KOMPAS.com - Sri Hartuti sudah 17 tahun mengajar di SD Pandean 4, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
Dia tinggal di Dusun Sure, Desa Pandean, di tengah hutan jati di kawasan KPH Ngawi.
Bersama suaminya dan tiga anaknya, ia menempati rumah sederhana berlantai tanah yang menyatu dengan kandang kambing.
Dinding dan pintunya terbuat dari anyaman bambu. Tampak celah-celah menganga di beberapa sisi sehingga angin pun masuk dengan mudah.
Bau tak sedap menyeruak dari kandang kambing yang satu atap dengan rumah.
“Mohon maaf baunya tak sedap dari kandang kambing,” kata Sri Hartuti, Kamis (21/10/2021).
Baca juga: Camat di Ngawi Ini Menangis Lihat Guru di Wilayahnya Tinggal bersama Kambing
Sementara suaminya bekerja serabutan di kebun dengan penghasilan tak seberapa.
Kondisi itu membuat mereka tak mampu membangun rumah yang layak. Tempat tinggal saat ini dibangun di atas tanah Perhutani.
“Ini pun tanahnya numpang di Perhutani. Untuk memperbaiki, gaji kami tak cukup,” ucapnya.
Dengan kondisi kekurangan, Sri Hartuti tetap melaksanakan kewajibannya untuk mendidik anak-anak di desanya.
Baca juga: Kisah Guru Tinggal bersama Kambing di Tengah Hutan Jati, Sukses Entaskan Buta Huruf di Desanya
Menurutnya banyak warga yang masih buta huruf serta banyak anak yang putus sekolah.
“Pada awal mengajar di sini, anak kelas 4 SD banyak yang tidak bisa membaca. Saya ingin anak anak di sini pandai,” ujarnya.
Setelah 17 tahun mengajar, beberapa muridnya sudah sukses seperti menjadi polisi, pengusaha sukses dan ada yang meneruskan kuliah,
“Meski keadaan saya begini, saya bangga kalau ada anak didik saya yang tahu lewat di sini menyapa saya. Anak didik saya sudah ada yang jadi polisi, pengusaha, dan banyak juga yang kuliah,” ujarnya terharu.
Baca juga: Guru Honorer di NTB Tewas Gantung Diri di Ruang Tamu, Ini Dugaan Pemicunya
Bahkan ia menyangka rumah pengajar SD Pandean 4 itu adalah kandang kambing.
“Saya pertama melihat langsung tanya ke kepala dusun (Kasun), itu rumah apa seperti kandang kambing karena di depannya memang ada kambing,” ujar Nur Yudhi saat ditemui di rumah Sri Hartuti, Kamis (21/10/2021).
Arifin menambahkan, meski sering berkeliling kampung, dia mengaku baru pertama kali menemukan rumah warganya yang sangat tidak layak huni.
Baca juga: Cerita di Balik Nazar Supriyadi Jalan Kaki Klaten-Yogya, Ada Penantian Panjang Sang Guru Honorer
“Saya keliling ke sini karena persentase vaksin di kampung sini hanya 14 persen,” imbuhnya.
Arifin mengaku akan berusaha semampunya membantu Sri Hartuti agar bisa hidup lebih layak.
Apalagi, Sri Hartuti adalah seorang guru yang keberadaannya sangat dibutuhkan.
“Saya merasa jadi camat gagal. Saya akan berusah membantu sebisanya,” ucap dia dengan mata berkaca-kaca.
SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Sukoco | Editor : Pythag Kurniati)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.