BANGKA, KOMPAS.com - Aktivitas penambangan timah oleh rakyat atau dikenal juga dengan penambangan timah inkonvensional (TI) di Kepulauan Bangka Belitung kian marak.
Hal ini dipicu kenaikan harga timah batangan di pasaran dunia.
Melansir dari laman Indonesia Commodity and Derivatives Exchange (ICDX) pada triwulan IV 2021, harga timah menyentuh angka USD 37.760 per metrik ton.
Buntut kenaikan harga di pasar global, harga beli pasir timah dari para penambang ikut terdongkrak.
Di tingkat penambang harga beli berkisar Rp 150.000 hingga Rp 200.000 per kilogram.
Bahkan kolektor untuk smelter swasta ada yang membayar di atas Rp 200.000 kepada para penambang.
Sehingga banyak warga Bangka Belitung yang beralih sebagai penambang TI. Harga yang ditawarkan kolektor tersebut naik hingga dua kali lipat dari biasanya.
Di sisi lain kenaikan harga jual timah juga memicu terjadinya lonjakan permintaan bahan bakar minyak (BBM).
Selama 2021, kuota premiun untuk Belitung dan Belitung Timur masing-masing sebanyak 33.007 kiloliter dan 19.993 kiloliter. Kabupaten Bangka 36.769 kiloliter, Bangka Selatan 19.983 kiloliter, Bangka Tengah 23.513 kiloliter, Bangka Barat 27.068 kiloliter, dan Kota Pangkalpinang 12.772 kiloliter.
"Kami melihat ini sebagai salah satu instrumen penggerak ekonomi rakyat di tengah pandemi Covid-19. Tapi juga kami sampaikan pada Gubernur agar meminta Pertamina untuk menambah stok BBM mereka," kata Wakil Bupati Belitung Isyak Meirobie saat dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (29/10/2021).
Baca juga: Erick Thohir Ingin Hadirkan10.000 Pertashop Dalam Tiga Tahun ke Depan
Isyak menuturkan, kenaikan harga timah membuat warga berbondong-bondong menambang.
Selain disebabkan harga yang menggiurkan, aktivitas tambang dilakoni warga karena banyak lapangan pekerjaan lain yang terhenti karena pandemi.
Kepulauan Bangka Belitung merupakan potret daerah tambang dengan komoditas utama timah batangan.
Sedianya, provinsi hasil pemekaran dari Sumatera Selatan yang baru berusia 21 tahun itu telah mencanangkan pariwisata sebagai alternatif perekonomian setelah tambang.
Namun, saat harga timah melambung tinggi seperti tahun ini, aktivitas penambangan kembali merambah setiap jengkal daerah yang dikenal dengan negeri Laskar Pelangi itu.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kepulauan Bangka Belitung mencatat, ekspor komoditas timah naik 134,10 persen pada Juli 2021.
Negara tujuan ekspor utama yakni Singapura dengan pangsa pasar 15,30 persen. Disusul Korea Selatan, Belanda, India dan Jepang di angka 11,70 hingga 13,16 persen.
Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Erzaldi Rosman membenarkan, kenaikan harga timah berdampak pada tingginya permintaan BBM di kalangan masyarakat.
"Kami telah berkoordinasi dan bertemu langsung dengan pihak PT Pertamina. Disepakati agar stok BBM ditambah dan untuk jangka panjang akan ditingkatkan juga kapasitas depot penampungan di Bangka Belitung," ujar Erzaldi.
Lokasi yang diusulkan untuk pembangunan depot atau storage baru yakni di kawasan pengembangan Pelabuhan Tanjung Gudang, Belinyu.
Adapun selain upaya menambah pasokan, masyarakat juga telah diperkenalkan dengan unit usaha baru program dari PT Pertamina yakni Pertashop atau SPBU mini.
Unit usaha ini dipersiapkan untuk desa di Indonesia termasuk juga di Kepulauan Bangka Belitung.
"Pertashop ini sudah ada di Bangka. Masyarakat menjual BBM jenis Pertamax dan Dexlite sehingga ini membuat distribusi BBM lebih merata," ujar Erzaldi.
Erzaldi mendukung kehadiran Pertashop untuk menggerakkan ekonomi desa. Kehadiran Pertashop juga dianggap memudahkan masyarakat mendapatkan BBM berkualitas dengan standar dan harga Pertamina.
