KOMPAS.com - Putri Presiden Pertama RI Diah Mutiara Sukmawati Soekarnoputri menjalani ritual pindah agama Hindu pada Selasa (26/10/2021).
Ritual tersebut dilakukan di kawasam Sukarno Heritage Bale Agung Siangaraja, Buleleng, Bali.
Penanggung jawab acara yang juga Kepala Soekarno Center Arya Wedakarna mengatakan, pelaksanaan ritual tersebut bertepatan dengan ulang tahun Ke-70 Sukmawati Soekarnoputri.
"Prosesnya sama seperti masyarakat biasa, ada proses upacara adat Sudhi Wadani, disaksikan parisdha, dan juga tokoh-tokoh hindu, dan memang sangat terbatas dan menjalankan protokol kesehatan," kata dia.
Sudhi wadani berasal dari kata sudhi dan wadani. Sudhi dari bahasa Sansekerta yang berarti penyucian, persembahan, upacara pembersihan.
Sedangkan Wadani berarti perkataan atau pembicaraan.
Dikutip dari Tribun Bali, Waka Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali, Pinandita I Ketut Pasek Swastika menjelaskan Sudhi Wadani adalah proses seseorang dari agama lain untuk menjadi Hindu.
Ada dua macam jenis pelaksanaan Sudhi Wadani. Pertama karena pernikahan dan kedua karena atas kesadaran sendiri.
Baca juga: Adik Megawati hingga Kontroversi Puisi, Ini Profil Sukmawati Soekarnoputri
“Untuk yang dikarenakan kemauan sendiri harus ada surat keterangan dari orang tua, serta dua orang saksi yang melengkapi diri dengan KTP. Yang akan melangsungkan prosesi ini juga harus siap menandatangani surat pernyataan,” kata Pinandita Swastika.
Pelaksanaan Sudhi Wadani bisa dilakukan di Kantor PHDI setempat, rumah sendiri, ataupun di griya.
Sedangkan banten (sarana upacara Hindu) yang digunakan pun sederhana yakni cukup pejati, sementara untuk di griya biasanya menggunakan banten ayaban tumpeng lima.
“Itu bisa dipilih, karena agama itu rasa. Mau di PHDI boleh, karena di Kantor PHDI ada Padmasana. Di griya juga boleh, atau di rumah juga boleh,” imbuhnya.
Baca juga: Sukmawati Soekarnoputri Akan Jalani Ritual Pindah Agama Hindu di Buleleng Bali
Sementara untuk banten di bawah bisa menggunakan segehan manca warna atau segehan putih kuning.
Untuk banten ini, bisa dianteb oleh pemangku yang melengkapi diri dengan KTP ataupun dipuput oleh sulinggih tanpa perlu menyiapkan KTP.
“Dalam pelaksanaannya, saksi dan yang bersangkutan wajib hadir. Sementara untuk orang tua dipersilakan hadir atau cukup dengan surat keterangan saja,” katanya.
Setelah melakukan pembersihan secara niskala, yang bersangkutan mengucapkan aksara suci Om Ang Ung Mang kemudian dilanjutkan dengan Brahman Atman Aikyam.
Akhir dari semua ucapan dari aksara suci dan kalimat Brahman Atman Aikyam adalah Satyam Eva Jayate lalu dijawab oleh yang bersangkutan (orang yang melakukan sudhi wadani) dengan kata Jaya.
Baca juga: Profil Sukmawati Soekarnoputri, Anak Keempat Bung Karno
“Juga diawali dengan Om Swastiastu dan diakhiri dengan Om Santi, Santi, Santi Om. Ini terus diucapkan berulang-ulang sampai tidak ada kesalahan ucap. Pertama dicontohkan sekali oleh penganteb atau pemuput prosesi ini,” katanya.
Setelah itu dilanjutkan dengan panca sembah, lalu diperciki tirta dan dipasangi benang tri datu di tangannya.
“Bilamana perlu, PHDI setempat bisa memberikan nasihat dan kalau ada bisa memberikan yang bersangkutan buku doa sehari-hari,” katanya.
Baca juga: Mbok Sarinah dan Kepedihan Bung Karno Muda di Mojokerto
Sedangkan, untuk yang pindah agama karena pernikahan akan menjalani pembinaan dari desa adat setempat
Setelah itu, yang bersangkutan mengisi surat keterangan, surat pernyataan, maupun blangko yang yang kemudian diserahkan ke PHDI setempat.
Nantinya PHDI akan mengeluarkan surat keterangan Sudhi Wadani lengkap dengan foto diri yang nantinya dipakai untuk pengurusan dokumen kependudukan di Kantor Catatan Sipil.
Baca juga: Bung Karno, Mbok Sarinah, dan Mojokerto
Bagi yang sudah Sudhi Wadani dan mendiami suatu wilayah di Bali, wajib melapor ke desa adat setempat dan akan ikut menjadi krama di sana.
“Setelah ikut menjadi krama, yang bersangkutan bisa melakukan persembahyangan di Pura Kahyangan Tiga. Setelah Sudhi Wadani juga sudah bisa sembahyang ke pura sad kahyangan termasuk ke Besakih dan pura lainnya,” katanya.
Sementara itu, untuk prosesi selanjutnya menyesuaikan dengan keinginan yang bersangkutan apakah akan melakukan prosesi tiga bulanan, satu oton, ataupun metatah.
Baca juga: Sejarah Istana Tampak Siring Bali, Berdiri Atas Prakarsa Soekarno Setelah Indonesia Merdeka
“Karena oleh PHDI dalam Sarira Samskara sangat sederhana prosesnya, hanya pejati dan mengucapkan aksara suci itu. Untuk yang lainnya kembali kepada yang bersangkutan apakah ada proses tiga bulanan, metatah dan sebagainya, karena butuh biaya tinggi. Kami tidak mempersulit pelaksanaan upakara yadnya,” katanya.
Artikel ini telah tayang di Tribun-Bali.com dengan judul Upacara Sudhi Wadani, Ketahui Proses dan Sarana yang Digunakan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.