Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan Panjang Gula Kelapa Banyumas, Bangkit Kala Pandemi hingga Go Internasional lewat Pasar Digital

Kompas.com - 25/10/2021, 15:24 WIB
Iqbal Fahmi,
Dony Aprian

Tim Redaksi

BANYUMAS, KOMPAS.com - Pagi buta, saat semua orang masih terlelap tidur, Katun Budiono sudah sibuk mengasah arit di dapur rumahnya.

Seperangkat peranti untuk menyadap nira kelapa ditata dengan saksama di atas risban kayu. Air laru dari rawisan kulit manggis dan ragi dituang ke dalam pongkor bambu satu per satu.

Selepas subuh, pria berusia 49 tahun itu melangkahkan kaki menuju kebunnya di RT 005 RW 005, Grumbul Karangpetir, Desa Semedo, Kecamatan Pekuncen, Banyumas, Jawa Tengah.

Kabut dingin memeluk semangat Pak Katun kala menjemput rupiah dari setiap tetes nira yang akan dimasak sebagai bahan baku gula kelapa.

“Saya jadi penderes atau penyadap nira sejak tahun 2003. Dulu nira kelapa diolah jadi gula cetak, kalau sekarang saya bikin gula kristal atau gula semut,” katanya.

Baca juga: Kisah Anwar, Merintis Usaha Gula Semut Sejak SMA, Kini Miliki Omzet Ratusan Juta Per Bulan

Urat pengalaman tercetak tegas di kulitnya yang legam. Posturnya kekar, geraknya liat, kakinya serupa kapak, meniti mantap di setiap ruas pohon yang menjulang setinggi 15 meter mencumbu langit.

Sesampainya di puncak, dengan piawai, Pak Katun mengiris tipis pucuk bunga manggar, lalu dijuntaikannya ke dalam pongkor agar nira tercurah keluar.

“Saya setiap hari memanjat 30 pohon, sudah rutinitas pagi sama sore, enggak pernah libur,” ujarnya.

Selesai dengan pohon pertama, Pak Katun rehat sejenak. Sembari sandar di pangkal pelepah, matanya menatap ke timur jauh.

Dari ketinggian, nampak cakrawala rekah mengabarkan pagi. Pemandangan inilah yang selalu menyulut semangat Pak Katun selama 18 tahun berkiprah.

Sebatang tembakau yang terselip di sela jemari diisapnya dalam-dalam ke rongga dada.

Begitu nafas terkumpul, Pak Katun bersiul dengan suara yang melengking tinggi.

Sejurus kemudian, sayup terdengar bunyi senada bertalu-talu dari kejauhan.

Rupanya, bersahut-siul adalah ritual purwakala untuk saling menyapa antar‘pejabat tinggi’ metafor jenaka bagi profesi penderes nira kelapa.

Benar, Penderes nira kelapa merupakan mata pencaharian utama bagi sebagian besar warga di Desa Semedo.

Baca juga: Kurangi Risiko Kecelakaan, Penderes Nira di Desa Ini Modifikasi Alat Panjat Tebing

Selain Pak Katun, ada ratusan warga Desa Semedo yang berprofesi sebagai penderes nira, satu di antaranya adalah Edi Sisnanto.

Bapak dua anak itu mulai menderes sejak masih berusia remaja, sekitar awal tahun 1999.

Dari hasil menderes, setiap hari Pak Edi bisa memasak 6-8 kilogram gula semut siap jual.

“Untuk sekarang, harga gula semut dari petani ke pengepul sekitar Rp15.000. Ya, kalau dirata-rata sehari penghasilannya Rp100.000,” katanya.

Semedo Manise

Ahmad Sobirin, Ketua Koperasi Semedo Manise Sejahtera.KOMPAS.COM/MOHAMAD IQBAL FAHMI Ahmad Sobirin, Ketua Koperasi Semedo Manise Sejahtera.

Hidup di desa dengan penghasilan sebanyak itu bagi warga Semedo mungkin sudah lebih dari cukup.

Namun, berbicara soal kesejahteraan penderes di Kota Satria merupakan cerita yang panjang.

Adalah Ahmad Sobirin (34), aktor penggerak yang berhasil mengubah wajah industri gula kelapa di Banyumas.

Dengan konsep sociopreneur, dia menyulap produk gula kelapa dari yang sebelumnya dipandang sebelah mata menjadi primadona di pasar digital hingga tembus pangsa mancanegara.

Ketika berbincang dengan Kompas.com, Sabtu (16/10/2021), pria yang akrab disapa Sobirin ini berkisah awal mula terjun ke bisnis gula semut pada tahun 2013.

"Awalnya saya mencoba jadi pengepul, dari sana saya dekat dengan beberapa penderes, terus mulai sedikit demi sedikit mengajak untuk beralih dari produksi gula cetak ke gula semut," katanya.

Alasan utama Sobirin fokus ke gula semut karena dia melihat pertumbuhan pasar ‘si cokelat manis’ yang semakin kuat.

Dia juga yakin, produk gula Desa Semedo punya nilai tawar lebih karena diproses dengan perlakuan organik.

