Noben dan Reon lebih banyak menghabiskan waktunya di mess tempat budidaya rumput laut.
Setiap pulang sekolah, kedua bocah ini, biasanya langsung berjalan kaki lumayan jauh menuju daerah pemukiman nelayan di pesisir Tanjung.
Orangtuanya sudah menyiapkan baju ganti dan ransum untuk makan siang sebelum menjalani aktivitas mengikat bibit rumput laut.
Anastasia, ibu dari keduanya, menuturkan kemauan sekolah anaknya bukan atas dasar paksaan, melainkan karena keinginan mereka sendiri demi menggapai cita-cita.
"Tidak ada anak-anakku mau keluarkan uangnya untuk jajan itu. Semua dia kasih masuk tabungan. Sering kami kasih uang kalau hasil mengikat banyak, masing-masing Rp 10.000, tetap saja mereka kasih masuk tabungan. Untuk kebutuhan sekolah, itu saja mereka selalu bilang," tuturnya.
Baca juga: Mengungkap Praktik Perdagangan Anak Buruh Migran di Indramayu, Pelaku Kadang Kerabat Dekat...
Sejauh ini, baik Reon ataupun Noben selalu membeli barang kebutuhan mereka dengan uang hasil keringat mereka sendiri.
Entah itu ponsel Android untuk ikut pelajaran daring dan sepeda bekas untuk mereka bermain bersama anak-anak sebayanya.
"Ndak ada pokoknya mereka minta jajan. Wajar sih karena pagi mereka jalan ke sekolah sudah makan. Pulang sekolah pergi mabettang (mengikat bibit rumput laut) sampai petang. Waktu habis di tempat rumput laut saja memang," lanjut Anastasia.
Meski tidak pernah menikmati waktu bermain layaknya anak anak seumurannya, Reon dan Noben justru asik dan sangat menikmati pekerjaan mereka.
Keduanya selalu kompak mengerjakan semua hal, termasuk berinisiatif mencari penghasilan tambahan.
Leonardus sebagai ayah kedua bocah tersebut juga mengaku cukup bangga dengan keuletan anak anaknya.
Mereka tidak pernah disuruh melakukan sesuatu pekerjaan, tapi selalu bisa menghasilkan uang yang cukup banyak untuk anak seusianya.
"Dari Mabettang saja kalau digabungkan itu bisa dapat sekitar 12 tali sehari. Satu tali seharga Rp 9000, belum lagi mereka bantu masukkan rumput laut kering siap jual ke dalam karung, mereka biasa dikasih upah sampai Rp 70.000 itu. Dalam sehari bisa dapat sekitar Rp 170.000," kata Leonardus.
Baca juga: 11 TKI asal Blitar Meninggal, 1 Jenazah Belum Dipulangkan
Seakan tidak pernah kehabisan akal, si bocah kembali berinisiatif mengumpulkan uang lebih banyak.
Saat mereka melihat banyak rumput laut basah yang baru dipanen berjatuhan ke bawah lantai panggung penjemuran, mereka seakan tanggap dengan peluang tersebut.
Keduanya berinisiatif turun ke bawah panggung lantai penjemuran saat ombak surut, dan mengumpulkannya sedikit demi sedikit.
Hasilnya, mereka jemur sendiri dan meminta orangtuanya menjualkan rumput laut kering yang mereka jemur tersebut.
"Terakhir kali mereka jual rumput kering itu dikasih Rp 600.000 oleh pengepul. Ulet mereka, rajin memang, kalau digabung penghasilan sebulannya lumayan memang," imbuhnya.
Ingin menjadi pintar demi membalas kebaikan orang tua
Saat ditanya mengapa keduanya begitu tidak kenal lelah dalam bekerja, keduanya hanya terdiam dan menunduk semakin dalam.