Kerusakan yang terjadi dari 4 lokasi ini yaitu, sebanyak 14 unit rumah, 1 bangunan posyandu, 1 gedung mushola, beberapa titik jalan desa, dan 1 jembatan pos Marinir rusak parah.
BPBD Nunukan juga menghitung besaran kerugian akibat abrasi pada tahun 2019, mencakup rumah, transportasi, lingkungan dan lintas sektor dengan nilai kerugian mencapai Rp 71 miliar.
Sementara nilai kerugian akibat abrasi diperkirakan Rp.15 miliar, total kerugian sekitar Rp 86.483.800 miliar.
Hasil perhitungan ini, belum termasuk kerusakan dan kerugian yang timbul pada 2020 dan 2021.
Plt Kepala BPBD Nunukan, Muhammad Amin mengatakan, Pemkab Nunukan sudah beberapa kali mengirimkan proposal berisi penanggulangan abrasi ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Terakhir pada Februari 2020 dengan usulan anggaran rekonstruksi dan rehabilitasi sebesar Rp 96,6 miliar.
Item kegiatan yang diusulkan adalah pembangunan penahan gelombang, pembuatan siring pantai, pemecah ombak, penanaman rumput Lamun dan reboisasi hutan mangrove.
"Tapi sampai hari ini Pemkab Nunukan tidak pernah diberitahu progresnya seperti apa dan bagaimana. Pemkab Nunukan kesulitan dalan koordinasi dan komunikasi. Kami tidak faham bagaimana cara kerja pusat, bahkan proyek break water Sebatik juga tidak ada pemberitahuan ke kami," jawab Amin.
Amin menegaskan, usaha pemkab melalui BPBD adalah melaporkan kejadian abrasi dan kalkulasi kerusakan yang timbul ke pemerintah pusat.
Segala hal berkaitan dengan penanganan dan solusi, semua dilakukan oleh pemerintah pusat tanpa melibatkan Pemkab Nunukan.
"Itu yang kami bingung. Segala penanganan dan proyek dikerjakan Pusat. Kami tidak diberitahukan dan tidak dilibatkan, sehingga tidak tahu menahu perkembangan proyek APBN untuk abrasi Sebatik," tegasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.