JAYAPURA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata memberi saran kepada seluruh stakeholder di Papua yang kerap memiliki masalah dalam melakukan pelepasan lahan.
Kepada media usai pembukaan Rapat Koordinasi Supervisi Pencegahan Korupsi Terintegrasi di Wilayah Papua, Jayapura, Selasa (23/11/2021), ia menyarankan agar pembayaran lahan tidak diberikan kepada perorangan.
Dia menuturkan, seluruh lahan di Papua merupakan kawasan adat sehingga pada proses pelepasannya harus melalui lembaga adat yang ada di masing-masing kabupaten/kota.
"Seharusnya kalau itu tanah adat itu harus dibentuk lembaga adatnya supaya didaftarkan, jangan perorangan, pemerintah daerah harus mendorong itu supaya penyelesaiannya lebih komprehensif, ketika ada pihak adat ada yang mengklaim itu harus lewat lembaga adat," tutur Alex.
Baca juga: Demi Gaet Perempuan dan Menipu, Dicky Mengaku sebagai Mayjen Marinir
Alex menambahkan, ada kecendrungan perusahaan yang ingin melakukan investasi di Papua saat harus melakukan pelepasan lahan, mereka akan membayarkannya secara tunai dan hal itu ia anggap kurang efektif.
Dia menyebut, pihak adat sebagai pemilik lahan seharusnya diberikan kepemilikan saham karena sebagian besar masyarakat adat di Papua belum memiliki kemampuan manajerial keuangan yang baik.
"Akan lebih bijak kalau perusahaan itu memberikan share saham di dalam perusahaan yang akan melakukan investasi," kata dia.
Alex juga mendorong agar adanya kolaborasi antar pihak-pihak terkait yang ingin melakukan investasi di Papua.
Ia mencontohkan, kolaborasi antara PLN dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam membuat sertifikat tanah di berbagai aset milik PLN dianggap efektif dalam mengatasi masalah lahan di Papua.