Desa Tegalrejo, kata Khusnu, dalam pengumpulan dana PBB dibagi menjadi 10 blok atau area di mana setiap area terdapat seorang pamong blok yang bertugas menarik dana PBB dari warga.
"Jadi tugas tersangka mengumpulkan dana PBB tidak ada kaitannya dengan jabatannya sebagai seorang sekretaris desa. Jabatan sebagai kolektor pajak adalah jabatan tersendiri," jelas Khusnu.
Menurutnya, tidak semua sekretaris desa merupakan seorang kolektor pajak seperti tersangka AA.
Sebagai seorang kolektor pajak, kata dia, AA menerima setoran dana PBB 10 pamong blok di bawahnya dan selanjutnya menyetorkan dana tersebut ke Bappeda.
Perkara ini ditangani pihak Polres Blitar setelah adanya pengaduan sejumlah warga Desa Tegalrejo terkait dana PBB yang dibayarkan warga melalui kepala dusun masing-masing yang akhirnya disetorkan kepada AA selaku sekretaris desa.
Baca juga: Larang ASN Cuti Saat Nataru, Wali Kota Blitar: Kalau Telanjur Harus Dibatalkan
Selama dua tahun mulai 2019, AA diduga tidak membayarkan dana PBB ke Dispenda Kabupaten Blitar meski warga telah rutin membayar melalui kepala dusun.
Kepada Kompas.com akhir bulan lalu, perwakilan warga Eko Budi Winarto mengeklaim dana PBB yang digelapkan AA selama dua tahun itu mencapai Rp 130 juta.
Menurut Eko, kasus itu diketahui warga setelah ada salah satu warga Tegalrejo yang tidak dapat memproses akta penjualan sebidang tanah lantaran masih menunggak pembayaran PBB. Padahal, warga tersebut rutin membayar PBB melalui kepala dusun.
Setelah melalui musyawarah desa, sejumlah warga menuntut AA mengundurkan diri dari jabatannya dan mengembalikan dana PBB yang diduga telah dia gelapkan.
AA dilaporkan ke polisi setelah menolak mengembalikan dana PBB tersebut dan juga menolak mengundurkan diri dari jabatannya sebagai sekretaris desa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.