"Harapan kami dengan kehadiran Pertashop di perdesaan, akan memudahkan masyarakat di pedalaman mendapatkan jenis bahan bakar yang ramah lingkungan, selain dapat memberikan kesempatan bagi pelaku UMKM (Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah) kita berkembang. Sehingga bisnis ini tidak hanya dikuasai orang-orang tertentu saja," ungkap Erzaldi.
Ke depan, ia meminta pemilik gerai Pertashop untuk mengembangkan usahanya dengan menjual pelumas kendaraan dan gas LPG, serta mengajak pelaku UMKM untuk memperluas distribusi BBM di daerah pelosok.
Baca juga: Pertashop Makin Diminati, Omzet Penjualan Bisa Rp 150 Juta Per Bulan
Salah satu pemilik gerai Pertashop di Desa Bukit Layang, Bangka, Ahmad Sartono mengatakan, peluang bisnis di sektor ini cukup menjanjikan.
"Meskipun baru buka lima hari yang lalu, omzetnya lumayan sekitar 200 liter per hari," ujar Ahmad.
Ahmad pun memprediksi aktivitas penambangan yang kian marak akan berdampak ada kenaikan penjualan BBM di Pertashop.
Dibangun di lahan seluas 15x17 meter, Pertashop milik Ahmad menggunakan satu modular Pertamax dan akan ditambah satu modular lagi untuk Dexlite.
Ia juga menerima penawaran dari Pertamina untuk menjual pelumas dan gas LPG. Sementara dari pihak BRI menawarkan fasilitas pembayaran BRIlink.
"Pengurusan perizinan gerai dimulai dari pemerintah desa yang nantinya mengeluarkan surat rekomendasi. Kemudian surat tersebut diserahkan ke Pertamina untuk ditinjau dan jika syarat dipenuhi izin akan diberikan," jelas Ahmad.
Excecutif General Manager Pertamina MOR II Sumbagsel, Asep Wicaksono Hadi mengatakan, Pertashop akan melengkapi lembaga penyaluran BBM yang sudah ada.
Untuk Kepulauan Bangka Belitung, pihaknya menyiapkan lima sampai 15 modular Pertashop. Jumlah itu bisa ditambah seiring berkembangnya usaha Pertashop di desa-desa.
"Memang kebutuhan BBM di Kepulauan Bangka Belitung meningkat karena naiknya harga timah. Kami ada Pertashop sebagai solusi yang paling mudah dan cepat untuk direalisasikan," ujar Asep saat pertemuan dengan gubernur Bangka Belitung, pekan lalu.
Dikutip dari Pertamina.com, Pertashop (Pertamina Shop) adalah outlet penjualan Pertamina berskala tertentu yang dipersiapkan untuk melayani kebutuhan konsumen BBM non subsidi, LPG non subsidi, dan produk ritel Pertamina lainnya dengan mengutamakan lokasi pelayanannya di desa atau di kota.
Program Pertashop mencakup pengadaan perangkat berupa totem, tangki, dan instalasi. Kemudian pelatihan dan pendampingan petugas operator, magang calon operator di SPBU Pertamina, pelatihan pemadaman serta pembinaan secara periodik.
Baca juga: Pertamina Ingin Bangun 10.000 Pertashop
Modal yang dibutuhkan untuk membangun gerai Pertashop bervariasi sesuai jenis. Untuk tipe Gold dibutuhkan modal Rp 250 juta, Platinum Rp 400 juta, dan Diamond Rp 500 juta.
Sementara syarat lahan untuk tipe Gold yakni 210 meter persegi, Platinum 300 meter persegi dan Diamond 500 meter persegi.
Semakin besar modal yang dikeluarkan, maka fasilitas yang didapatkan juga semakin lengkap.
Menariknya, selain dengan modal sendiri, pembangunan Pertashop juga bisa menggunakan kredit usaha rakyat (KUR) melalui bank penyalur yang sudah bekerja sama.
Hingga akhir 2020 jumlah Pertashop yang sudah terealisasi mencapai 606 unit. Kemudian ada target penambahan 10.000 unit selama 2021 sehingga jumlahnya mencapai 10.606 unit.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.