Puasa di Provinsi Kalimantan Selatan, 29 Maret 2024

Regional
Jadwal Imsak dan Buka Puasa di Provinsi Kalimantan Tengah, 29 Maret 2024

Jadwal Imsak dan Buka Puasa di Provinsi Kalimantan Tengah, 29 Maret 2024

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com