SERANG, KOMPAS.com - Gubernur Banten Wahidin Halim menanggapi adanya penolakan dari serikat buruh terkait besaran Upah Minimum Kabupeten dan Kota (UMK) tahun 2022 di Banten.
Dikatakan Wahidin, besaran UMK sudah mengacu pada Peraturan Pemerintan (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan (Menaker).
"Buruh nuntut naik, pengusaha enggak, mau gimana? Formulasi (besaran UMK) sudah dibuat mengacu pada PP dan SE Menaker," kata Wahidin kepada Kompas.com melalui pesan, Jumat (3/12/2021).
Baca juga: Buruh di Banten Tolak UMK 2022, Sepakat Mogok Kerja sampai 10 Desember
Terkait adanya tuntutan serikat buruh yang menginginkan UMK 2022 direvisi naik sebesar 5,4 persen dari UMK tahun 2021, Wahidin mengaku dilema bila UMK dinaikan.
Menurut mantan Wali Kota Tangerang itu, apabila UMK tahun 2022 dinaikan, maka akan melanggar aturan dan pengusaha akan menjerit, bahkan bisa angkat kaki dari Provinsi Banten.
"Kalau gubernur naikin (UMK), pengusaha enggak mau, bertentangan juga sama PP. Lalu Gubernur harus gimana?," ujar Wahidin.
Baca juga: Demo Buruh di Banten Tuntut UMK Naik 10-13,5 Persen, Atau Mogok Kerja Besar-besaran
Sebelumnya, serikat buruh dan pekerja di Provinsi Banten akan melakukan mogok kerja pada tanggal 6 sampai 10 Desember 2021.
Aksi itu dilakukan sebagai bentuk penolakan penetapan UMK tahun 2022 yang sudah disahkan oleh Gubernur Banten Wahidin Halim.
"Kami menyatakan dalam masa berkabung atas matinya kesejahteraan dan keadilan untuk buruh di Provinsi Banten, kami akan melakukan mogok daerah dari tanggal 6 sampai dengan 10 Desember 2022," kata perwakilan Aliansi Buruh Banten Bersatu (AB3) Intan Indria Dewi melalui keterangannya. Kamis (2/11/2021).
Diketahui, penetapan UMK itu sesuai Keputusan Gubernur Banten Nomor 561/Kep.282-Huk/2021 dan disahkan pada tanggal 30 November 2021 oleh Gubernur Banten.