Ditemukan pada awal tahun 2019, Situs Kumitir yang ada di Dusun Bendo, Desa Kumitir, Kabupaten Mojokerto, masih dalam proses ekskavasi.
Ismail yang menjadi bagian dalam proses ekskavasi itu mengatatakan, temuan situs yang diperkirakan membentang lebih dari 6 hektare itu baru terbuka 30 persen.
Sehingga ekskavasi masih akan terus dilanjutkan.
“Khusus untuk Kumitir ini memang masih dalam ekskavasi lanjutan. Jadi tahun ini juga akan diekskavasi lagi. Dan, kita masih mencoba mengejar data untuk sisi di sebelah barat,” kata dia.
Menurutnya, temuan situs sejarah di lokasi itu sangat komplek.
Selain struktur bangunan, di lokasi itu ditemukan peninggalan sejarah lainnya seperti fragmen atau pecahan gerabah, keramik asing, dan fragmen dari arca.
“Kemudian di bagian tengah, di sektor ABC itu ada struktur bangunan yang begitu menarik. Mungkin itu bagian penting dari area itu dan juga sejumlah batu yang sangat mungkin bagian dari candi. Jadi ini memang temuan yang betul-betul harus dikaji secara komprehensif sebelum akhirnya dibuat kesimpulan, ini sebenarnya situs apa,” kata dia.
Perkiraan sementara, daerah temuan situs itu merupakan bekas lokasi bangunan istimewa yang menjadi rangkaian dari komplek Ibu Kota Kerajaan Majapahit yang berpusat di Trowulan.
Situs Kumitir dan Trowulan terpaut jarak 2 kilometer ke arah timur.
Baca juga: Wayang Topeng Jatiduwur di Jombang, Kesenian yang Diduga Peninggalan Majapahit
Perkiraan ini berdasarkan pada pencocokan antara data arkeologis yang ditemukan di lapangan dan cerita sejarah yang ada di dalam Kitab Negarakertagama dan Serat Pararaton.
Dua naskah kuno ini mengisahkan kehidupan di masa lalu, mulai dari Kerajaan Singasari hingga Kerajaan Majaphit.
“Jadi arkeologi itu tidak bisa berdiri sendiri. Dari data arkeologi di lapangan kami perlu mendapatkan dukungan dari data tekstual, data tertulis. Yang bisa kami gunakan ada dua, yaitu Negarakertagama dan Serat Pararaton. Dengan menghubungkan dari data lapangan dan data tekstual itu, muncul beberapa gambaran terkait dengan Situs Kumitir itu. Jadi dugaannya sekarang sudah mulai agak terarah menuju pusat permukiman yang istimewa, permukiman yang bukan umum, tapi istimewa,” ujar dia.
Konteks permukiman istimewa ini didasarkan pada struktur bangunan diperkirakan dibangun sepanjang 318 meter dan lebarnya 205 meter.
Bangunan ini diperkirakan fasilitas yang khusus untuk kalangan tertentu di masa lalu.
Selain itu, di komplek itu hanya ditemukan satu pintu gerbang yang menandakan bahwa komplek permukiman itu hanya memiliki satu pintu sebagai akses masuk.
“Gerbangnya ada di sebelah barat. Di sebelah timur sudah dilacak semua sudah tidak ada sisa gerbang. Gerbanganya di sebelah barat. Kalau di perumahan modern seperti one way gate, satu pintu masuk,” ujar dia.
Data lainnya menunjukkan bahwa di lokasi itu juga terdapat pendarmaan Mahesa Cempaka, salah satu pembesar Kerajaan Singasari yang merupakan leluhur Kerajaan Majapahit.
Mahesa Cempaka hidup saat Kerajaan Singasari dipimpin oleh Raja Wisnuwardhana.
“Yang menarik di situ adalah, pada sektor ABC, dugaan di sana mungkin juga dilengkapi dengan bangunan candi. Kalau menurut sumber tekstual, tempat pendarmaan dari suatu leluhur Majapahit di masa Tumapel (Singasari) yaitu Mahesa Cempaka,” kata dia.
“Ini adalah suatu dugaan yang didukung oleh data. Maka ini perlu kajian lebih lanjut. Masih melakukan upaya sitesis antara data di lapangan, penyesuaian peta berdasarkan data teks,” ujar dia.
Di sisi lain, temuan Situs Kumitir juga memperkuat hipotesa dari salah satu profesor asal Singapura yang menyebut, permukiman di masa Kerajaan Majapahit berbentuk klaster.
“Jadi didukung dengan data ini. Dengan model klaster, di dalamnya ada banyak rumah dengan fasilitas umum dilengkapi dengan pengamanan berupa dinding atau tembok keliling,” kata dia.