Setelah melalui pembicaraan, para petani ini bersepakat untuk melindungi tempat bertelur maleo.
Bahkan para petani ini mengihlaskan sebagian lahan yang menjadi tempat peneluran maleo untuk tidak digarap, mereka membiarkan lokasi ini.
"Awalnya kami mendapatkan 6 butir telur, lalu dipindahkan ke hatchery darurat agar terlindung dari pemangsa seperti biawak, namun sayangnya gagal akibat tanah mengeras akibat hujan. Sebanyak 6 ekor anakan maleo yang baru mebetas tidak mampu menembus kerasnya tanah. Burung malang ini mati di tengah jalan sebelum mencapai permukaan tanah,” ungkap Basri Lamasese mengenang perjuangan awal pelestarian maleo.
Di habitatnya, sebelum burung maleo bertelur ia akan menggali tanah hingga kedalaman 60-80 sentimeter.
Setelah meletakkan telur dan memastikan tidak ada predator di sekitarnya, sepasang maleo ini akan menimbun telurnya. Kaki-kakinya yang besar dan kokoh dengan cepat mengembalikan tanah seperti sedia kala.
Bahkan jika mereka kurang yakin dengan keselamatan telunya, mereka akan membuat lubang yang mirip untuk mengelabui predator agar tidak menemukan telurnya.
Setelah proses ini berakhir sepasang maleo akan menyerahkan telur kepada panas bumi untuk mengeraminya.
Setelah melewati 60-70 hari telur maleo akan menetas, anakan maleo kecil ini memecahkan cangkang di dalam tanah, ia berusaha sekuat tenaga untuk muncul ke permukaan tanah.
Kakinya yang kokoh mencakari tanah agar dia mampu menembus permukaan, selama proses ini lapisan lemak yang menyelimuti bulu halusnya juga akan terlepas.
Tahap ini merupakan masa kritis bagi bayi burung maleo.
Perjuangan mencakari tanah ini tidak mudah bagi maleo yang baru keluar dari cangkangnya, proses keluar dari dalam tanah untuk menghirup udara permukaan ini tidak mudah, bisa saja ada akar pohon yang menghalanginya, atau tanah yang tadinya gembur berubah jadi keras, bertemu kawanan semut pemangsa, atau bahkan terendam banjir.
Risiko ini menghantui setiap anakan maleo yang baru menetas.
“Dibutuhkan 48 jam bagi anakan maleo yang baru menetas untuk muncul di permukaan tanah,” kata Alfon Patandung, staf Wildlife Conservation Society (WCS).
Setelah berhasil mencapai permukaan tanah, maleo kecil ini tidak serta merta bisa selamat. Ular, elang, biawak, bahkan burung gagak siap menerkamnya kapan saja.
Para predator ini sudah hafal kapan berada di lokasi peneluran untuk mendapatkan mangsa terbaiknya.