“Tapi awalnya memang berat sekali untuk memberi edukasi soal produk baru ini pada penderes, karena kebanyakan pada ngga mau ribet,” ujar alumni Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada (UGM) itu.

Sobirin menjelaskan, gula semut atau gula kristal adalah gula kelapa berbentuk bubuk.

Menurut dia, para penderes enggan beralih karena proses produksi gula semut sedikit lebih rumit dibanding gula cetak.

"Proses awalnya sebenarnya sama, nira kelapa dimasak sampai jadi kental (karamel). Bedanya, kalau gula cetak cuma tinggal dituang ke cetakan, sedangkan gula semut masih ada proses lanjutan seperti digilas, diayak dan dijemur atau di-oven," katanya.

Seiring berjalannya waktu, makin banyak penderes yang akhirnya mau belajar dan beralih ke gula semut.

Hal ini disebabkan selisih harga antara gula cetak dan gula semut yang terpaut jauh.

Bayangkan, gula cetak yang biasa diproduksi penderes 10 tahun lalu hanya dihargai Rp 1.500 per kilogram, sementara gula semut atau gula kristal sudah menyentuh harga Rp 7.000 per kilogram.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KM Bukit Raya Terbakar, Ratusan Penumpang di Pelabuhan Dwikora Pontianak Batal Berangkat

KM Bukit Raya Terbakar, Ratusan Penumpang di Pelabuhan Dwikora Pontianak Batal Berangkat

Regional
Cari Ikan di Muara Sungai, Warga Pulau Seram Maluku Hilang Usai Digigit Buaya

Cari Ikan di Muara Sungai, Warga Pulau Seram Maluku Hilang Usai Digigit Buaya

Regional
Dendam Kesumat Istri Dilecehkan, Kakak Beradik Bacok Warga Demak hingga Tewas

Dendam Kesumat Istri Dilecehkan, Kakak Beradik Bacok Warga Demak hingga Tewas

Regional
Digigit Buaya 2,5 Meter, Pria di Pasaman Barat Luka Parah di Kaki

Digigit Buaya 2,5 Meter, Pria di Pasaman Barat Luka Parah di Kaki

Regional
Raih Satyalancana dari Jokowi, Bupati Jekek Ajak Semua Pihak Terus Bangun Wonogiri

Raih Satyalancana dari Jokowi, Bupati Jekek Ajak Semua Pihak Terus Bangun Wonogiri

Regional
TKN Tantang PDI-P Tarik Semua Menteri Usai Sebut Jokowi Bukan Kader Lagi, Ini Tanggapan Gibran

TKN Tantang PDI-P Tarik Semua Menteri Usai Sebut Jokowi Bukan Kader Lagi, Ini Tanggapan Gibran

Regional
Penumpang yang Tusuk Driver 'Maxim' di Jalan Magelang-Yogyakarta Terinspirasi Film 'Rambo'

Penumpang yang Tusuk Driver "Maxim" di Jalan Magelang-Yogyakarta Terinspirasi Film "Rambo"

Regional
Prakiraan Cuaca Pekanbaru Hari Ini Kamis 25 April 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Pekanbaru Hari Ini Kamis 25 April 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Hujan Ringan

Regional
Ayah Gembong Narkoba Fredy Pratama Divonis 1,8 Tahun Penjara, Seluruh Hartanya Dirampas Negara

Ayah Gembong Narkoba Fredy Pratama Divonis 1,8 Tahun Penjara, Seluruh Hartanya Dirampas Negara

Regional
Berangkat dari Jakarta, 'Driver' Maxim Dibunuh Penumpangnya di Jalan Magelang-Yogyakarta

Berangkat dari Jakarta, "Driver" Maxim Dibunuh Penumpangnya di Jalan Magelang-Yogyakarta

Regional
Penumpang KMP Reinna Jatuh ke Laut, Saksi Sebut Posisi Korban Terakhir di Buritan

Penumpang KMP Reinna Jatuh ke Laut, Saksi Sebut Posisi Korban Terakhir di Buritan

Regional
Kecelakaan Maut Bus Eka Vs Truk di Tol Solo-Kertosono, Satu Penumpang Tewas

Kecelakaan Maut Bus Eka Vs Truk di Tol Solo-Kertosono, Satu Penumpang Tewas

Regional
Anak yang Dijual Ibu Kandung Rp 100.000, Korban Pemerkosaan Kakaknya

Anak yang Dijual Ibu Kandung Rp 100.000, Korban Pemerkosaan Kakaknya

Regional
Kronologi Ibu di LampungTewas Tersengat Listrik Jerat Babi Hutan, Polisi Ungkap Kondisinya

Kronologi Ibu di LampungTewas Tersengat Listrik Jerat Babi Hutan, Polisi Ungkap Kondisinya

Regional
KM Bukit Raya Terbakar Saat Masuk Muara Jungkat Kalbar, Pelni: Sudah Mulai Padam

KM Bukit Raya Terbakar Saat Masuk Muara Jungkat Kalbar, Pelni: Sudah Mulai Padam

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com