KUPANG, KOMPAS.com - Bupati Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT) Djafar H Achmad, berencana akan menjadikan lokasi berkumpulnya Elang Flores sebagai wisata baru di daerah itu.
Untuk mendukung wisata tersebut, kata Djafar, dirinya akan memperbaiki infrastruktur pendukung menuju lokasi berkumpulnya Elang Flores di Kecamatan Wolojita.
"Kita ini kita sudah anggarkan Rp 9 miliar untuk memperbaiki jalan yang rusak," ujar Djafar, saat membuka acara peluncuran program penelitian dan pengembangan adopsi sarang burung terancam punah Elang Flores yang digelar di Kecamatan Wolojita, Kabupaten Ende, Selasa (30/11/2021).
Baca juga: Terancam Punah, Populasi Elang Flores NTT Hanya Tersisa 100 Pasang
Djafar menyebutkan, di Ende saat ini terkenal dengan Danau Kelimutu dan juga rumah adat di wilayah Nggela, Kecamatan Wolojita.
Menurut Djafar, saat melintasi wilayah Kecamatan Wolojita, dia merasakan langsung kondisi jalan yang rusak berat.
"Saya tadi melintas menuju sini (Kelurahan Wolojita), jalannya rusak dan saya malu dengan masyarakat saya," kata Djafar.
Sehingga dia memastikan, jalan yang melintasi wilayah tempat berkumpulnya burung elang Flores hingga rumah adat Nggela, akan segera diperbaiki pada tahun 2022 mendatang.
Baca juga: Anak Sekolah di Ibu Kota Flores Timur Masih Belajar Pakai Pelita, Begini Tanggapan PLN
Djafar pun meminta semua pihak mempersiapkan tempat yang baik dan juga sarana prasarana pendukung lainnya, agar wisatawan bisa melihat burung elang itu di Wolojita.
Dia mengaku senang dengan kegiatan pengembangan burung Elang Flores, sehingga dirinya langsung hadir untuk meluncurkan program penelitian dan pengembangan adopsi sarang burung.
"Kalau kita tetap melestarikan Elang Flores ini maka kita akan diakui oleh dunia karena satwa ini nyaris punah," kata dia.
Djafar mengharapkan dukungan dari semua pihak agar Elang Flores bisa tetap hidup dan berkembang biak lebih banyak lagi.
Baca juga: Kecelakaan Minibus dan Motor di Jalan Trans Flores, 1 Orang Tewas, 4 Luka-luka
Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kupang Erwin, mengatakan, populasinya Elang Flores saat ini hanya tersisa 100 pasang di alam liar.
Menurut Erwin, program adopsi sarang Elang Flores dijalankan oleh tim yang dikomandoi oleh Oki Hidayat, salah satu staf peneliti yang telah meneliti burung-burung yang ada di NTT selama 11 tahun.
Erwin menyebutkan, pada tahun 2021, satu anak Elang Flores telah menetas, tumbuh sehat.
Berdasarkan laporan dari tim di lapangan lanjut dia, anak elang tersebut kini telah mampu berburu makanannya sendiri dan hidup mandiri.
"Ini merupakan sebuah pencapaian besar dan sangat berarti bagi peningkatan populasi jenis ini, yang diperkirakan saat ini hanya tersisa 100 pasang di alam," ungkap Erwin.
Baca juga: Hamili 3 Wanita dalam Setahun, Pemuda di Flores Timur Ditahan Polisi
Keberadaan dan kehidupan Elang Flores di Wolojita, kata dia, merupakan sebuah informasi yang sangat berharga dalam dunia ilmu pengetahuan, khususnya dunia ornitologi.
Sehingga, diperlukan instrumen pencatatan dan pengumpulan data yang tepat baik dari sisi teknik dan metode agar informasi tersebut dapat bernilai secara saintifik.
Model pemantauan, pencatatan dan pelaporan aktifitas Elang Flores yang dilakukan oleh kelompok Jatabara merupakan bentuk citizen science.
Untuk itu, tim memberikan keterampilan dan peningkatan kapasitas kelompok dalam hal pencatatan data di lapangan dalam bentuk pelatihan penggunaan teropong, teknik fotografi burung serta berbagai skills lainnya.
Untuk menguatkan citizen science ini, dibuat pula aplikasi mobile untuk mencatat data habitat, merekam informasi pohon penting, sarang bagi Elang Flores serta simpul database pengamatan catatan perjumpaan.
"Selanjutnya kami juga melakukan ekoliterasi Elang Flores di SDK Wolojita," kata dia.
Baca juga: Guru di Flores Timur yang Cabuli Siswinya Terancam 15 Tahun Penjara
Kegiatan tersebut dimaksudkan untuk membangun pengetahuan dan kesadaran sejak dini mengenai burung Elang Flores.
"Kami membuat sebuah perangkat berupa activity book Elang Flores, sebuah media bergambar dengan ilustrasi menarik yang diselingi dengan aneka permainan di dalamnya," ujar dia.
Erwin mengatakan, antusisme siswa dan tenaga pendidik begitu tinggi.
"Kami berharap ke depannya buku ini dapat dijadikan salah satu muatan lokal pendidikan konservasi yang berada di dalam kurikulum sekolah," kata Erwin.
Baca juga: Perjuangan Siswa SD di Flores, Tempuh Perjalanan Laut 5 Jam demi Listrik dan Jaringan Internet
Selanjutnya yang tak kalah penting, lanjut Erwin, yaitu pihaknya telah melakukan pemberdayaan ekonomi masyarakat khususnya kelompok tenun ikat.
Pihaknya mendorong kelompok tenun ikat untuk membuat atau menciptakan motif baru yaitu motif Elang Flores.
Dengan terciptanya motif ini, pihaknya ingin mencoba mensinergikan, mengikat dan menyatukan antara budaya dan pelestarian Elang Flores.
Motif Elang Flores yang berada di tenun ikat, sebagai simbolisasi keterikatan yang kuat Elang Flores dan masyarakat.
"Kami juga perlu sampaikan bahwa kami juga telah mengkomunikasikan karya tenun ikat motif Elang Flores ini kepada Dewan Kerajinan Nasional Daerah Provinsi NTT (Dekranasda). Mereka siap untuk membeli tenun ikat motif Elang Flores karya mama-mama penenun dari Wolojita," ungkapnya.
Baca juga: Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores Gelar Workshop untuk Pelaku Wisata
Selain itu kata Erwin, akan ada bantuan peralatan pemantauan elang seperti teropong binocular, kamera digital, GPS serta sejumlah peralatan lainnya, yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk memantau keberadaan dan aktifitas Elang Flores di Wolojita.
Pihaknya berterima kasih kepada sejumlah pihak, diantaranya Airnav Indonesia, Pemda NTT dan masyarakat yang telah berkenan bersinergi mewujudkan terlaksananya program adopsi sarang Elang Flores.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.