MEDAN, KOMPAS.com - Namanya Juma. Sudah sejak umur 15 tahun dia sudah ikut ke laut mencari ikan. Hingga kini di usianya yang ke 26, ayah dua anak ini memberanikan diri membawa kapal sebagai nahkoda untuk mencari ikan bersama dengan empat orang anggotanya.
Baru pertama kali membawa kapal di perairan Selat Malaka, di dekat Pulau Berhala, Serdang Bedagai, cuaca memburuk. Kapalnya dihantam angin kencang dan terbawa arus hingga memasuki wilayah Malaysia.
Baca juga: Kesaksian Nelayan yang Menyelam Saat Eksplorasi Kapal Van der Wijck: Lokasinya Angker
Pada Kamis (21/10/2021) pagi di Dermaga Bandar Deli, Belawan warga Dusun IV, Desa Paluh Sibaji, Kecamatan Pantai Labu, Deli Serdang ini menceritakan kisahnya. Dia menghidupkan kapalnya berkekuatan mesin 5 - 6 gross ton (GT) pada Kamis (30/9/2021) malam.
Sebelumnya dia sudah mempersiapkan uang Rp 4 juta untuk biaya kebutuhan dan operasional selama empat hari melaut.
"Ini berangkat yang pertama bawa kapal sendiri, sebagai nahkoda. Biasanya ngikut aja," ujarnya kepada Kompas.com, Kamis (21/10/2021).
Baca juga: 10 Nelayan Deli Serdang Ditahan Malaysia karena Langgar Batas Wilayah, Akhirnya Dipulangkan
Tiga hari melaut, tiba-tiba cuaca memburuk
Selama tiga hari melaut, sudah ada sekkitar 300 kg ikan berbagai jenis yang ditangkapnya. Tiba-tiba cuaca memburuk, angin kencang, sehingga hanya mengikut arus saja.
Pada Senin (3/10/2021), sekitar pukul 08.00 WIB - 09.00 WIB, saat laut mulai tenang, dia berencana untuk memutar arah menuju pulang. Saat hendak menghidupak mesin, ternyata ada kapal yang diketahuinya sebagai kapal petugas dari Malaysia datang.
"Saat itu memang kondisi mesin berhenti. Dia bilang kamu sudah masuki wilayah Malaysia. Terus langsung dibawa ke kantor, diproses. Diperlakukan baik. (dibilangnya) Karena kamu salah, kamu duduk dulu. Alhamdulilah tak diproses hukum, diantar pulang," katanya.
Baca juga: Polisi Gelar Razia Vaksin di Rawa Pening Semarang, Jaring 200 Nelayan dan Pemancing
Diperlakukan dengan baik di Malaysia
Selama di Malaysia, dia tidur di kantor dan diberi makan. Di kantor itu dia menghubungi keluarganya dan meminta tolong untuk dibantu agar bisa pulang. Saat itu, keluarganya sangat khawatir. Istrinya juga sempat menangis dengan kondisi yang dialaminya.
"Sangat khawatir, istri nangis itu udah pasti. Yang terpikir saat itu ya, kalau ditahan berarti harus terpisah dari keluarga, itu aja yang saya pikirkan," katanya.
Hingga akhirnya, bantuan datang. Selama ditahan di kantor, ada petugas yang mewakili Indonesia mengunjunginya. Dia sangat bersyukur karena akhirnya bersama empat anggotanya diperbolehkan pulang.