PALEMBANG, KOMPAS.com - Dinas Kehutanan Sumatera Selatan (Sumsel) mencatat, kondisi kawasan hutan mangrove di Sumsel seluas 62,5 hektare masuk dalam status sangat kritis.
Sementara, 565 hektare lainnya dalam kategori kritis.
Kepala Dinas Kehutanan Sumatera Selatan Pandji Tjahjanto mengatakan, hal itu disebabkan banyaknya pembalakan liar serta aktivitas tambak dan perluasan pelabuhan.
Baca juga: Restorasi Lahan Mangrove di Gresik, Antisipasi Dampak Perubahan Iklim dan Lingkungan
Situasi tersebut, kian hari membuat hutan mangrove semakin tergerus.
Padahal, hutan mangrove berfungsi sangat penting sebagai penyedia sumber nutrisi dan menjaga bentang daerah kawasan pesisir.
“Salah satu produsen perikanan laut di suatu daerah adalah ekosistem dari mangrove. Maka jika hutan mangrove rusak, hasil perikanan di laut akan berkurang,” kata Pandji dalam Lokakarya Pelaksanaan Program Aliansi Restorasi Ekosistem Mangrove (Mangrove Ecosystem Restoration Alliance/MERA) di Palembang,kamis (4/11/2021).
Baca juga: Tanpa Alas Kaki, Jokowi Ikut Tanam Mangrove Bersama Warga di Riau
Pandji menambahkan, luas kawasan mangrove di Sumsel saat ini mencapai 345.990 hektare.
Adapun paling luas berada di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) dan Banyuasin.
Hutan mangrove sendiri juga menyimpan cadangan karbon yang tinggi yakni mencapai 891,70 ton karbon per hektare.
“Hampir setara dengan kapasitas simpanan cadangan karbon di kawasan gambut,” ujarnya.