SEMARANG, KOMPAS.com - Sebanyak 100 karton berisi 288.000 buah pulpen impor dari China disita Bea Cukai di Terminal Peti Kemas Tanjung Emas, Semarang.
Penyitaan itu dilakukan karena pulpen yang dipesan PT Vikom Cahaya Cemerlang (VCC) itu diduga palsu.
Pemasok Yiwu Nine Valley Import and Export Co asal China memakai merek Standard AE7 Alfa tip 0.5 yang merupakan produk buatan Indonesia milik PT Standard Pen Industries.
Baca juga: Bocah 6 Tahun di Brebes Kembali Ceria Usai Uang Koin Rp 1.000 Dikeluarkan dari Tenggorokan
Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Tipe Madya Pabean Tanjung Emas Semarang Anton Martin mengatakan, temuan barang tersebut dilaporkan pada 13 Oktober 2021.
Berawal dari kecurigaan petugas, Bea Cukai melakukan konfirmasi dan notifikasi kepada PT Standardpen Industries selaku pemilik merek yang sudah terekam dalam sistem otomasi kepabeanan barang-barang Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
"Kemudian 15 Oktober kami lakukan pemeriksaan. Ada dugaan barang tersebut palsu. Lalu kami cek kalau merek Standard sudah merekordasi sehingga kami mengkonfirmasi untuk ditindaklanjuti," ujar Anton kepada wartawan, Jumat (5/11/2021).
Pihaknya kemudian meminta penangguhan sementara melalui Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Semarang.
Selain itu juga permintaan pengecekan fisik bersama dengan menyerahkan jaminan biaya penangguhan yang dipersyaratkan ke Bea Cukai Tanjung Emas.
"Setelah penangguhan dikabulkan, selanjutnya pemeriksaan fisik bersama oleh tim Bea Cukai, panitera, hakim pengadilan niaga, saksi ahli, PT Standardpen Industries (pemohon) dan PT VCC (termohon)," ujar Anton.
Baca juga: Gempa Swarm Masih Mengintai, Warga Kabupaten Semarang Diminta Aktifkan Kentongan
Director Chef Manager PT Standardpen Industries, Marsudi mengatakan, pulpen impor itu memiliki nilai sekitar Rp 372 juta.
"Tapi kalau kerugiannya kita bukan hanya senilai itu. Sekian ribu konsumen akan meninggalkan kami, omset kami semakin turun," ungkapnya.
Untuk itu, pihaknya mengambil langkah hukum pidana karena peredaran pulpen AE7 palsu ini sudah sangat mengganggu dan merugikan.
Hal ini berpengaruh terhadap citra perusahaan yang sudah dibangun selama 50 tahun, menurunnya omset dan kepercayaan konsumen.
"Pada akhirnya negara pun akan turut menanggung kerugian. Tetapi hal yang paling penting juga bagi kami adalah kami ingin melindungi konsumen dari produk palsu yang memiliki kualitas buruk,” tegas Marsudi.
Baca juga: Naik Pesawat dari Bandara Ahmad Yani Semarang Bisa Pakai Hasil Antigen
Upaya hukum akan dilanjutkan setelah uji fisik dan penetapan dari pengadilan negeri mengenai adanya pelanggaran HKI.
Hal ini sesuai dengan sanksi UU Merek dan Indikasi Geografis No. 20 tahun 2016 Pasal 99 dengan ancaman pidana 5 tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp 2 miliar.