Bisa jadi aturan akan diperketat, salah satunya dengan penerapancopy right.
Belum lagi besarnya keinginan masyarakat mendapatkan penghasilan dari YouTube membuat beberapa konten kreator melakukan apapun demi konten.
Dendi melihat kebijakan yang ketat ini membuat YouTube pelan-pelan bisa slowdown.
Sebenarnya, sambung Dandi, melakukan apa pun demi konten merupakan hal yang sudah terjadi sejak lama.
Dulu, dunia mengenal surat kabar. Agar bisa mendapat ketenaran, selalu ada orang-orang yang melakukan hal yang tidak seharusnya.
Hingga akhirnya berita menjadi tidak akurat. Begitu pun di zaman radio, sempat ramai hoaks penyerangan dari Mars dengan membuat suara seperti asli.
“TV sama saja. Intinya, apa pun medianya, dalam teori media dikenal Desire To Be Known, selama manusia memiliki keinginan itu (terkenal), apa pun bentuk medianya pasti akan terjadi,” ucap dia.
Untuk itu dibutuhkan penguatan literasi dari penonton maupun YouTuber.
Contohnya salah satu artis yang dikenal sebagai pengoleksi binatang eksotis.
Namun, sekarang artis itu mulai mengampanyekan bahwa bukan hal yang baik untuk mengoleksi binatang eksotis seperti yang pernah dia lakukan karena berdampak pada lingkungan.
Dandi mengatakan, fenomena YouTuber tidak akan mengubah pandangan orang untuk mencari pekerjaan mainstream,
Hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya orang yang tetap mencari pekerjaan real.
“Contohnya, pembukaan PNS selalu ngantre dan yang gagal (jadi PNS) juga banyak,” ujar Dandi.
Dandi menyarankan agar para YouTuber tidak terlalu menggantungkan hidup pada platform YouTube.
Dia mencontohkan seorang anggota polisi yang melepaskan seragamnya usai terkenal karena konten YouTube yang viral. Anggota polisi ini bahkan sempat bolak-balik masuk televisi.
Namun, kini nama polisi itu tak lagi terdengar. Begitu pun konten YouTubenya yang tak ramai ditonton dibandingkan konten saat dia pertama kali dikenal publik.
“Risikonya tinggi untuk menggantungkan hidup (dari YouTube),” tutur Dandi yang juga menjabat Kepala Kantor Komunikasi Unpad.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.