LAMONGAN, KOMPAS.com - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lamongan mengupayakan perahu tradisional ijon-ijon diakui menjadi warisan budaya nasional.
Langkah ini diambil setelah sebelumnya, ritual Mendhak Sangring dari Desa Tlemang, Kecamatan Ngimbang, Lamongan ditetapkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Nasional atau intangible cultural heritage.
Baca juga: Tanggul di Lamongan Kembali Ambrol, Puluhan Rumah dan Ratusan Hektar Tambak Terendam
Bentuk perahu tradisional ijon-ijon Lamongan tak sama dengan perahu pada umumnya.
Warga Desa Kandangsemangkon, Kecamatan Paciran, Lamongan mengklaim, perahu ini hanya dapat dijumpai di tempat mereka saja.
Kepala Desa Kandangsemangkon Agus Mulyono mengatakan, perahu tradisional ijon-ijon merupakan peninggalan sejak masa lampau.
"Kami sudah mematenkan perahu ijon-ijon di Balai Pelestarian Cagar Budaya, jadi tidak bisa diakui desa lain. Tidak bisa diakui oleh daerah lain, kecuali Lamongan dan Kandangsemangkon," kata Agus.
Menurut Agus, sejarah perahu tradisional ijon-ijon yang berasal dari Desa Kandangsemangkon juga tertuang dalam sebuah buku karya Siti Munawaroh, Ambar Adrianto, dan Suwarno tahun 2017.
Baca juga: Lamongan Nol Pasien Covid-19, Kadinkes: Ini Bukan Akhir, Ancaman Tetap Ada
Agus Mulyono menceritakan, proses pembuatan perahu tradisional ijon-ijon juga didapatkan warga Desa Kandangsemangkon secara turun-temurun dan otodidak.
Di mana perahu ini memiliki fungsi tidak hanya untuk menangkap, namun juga menyimpan, menampung, mengangkut, hingga mengawetkan ikan hasil tangkapan.
Oleh warga, perahu ijon-ijon dikonotasikan sebagai perahu wedok (perempuan) lantaran memiliki ciri tinggi tumpul.
Selain itu, terdapat juga simbol topeng, mata, alis, sanggul, mahkota dan bunga, pada bagian bodi perahu.
"Setiap bagian kapal itu ada namanya masing-masing. Sesuai perkembangan zaman, dari semula hanya bisa buat perahu 2 sampai 3 GT (gross ton), kini warga sudah bisa buat sampai 30 GT," tutur Agus.
Baca juga: Lamongan Nol Pasien Covid-19, Kadinkes: Ini Bukan Akhir, Ancaman Tetap Ada