Saat itu, Soekemi bekerja sebagai guru sekolah rendah di Singajara. Sebagai guru, Soekami kerap datang ke muka pura untuk menikmati ketenangan.
Suatu hari Soekemi muda bertemu dengan seorang gadis muda yang bertugas membersihkan pura Hindu setiap pagi dan petang. Ia adalah Idayu.
Hari demi hari pun berlalu. Soekemi mulai memberanikan diri untuk menegur dan bebicara dengan Idayu.
Baca juga: Tak Sengaja Bertemu Risma di Makam Bung Karno, Ganjar: Loh, Ada di Sini?
"Ibu menjawab. Segera dia merasa tertarik kepada ibu, dan begitu sebaliknya," jelas Sukarno.
Sesuai adat, Soekemi mendatangi orangtua Idayu dan meminta dengan sopan gadis Bali itu menjadi istrinya.
"Mereka menjawab, "oh tidak bisa. Engkau berasal dari Jawa dan engkau beragama Islam. Tidak, sekali-kali tidak! Kami akan kehilangan anak kami," kata Sukarno menirukan cerita ibunya.
Kala itu, sampai jelang Perang Dunia II, tak ada satu pun perempuan Bali yang menikah dengan orang luar. Karena perbedaan, mereka pun memilih kawin lari.
Baca juga: Sekelumit Kisah Kedekatan Bung Karno dengan Pegawai Kereta Api
Menurut kebiasaan Bali kala itu, kawin lari harus mengikuti tata cara tertentu.
Sepasang kekasih itu menginap di rumah salah satu sahabatnya. Lalu datang utusan ke rumah Idayu untuk menyampaikan jika anak gadisnya akan menikah.
Saat mendapatkan kabar tersebut, keluarga Idayu menemui Kepala Polisi yang juga sahabat ayah Idayu.
"Keluarga Ibu datang menjemputnya, tetapi Kepala Polisi itu berkata, "Tidak, dia berada dalam lindungan saya," ulang Sukarno.
Pasangan muda tersebut kemudian menjalani persidangan.
Baca juga: Patung Bung Karno Setinggi 8 Meter Dibangun di Buleleng Bali, Bakal Jadi Destinasi Wisata Nasional
Idayu Rai ditanya, ”Apakah laki-laki ini (Soekemi) memaksamu? “Tidak, tidak. Saya mencintainya dan melarikan diri atas kemauan saya sendiri,” kata Ida Ayu Nyoman Rai seperti diceritakan Sukarno kemudian.
Pasangan ini lalu tak bisa dilarang lagi. Mereka tetap melanjutkan pernikahannya.
Pengadilan menjatuhkan denda kepada Idayu sebesar 25 ringgit senilai dengan 25 dolar. Untuk membayar denda, Idayu muda menjual perhiasannya.