KOMPAS.com - Amaq Bengkok, warga Dusun Ebunut, Desa Kuta, Lombok Tengah masih bertahan tinggal di sekitar kawasan Sirkuit Mandalika.
Ia enggan pindah karena masih bersengketa dengan Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) selaku pengembang kawasan.
Amaq Bengkok tinggal di rumah sederhana bersama sang istri, Yamin dan anaknya yang masih duduk di bangku SD, Desi.
Rumah mereka berada sekitar 100 meter dari proyek pengerjaan Sirkut Mandalika. Dari rumah Amaq Bengkok terlihat jelas sebuah bukit dengan logo bertuliskan MGPA, singkatan dari Mandalika Grand Prix Association.
Baca juga: Warga Tanam Kedelai di Pinggir Pagar Sirkuit Mandalika di Lahan yang Masih Sengketa
Mereka menanam kedelai di lahan Amaq Bengkok yang berhadapan langsung dengan pagar Sirkuit Mandalika Service Road.
Pemandangan tersebut dilatarnelakangi dengan logo Mandalika Grand Prix Asossation (MGPA) yang terpampang besar di bukit yang tak jauh dari lokasi bekerja.
Hari itu Amaq Bengkok sedang menanam satu kwintal benih kedelai. Ia meminta bantuan para ibu itu untuk menanam.
Delapan ibu-ibu yang membantu dirinya menanam kedelai masing-masing mendapatkan bayaran Rp 35.000.
"Upahnya Rp 35.000 per orang untuk per harinya. Ada 8 orang yang bekerja tadi, jadi ada sekitar Rp 250.000 lebih untuk mengupah mereka," ungkap Amaq Bengkok.
Ia berharap hasil tanamannya kelak dapat dijualnya dengan harga tinggi, agar bisa menghidupi anak dan istrinya yang masih tinggal di rumah bekas gusuran akibat pembangunan Sirkuit Mandalika.
"Mudah-mudahan tanaman ini besok subur, berhasil panen agar dapat beli beras dan uang saku anak sekolah," ungkap Amaq Bengkok.
Baca juga: Cerita Amaq Bengkok Bertahan di Gubuk Reyot Tak Jauh dari Sirkuit Mandalika: Karena Belum Dibayar...
Dia mempunyai lahan seluas 1,5 hektare, yang merupakan warisan sang ayahnya bernama Aluh.
Ia tidak pernah merasa menjual tanah tersebut. Dari tanah peninggalan orangtuanya itu ia biasa menanam kacang-kacangan dan umbi-umbian untuk hidup bersama keluarga.