Jadwal deklarasi harus mundur. Tidak elok deklarasi dilakukan di tengah kasus korupsi beruntun yang melibatkan kader-kader Partai Golkar.
Publik tentu akan bertanya-tanya, di saat persoalan penanganan pandemi masih terus dilakukan apakah pantas seorang ketua umum partai yang juga mengemban amanah sebagai Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional sekaligus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian mendeklarasikan diri sebagai Capres?
Dengan kejadian-kejadian ini, seharusnya Golkar segera melakukan konsinyering partai dengan mengumpulkan semua kepala daerah yang berasal dari partai berlambang pohon beringin itu.
Peneguhan sebagai alat perjuangan partai dengan menerapkan azas good governance harus ditaati sampai mati oleh kader Golkar.
Jika tidak, Golkar harus siap ditinggal oleh pemilihnya di pemilu serentak 2024. Hidup dikenang sebagai pahlawan daerah atau pecundang daerah atau mati dengan terhina adalah sebuah pilihan.
Menurut survei Litbang Kompas, elektabilitas Partai Golkar berada di peringkat 3 dengan raihan suara 7,3 persen. Menyusul di bawahnya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 6,3 persen dan Demokrat dengan 5,4 persen. Sementara PDIP masih di puncak dengan raihan 19,1 persen serta Gerindra 8,8 persen (Kompas.com, 18/10/2021).
Baca juga: Survei Litbang Kompas: PDI-P Puncak Elektabilitas Parpol, Gerindra Runner Up
Mengingat hasil survei bersifat sangat dinamis, tentu Golkar harus merefleksikan raihan elektabilitas itu dengan sinyal “SOS” mengingat jarak dengan PKS dan Demokrat sangat tipis.
Golkar tidak memiliki tokoh pemersatu yang sentralistik, tidak seperti PDIP dengan Megawati Soekarnoputeri-nya, Gerindra dengan Prabowo Subianto-nya, atau Demokrat dengan SBY-nya.
Modal Golkar adalah selalu berada di rezim pemerintahan yang menang pilpres, terlepas dari apapun pilihan dukungan Golkar di pilpres.
Pekerjaan rumah terbesar Golkar adalah membersihkan interior dalam rumah dulu sebelum membersihkan halaman depan Beringin.
Sekali lagi, penyiraman dan pemupukan tidak saja perlu untuk tumbuhnya sebuah pohon beringin. Pohon beringin perlu memperkuat akar. Dahan dan rantingnya kini semakin lapuk dimakan rayap-rayap korupsi.
Kasus Andi Putra juga menjadi noktah hitam bagi kepemimpinan milenial yang digadang-gadang banyak kalangan sebagai aset bangsa di masa depan.
Bersama Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex Noerdin, Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari, dan Bupati Kolaka Timur Andi Merya Nur, Andi Putra adalah tipikal kepala daerah yang masih berusia di rentang 40 tahunan.
Sayangnya, kini mereka hanya bisa menyesal di balik jeruji penjara. Sepertinya mereka lupa, capaian perjuangan politik mereka hingga sukses menjadi kepala daerah dan garis keturunan anak pejabat adalah sesuatu yang patut disyukuri.
Di usia seperti mereka, masih banyak kawan-kawan saya berjibaku menjadi pengemudi online untuk menghidupi keluarganya karena terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) di tempat kerjanya.
Walau sahabat saya ini tidak pernah bermimpi menjadi bupati, setidaknya hidupnya nyaman karena tidak dikejar tagihan pinjaman online (pinjol).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.