BORONG,KOMPAS.com- Tak mudah menjadi guru di lokasi terdepan, terpencil, dan tertinggal. Begitu juga dengan kisah Gabriela Dian James (28).
Perempuan yang biasa disapa Dian itu mengajar di SMAN 5 Lambaleda, Desa Golo Munga Barat, Kecamatan Lambaleda Utara, Kabupaten Manggarai Timur, NTT.
Dia mengampu mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Baca juga: Perjuangan Citra, Guru di Wilayah 3T, Mengabdi Tanpa Pamrih di Pedalaman NTT
Ia menjelaskan, awalnya mengajar di SMAK St. Gregorius Reok, Kabupaten Manggarai selama 1 tahun lebih 6 bulan, tepatnya dari 2016 sampai pertengahan 2017.
Tahun 2018, Dian kemudian mengikuti tes PNS lingkup Pemprov NTT.
Dian bersyukur, saat itu dirinya lulus dan ditempatkan di SMAN 5 Lamba Leda di Manggarai Timur.
Ia menjelaskan, jumlah siswa di SMAN 5 Lamba Leda sebanyak 87 orang. Menurtnya, ada beberapa siswa yang keluar dan tidak mau sekolah lagi.
Berbeda dengan sekolah sebelumnya, Dian harus melewati jalan tanah jika ingin menuju ke sekolah.
Jika musim penghujan, Dian dan rekan-rekannya bisa terpeleset karena kondisi jalan yang becek.
Tak heran, dirinya pun memilih memakai sandal jepit untuk pergi ke sekolah.
"Kalau ke sekolah terus memakai sepatu pergi pulang sekolah maka sepatu cepat rusak. Satu sepatu hanya bisa dipakai 3 atau 4 bulan," tuturnya.
Setibanya di sekolah, Dian baru melepas sandal dan berganti sepatu.
Baca juga: Turunkan Angka Kemiskinan Ekstrem, Ini 3 Strategi Kabupaten Manggarai Timur
Dian mengungkapkan, sekolah digelar secara daring selama pandemi Covid-19.
Dia pun harus dihadapkan pada banyak kendala, antara lain materi yang tidak bisa tersalurkan secara maksimal pada peserta didik.
Banyak siswanya yang tidak memiliki ponsel, ada yang memiliki ponsel namun tidak mampu membeli kuota, hingga ada yang mengalami kesulitan sinyal.
Begitu pula dengan listrik, mereka hanya mengandalkan tenaga surya dan satu mesin generator.
"Susah sekali. Kami tidak bisa buat apa-apa, hanya berharap pandemi cepat berlalu," ucapnya saat dihubungi Kompas.com lewat sambungan aplikasi WhatsApp, Kamis, (2/12/2021).
Baca juga: Sopir Angkot di Maumere Mogok Layani Penumpang, Protes Harga BBM Naik tapi Tarif Tetap
Menurutnya, di wilayah tersebut juga sering mengalami kesulitan air minum.
Hingga terpaksa mereka kerap membagi tugas mencari air bersih untuk berbagai keperluan.
"Air susah. Jadi kami bagi tugas per kelas untuk setiap hari. Air itu untuk kebutuhan WC, mesin generator, air minum bersih," katanya.
Secara pribadi, Dian merasa bersyukur karena terlatih untuk berinovasi dan responsif terhadap tantangan.
"Saya berharap sebagai guru 3T jangan karena sekolahnya berada di pelosok, jadinya tidak mendapatkan perhatian. Bantuan kecil seperti buku pelajaran sangat berarti bagi sekolahnya," harapnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.