KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) telah menetapkan besaran upah minimum provinsi (UMP) 2022.
Penetapan UMP 2022 itu mengacu kepada UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan aturan turunannya PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Hal itu justru mendapat protes dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
"Tuntutan kami pemerintah tak memakai aturan UU Ciptaker dan PP 36. Yogyakarta sebagai daerah istimewa harus berani menetapkan upah di luar mekanisme tersebut," ujar Irsyad Ade Irawan, Sekretaris Jenderal (Sekjen) KSPSI DIY, Rabu (17/11/2021).
Baca juga: Buruh Minta UMP 2022 Naik 8,9 Persen, Ini Respons Gubernur Banten
Menurut Irsyad, PP 36 dan UU Ciptaker menggunakan formula yang aneh atau dan tidak mencerminkan hidup layak riil masyarakat di Yogyakarta.
Selain itu, hal yang janggal menurut Irsyad adalah proses penentuan menggunakan PP 36 dan UU Ciptaker tidak melalui proses survei.
"Tidak ada survei. Dewan pengupahan tinggal menambah, mengurang, dan membagi. Kalau seperti itu dewan pengupahan mending dibubarkan saja. Yang ngitung itu PNS di Disnakertrans pakai kalkulator, ditambah, dikurang kemudian diumumkan," urainya.
Baca juga: Soal Penetapan UMP Sumut, Ini Janji Edy Rahmayadi
Dirinya juga meminta perwakilan KSPSI DIY untuk walk out saat diajak rapat penetapan UMP 2022 DIY.
Alasannya, rapat penetepan UMP 2022 tersebut masih mengacu pada UU Cipta Kerja dan PP 36.
Baca juga: Tuntut Kenaikan Upah 2022, Ratusan Buruh Geruduk Kantor Ganjar Pranowo
"Kemarin menginstruksikan ke perwakilan kami agar WO atau keluar dalam rapat pembahasan upah minimum provinsi. Alasannya, dasar yang dipakai UU Cipta kerja, PP 36 tentang pengupahan. Padahal, kami menolak UU Cipta kerja," kata Irsyad saat dihubungi wartawan, Senin (15/11/2021).
Untuk itu, pihaknya pun mendesak Pemerintah Provinsi DIY untuk menggunakan formula sendiri dalam menentukan upah buruh.
Menurutnya, kenaikan upah di tengah pandemi seharusnya bisa memperbaiki perkonomian masyarakat, mengurangi kemiskinan dan meminimalisir jurang ketimpangan sosial.
"Tuntutan kami pemerintah tak memakai aturan UU Ciptaker dan PP 36. Yogyakarta sebagai daerah istimewa harus berani menetapkan upah di luar mekanisme tersebut," ujar dia.
Irsyag lalu menjelaskan, upah minimum di DIY agar bisa mencapai standar minimum kehidupan hidup layak (KHL) adalah di kisaran Rp 2,5 - 3 juta.
Baca juga: Perekonomian Lokal Tumbuh 4 Persen, Pemprov DIY Janjikan Kenaikan UMP pada 2022