Kejanggalan demi kejanggalan yang melingkupi penanganan kasus pembunuhan Jurkani mengundang Tim Advokasi Perjuangan Rakyat Kalimantan Selatan Melawan Oligarki (Jurkani) melaporkan bukti-bukti yang mereka punya ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada 24 November 2011.
Tim Jurkani meminta Komnas HAM berani menginvestigasi dan mengungkap aktor di balik kasus pembacokan yang dialami Jurkani saat melawan tambang ilegal di Tanah Bumbu (Cnnindonesia.com, 24 November 2021).
Mereka menyanggah kontruksi peristiwa yang dibangun polisi. Menurut mereka, peristiwa itu tidak sesederhana soal pengaruh minuman keras. Puluhan pelaku yang naik beberapa kendaraan terkait dengan aktivitas pertambangan ilegal.
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menilai kasus Jurkani sebetulnya sangat sederhana karena melibatkan banyak orang sehingga berpotensi menjadi saksi.
Komnas HAM ingin memastikan keadilan dalam penyelesaian kasus pembunuhan Jurkani sesuai dengan standar HAM dan harus tidak boleh terulang kembali.
Hingga saat ini, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) belum menyuarakan kejanggalan kasus Jurkani.
Keberadaan tambang batubara di pelosok Kalimantan Selatan memang seperti dua sisi mata uang yang sulit dipisahkan.
Dampak yang menguntungkan dari keberadaan tambang adalah penyediaan lapangan kerja dan putaran ekonomi yang cukup besar.
Keberadaan pertambangan batubara ikut mengubah wajah daerah yang semula kampung jadi kota modern. Batulicin yang dulunya kampung kini berubah wujud menjadi ibu kota Kabupaten Tanah Bumbu yang ramai dan berfasilitas lengkap.
Potensi penerimaan pajak dari pertambangan di Kalimantan Selatan memang agak meleset dari target karena pandemi.
Pada 2020 penerimaan pajak ditargetkan Rp 17,9 triliun namun karena wabah target tersebut diturunkan menjadi Rp 12,8 triliun. Selama ini, sektor pertambangan batubara menjadi penyumbang pajak terbesar di Kalimantan Selatan (Kompas.id, 1 Desember 2020).
Ada lima perusahaan tambang batubara besar di Kalimantan Selatan. Pertama, PT Adaro Energy Tbk yang berbasis di Tabalong. Luas konsesi yang dimiliki mencapai 31.380 hektar yang membentang dari Kalimantan Selatan hingga Kalimantan Tengah. Produksi di tahun 2019 mencapai 58,03 juta ton.
Kedua, PT Arutmin Indonesia yang berafiliasi dengan Grup Bakrie dan telah memperoleh izin konsesi sejak Orde Baru masih bertaji di tahun 1981.
Di Kalimantan Selatan, basis pertambangan Arutmin berada di di Senakin, Banjarmasin. Lalu di Satui, Batulicin, Asamasam, dan Kintap. Arutmin memiliki pelabuhan khusus untuk mengapalkan batubara di North Pulau Laut Coal Terminal.
Ketiga terbesar adalah Jhonlin Group melalui PT Jhonlin Baratama yang dimiliki Andi Syamsudin Arsyad, seorang pengusaha “tajir melintir” asal Bone, Sulawesi Selatan.