TARAKAN, KOMPAS.com – Sebanyak tiga murid di SDN 051 Kota Tarakan, Kalimantan Utara, menjadi sorotan karena dugaan mendapat diskriminasi oleh pihak sekolah karena menganut paham Saksi Yehuwa.
Dugaan tersebut diucapkan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Perguruan Tinggi (Mendikbudristek Dikti) Nadiem Makarim.
Nadiem mengatakan, ingin menghapus dosa besar pendidikan, di antaranya intoleransi.
Kasus yang dicontohkan Nadiem terjadi di SDN 051 Tarakan Kaltara.
Baca juga: Guru SMA Negeri di Tarakan Cabuli Anak 11 Tahun di Warung Miliknya
Sebanyak tiga penganut Saksi Yehuwa di sekolah disebut tidak naik kelas selama tiga tahun berturut turut sejak 2018 dengan alasan agama yang dianut.
Kepala Sekolah SDN 051 Tarakan FX Hasto Budi Santoso membantah tudingan terhadap ke sekolahnya.
"Saya tidak setuju dengan pernyataan bahwa terjadi intoleransi di sekolah," ujar Hasto saat dihubungi Kompas.com, Senin (22/11/2021).
Ia menjelaskan, ketiga bocah bersaudara tersebut, saat ini masih berstatus sebagai murid SDN 051 Tarakan. Ketiganya berada di kelas II, IV dan Kelas V.
"Tidak ada perlakuan diskriminatif atau intoleran. Setiap bertemu guru, ketiganya selalu menyapa, hubungan dengan para temannya baik, begitu juga dengan guru gurunya," lanjutnya.
Baca juga: Nadiem Tak Biarkan Intoleransi Terjadi di Dunia Pendidikan
Hasto membenarkan ketiganya merupakan penganut Saksi Yehuwa.
Namun demikian, pihak sekolah tidak pernah mempermasalahkan keyakinan yang dianut.
Hanya saja, sekolah kesulitan untuk membina ketiga anak tersebut.
Ketiga bocah tersebut tidak pernah mau menghormat bendera saat upacara dan menolak menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Pihak sekolah hanya sebatas memberikan pembinaan dengan obrolan dua arah dan tanya jawab, semuanya diterima ketiga anak tersebut dengan baik.
"Tindakan mereka itu lebih pada ranah akidahnya. Saya tidak berani mengatakan tindakan yang didasari keyakinan itu memengaruhi nasionalisme mereka, jadi sebetulnya persoalan ini yang menjadi perhatian kami, bagaimana solusinya," katanya.