MATARAM, KOMPAS.com - Sekitar 25 naskah lontar kuno dari Lombok dipamerkan dalam pameran temporer di Auditorium Museum Negeri Nusa Tenggara Barat (NTB).
Beberapa naskah kuno yang tertulis di daun lontar, peralatan tulis kuno (pisau pangot dan tempat tinta) yang digunakan untuk menulis di daun lontar, hingga papan warige, turut dipamerkan dalam pameran temporer yang dilaksanakan mulai 30 November hingga 5 Desember 2021.
Koleksi naskah lontar ini merupakan salah satu koleksi unggulan yang dimiliki museum NTB.
Yunita, pemandu Museum Negeri NTB mengatakan, naskah yang dipamerkan kali ini adalah naskah dari pulau Lombok.
"Ada banyak sekali koleksi naskah kuno yang harus dilestarikan termasuk juga tradisi pepaosan (membaca naskah lontar)," kata Yunita, Rabu (1/12/2021).
Sekitar 25 koleksi lontar dan naskah kuno yang dipamerkan, berisi tentang berbagai macam hal. Salah satunya tentang ilmu pengetahuan.
Ada lontar perbintangan dan papan warige yang digunakan masyarakat suku Sasak zaman dahulu untuk menentukan penanggalan kalender.
"Ternyata masyarakat Sasak pada jaman dulu sudah luar biasa mengenal ilmu astronomi. Yang dikenal oleh masyarakat Sasak itu namanya rasi bintang rowot kalau di internasional itu rasi bintang Pleiades," kata Yunita.
Masyarakat zaman dahulu merepresentasikan bentuk rasi bintang rowot, terhadap fenomena alam yang ada dan diterjemahkan dalam papan warige.
Baca juga: Gambar Cadas di Pulau Kisar dan Kaimear, Maluku, Jelaskan Rute Kemaritiman Manusia Purba
"Inilah nantinya yang digunakan untuk menentukan kapan hari menanam baik, menentukan datangnya musim kemarau dan musim hujan," kata Yunita.
Saat ini museum NTB memiliki koleksi 1.300 lebih naskah kuno.
Beberapa naskah kuno ini sudah dikaji dan diterjemahkan. Tetapi belum semua naskah kuno ditransliterasi dan dikaji.
"Harapan kami, mudah-mudahan ke depan semakin banyak naskah yang diterjemahkan dan dikaji," kata Yunita.
Sekolah filologika
Untuk tetap melestarikan naskah lontar ini, Museum NTB membuka sekolah filologika. Tujuannya untuk mempelajari naskah kuno yang ada di NTB.
Di sekolah filologika ini, peserta diajarkan menulis dan membaca huruf atau aksara Sasak yang ada di naskah lontar. Menurut Yunita, membaca naskah lontar tidak mudah.
"Meski sudah mengenal dan mempelajari aksara Sasak, tetapi ketika membaca naskah lontar itu beda karena setiap penulis itu mempunyai karakter berbeda-beda. Itu kesulitan kami selama ikut sekolah filologika," kata Yunita.