Karolus pun tidak malu memungut sampah dan menjadi pemulung. Ia pun tidak minder saat ada mahasiswa, rekan sesama dosen atau kerabat yang melihatnya memungut sampah.
"Justru saya berharap mahasiswa saya lebih sering menemukan saya memungut sampah karena secara tidak langsung saya sudah menasihati mereka tentang kebersihan," kata dia.
Rasa malu dan minder juga dirasakan pihak keluarga. Orangtua dan mertuanya menentang keras aksi Karolus menjadi pemulung.
"Terkadang istri saya menjadi sasaran mendapatkan peringatan dari orangtua dan mertua saya bahwa tidak sepantasnya saya memungut sampah," kata dia.
Namun, ia mengakui kalau ini sudah lama menjadi kebiasaannya.
"Saya selalu memberikan alasan bahwa hidup ini singkat sehingga kita memberikan yang terbaik bagi lingkungan. Menjadi pemulung bukan pekerjaan hina sehingga kita tidak perlu gengsi," ujar dia.
Dia menilai, kuantitas sampah di Kota Kupang apalagi di jalanan cukup tinggi sehingga sampah tidak pernah habis.
Sebagai dosen di STIM Kupang, Karolus Belmo juga mengajar mata kuliah etika bisnis, yang mencakup tentang etika lingkungan dan ekologi dengan mencintai kebersihan.
Diakhir sesi perkuliahan, ia mengajak mahasiswanya melakukan aksi bersih-bersih pantai di pantai warna Oesapa guna menumbuhkan rasa kecintaan lingkungan dan kebersihan kepada mahasiswa.
"Saya menjadi pemulung karena saya melihat kesadaran kebersihan warga sangat rendah," kata Karolus.
Menggeluti pekerjaan sebagai pemulung bukan saja dilakukan di Kota Kupang.
Baca juga: Bersama Istri asal Prancis, YouTuber Indra Budiman Raih Jutaan Rupiah dari Konten Begini di Lombok
Jika dia berlibur ke kampung halamannya di Atapupu, Kabupaten Belu, Karolus juga melakukan aksi yang sama mengajak beberapa kerabat memungut sampah di pantai pasir putih sehingga pantai tetap bersih.
Sampah yang bisa dijual kemudian dibersihkan dan dititipkan di bus agar dibawa ke Kota Kupang untuk dijual.
Cibiran dan rasa kesal sering datang dari orangtua dan mertua, tetapi ia mengaku tidak malu dengan aksinya dan tidak serta merta menghentikan aksinya.
Ia berharap, ia bisa mewariskan hal baik tentang kecintaan pada lingkungan.
"Saya peduli kebersihan dimulai dari lingkungan keluarga," ujar dia.
"Yang membuang sampah bukan masyarakat kecil namun justru dilakukan masyarakat berduit," tambah dia.
Tanpa melupakan tugas pokok sebagai dosen, ia mengakui memungut sampah sudah menjadi panggilan jiwa.