"Mortir kaliber 81 milimeter perlu dipersiapkan sebelum diluncurkan. Jika pelatuk (firing pin) tidak dinyalakan, mortir tetap dapat ditembakkan tapi tanpa benar-benar meledak," tuturnya.
Senjata ini biasa digunakan dalam pertempuran di kawasan hutan, katanya. Alasannya, mortir ini berdaya ledak besar dan dapat ditembakkan ke sasaran yang posisinya tidak jelas.
BBC News Indonesia sudah berulang kali berusaha melakukan konfirmasi kepada pimpinan Kodam Cenderawasih terkait penggunaan mortir yang dituduhkan kepada mereka.
Namun hingga liputan ini dipublikasikan, permintaan wawancara itu tidak ditanggapi.
Kepada Majalah Tempo, Panglima Kodam Cenderawasih, Mayjen Ignatius Yogo Triyono, membenarkan bahwa pasukannya menembakkan mortir di Kiwirok.
Baca juga: KKB Masih Berkeliaran di Distrik Kiwirok, Polda Papua: Mereka Ganggu dari Jauh
Yogo berkata, pasukannya membutuhkan mortir karena medan Pegunungan Bintang yang terjal. Ledakan mortir, kata Yogo, dapat membuat efek kejut pada kelompok TPNPB.
Tulisan yang tertera pada mortir yang ditemukan di Kiwirok merujuk pada perusahaan pelat merah Serbia, Krusik. Mortir Krusik kaliber 81 milimeter pernah dipamerkan ISIS dalam video yang mereka rilis, November 2019.
Merujuk laporan lembaga pemantau berbasis di Bulgaria, Arms Watch, persenjataan yang diproduksi Krusik digunakan milisi ISIS di Suriah dan Yaman.
Militer Ukraina juga menggunakan persenjataan Krusik saat berkonflik dengan milisi pro-Rusia.
Baca juga: Kiwirok Kosong karena Masyarakat Ketakutan dengan KKB
Krusik saat ini tengah menjadi sorotan, termasuk oleh Parlemen Eropa, atas dugaan korupsi pimpinan mereka dan pejabat tinggi Serbia. Krusik dituding melakukan kongkalikong dengan sejumlah pemasok senjata swasta, salah satunya yang berbasis di Arab Saudi.
Indonesia adalah negara tujuan ekspor persenjataan terbesar Serbia pada tahun 2019. Fakta ini merujuk dokumen Kementerian Perdagangan Serbia.
Pemerintah dan DPR membuat aturan khusus berupa UU 3/2019 tentang kerja sama bidang pertahanan antara Indonesia dan Serbia. Salah satu poin dalam beleid itu adalah kerja sama pengadaan alat pertahanan.
Baca juga: Distrik Kiwirok Sunyi karena Gangguan KKB, Warga Mulai Mengungsi
Anggota Komisi I DPR dari Dapil Papua, Yan Permenas Mandenas, dalam akun Instagram miliknya, memamerkan salah satu persenjataan TNI yang dibeli dari Serbia.
Nilai ekspor persenjataan dari Serbia ke Indonesia mencapai 84,9 juta euro atau sekitar Rp1,4 triliun pada tahun tersebut. Nilai ekspor persenjataan dari Serbia ke Indonesia lebih besar daripada ke Amerika Serikat, berselisih sekitar Rp400 miliar.
Pada 2020, total impor persenjataan seperti mortar, howitzer, dan senjata api dari Serbia ke Indonesia mencapai US$1,8 juta atau sekitar Rp25,7 miliar, menurut laporan Badan Pusat Statistik.
Mantan jenderal bintang tiga TNI Angkatan Darat yang kini menjadi Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional, Agus Widjojo, ragu militer melakukan serangan udara untuk menghadapi kelompok pro-kemerdekaan di Kiwirok dan wilayah lain di Papua.
Baca juga: Prajurit TNI Gugur Ditembak KKB Saat Jaga Proses Evakuasi Jenazah Suster Gabriela di Kiwirok
"Operasi di Timor Timur dulu masuk kategori insurgency plus sehingga militer menggunakan bantuan tembakan taktis dari udara, walau tidak secara besar-besaran," tuturnya.
Dari perspektif militer, menurut Agus, serangan udara untuk menghadapi TPNPB tidak efisien. Ia merujuk pesebaran milisi pro-kemerdekaan yang tidak terpusat dan jumlahnya yang tidak masif.
Bagaimanapun, Agus menyebut mortir adalah persenjataan militer. Penggunaannya, kata dia, harus didasarkan pada dasar hukum yang jelas.
Baca juga: Situasi di Kiwirok Tidak Kondusif, Kapolda Papua: Kalau Warga Ingin Dievakuasi, Kita Evakuasi
"Sepatutnya ada akuntabilitas. Sebetulnya transparansi ini bisa terwujud dengan dorongan elemen lain. DPR, misalnya, bisa bertanya apa payung hukum operasi di Papua," kata Agus.
"Kalau dorongan itu tidak kuat, TNI dan aparat keamanan bisa merasa tidak diingatkan, apa yang boleh dan tidak boleh, apa yang benar dan yang belum benar.