MANADO, KOMPAS.com - Sales Area Manager Pertamina Sulawesi Utara dan Gorontalo (Sulutgo) Tito Rivanto mengatakan, dalam waktu tujuh hari tidak ada lagi antrean panjang di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Sulut.
Hal itu disampaikan Tito saat rapat dengar pendapat umum dengan Komisi II dan III DPRD Sulut, eksekutif serta asosiasi.
"Beri kami waktu tujuh hari ke depan kami jamin tidak ada antrean panjang di SPBU, asalkan DPRD membantu untuk mendapatkan penambahan kuota dari Badan Pengaturan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas)," kata Tito di ruang rapat lantai III Kantor DPRD Sulut, Selasa (19/10/2021).
Baca juga: 2 Pekan Solar Bersubsidi Langka di Madiun, Sopir Truk: Kadang Antre sampai 2 Jam
Tito juga menyampaikan, pihaknya juga telah melakukan rapat bersama Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Praseno Hadi dan Biro Perekonomian Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulut belum lama ini.
Hasil rapat itu, Pemprov Sulut akan mengirimkan surat permohonan penambahan kuota solar kepada BPH Migas.
"Mudah-mudahan dengan adanya surat tersebut bisa disetujui maka untuk kuota solar di Sulut bisa ditambah sehingga bisa memenuhi kebutuhan," ucapnya.
Tito menyebutkan, PT Pertamina bukan lagi regulator dalam arti yang membuat peraturan dan menetukan ketentuan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia.
Baca juga: Gunakan Solar Subsidi untuk Tambang, 2 Orang di Rembang Ditangkap Polisi
Sejak 2001, PT Pertamina hanya sebagai operator, artinya hanya menjalankan apa yang sudah ditentukan pemerintah lewat BPH Migas.
Akibatnya, untuk menyalurkan BBM, Pertamina harus tunduk dan patuh pada ketentuan-ketentuan dari BPH Migas.
"Untuk isu solar sendiri saat ini memang semuanya itu di tangan BPH Migas, jadi kami hanya menyalurkan apa yang sudah ditentukan oleh BPH Migas," sebut Tito.
Tito menjelaskan, untuk jenis bahan bakar tertentu seperti solar sudah ditentukan jumlahnya dan penggunanya oleh BPH Migas.
"Itu kami dari Pertamina tidak bisa apa-apa lagi, karena setiap kelebihan dari kuota yang disalurkan kepada masyarakat itu tidak akan diganti oleh pemerintah," jelasnya.
Pertamina Sulutgo tidak menutup mata memang ada antrean di SPBU karena memang terkait kuota solar.
"Karena kuota solar sudah ditentukan oleh BPH Migas," tuturnya.
Baca juga: Solar Mulai Langka, DPRD Sulut Minta Pemprov Cari Solusi, Sekda: Perlu Ditelusuri
BPH Migas juga berulang kali menyampaikan bahwa tidak boleh over kuota.
Pertamina diklaim semaksimal mungkin melayani kebutuhan masyarakat di Sulut agar kuota yang ada itu bisa mencukupi kebutuhan masyarakat.
"Kami sudah berusahan, utamanya keterbatasan kuota ditentukan oleh BPH Migas," ungkapnya.
Selain kuota terbatas, Pertamina menilai penyebab lain kelangkaan solar di Sulut karena banyaknya proyek yang digenjot.
"Banyak proyek-proyek yang digenjot dan digeber otomatis kebutuhan solar meningkat dibandingkan triwulan satu, dua dan tiga," bebernya.
Baca juga: Solar Langka di Riau, Diduga karena Ditimbun, Sopir Truk Derek dan 2 Petugas SPBU Ditangkap Polisi
Dalam rapat itu, ada beberapa kesimpulan, antara lain Pemprov Sulut diminta membuat tim monitoring dan evaluasi terkait kelangkaan solar di Sulut.
Kemudian, Pertamina dan Hiswana Migas DPC Wilayah V Manado agar menyampaikan laporan data ke Pemprov dan DPRD secara berkala.
Lalu, Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Sulut akan sampaikan oknum-oknum yang 'bermain' terkait BBM kepada pihak DPRD Sulut.
"Selain itu, tanggal 26 Oktober pekan depan pihak Pertamina menjamin tidak akan ada lagi antrean di SPBU dengan tidak merugikan pihak mana pun termasuk SPBU," kata Ketua Komisi II DPRD Sulut Cindy Wurangian saat memimpin dan membacakan kesimpulan rapat.
Cindy menjelaskan, rapat dengar pendapat umum ini juga sebagai tindak lanjut dari surat aspirasi DPW ALFI ke DPRD Sulut.
Walaupun memang DPRD sudah mengagendakan rapat dengar pendapat dengan Pertamina terkait solar mulai langka di Sulut.
Ada beberapa poin yang menjadi aspirasi ALFI. Di antaranya, kelangkaan BBM jenis solar yang semakin parah sehingga menimbulkan antrean panjang mobil angkutan logistik hampir di semua SPBU yang ada di Sulut, serta berdampak pada terganggunya aktivitas ekonomi masyarakat.
Baca juga: Pertamina Kembali Bongkar Aksi Penimbunan Solar Bersubsidi
Kedua, kenyataan di lapangan kelangkaan ini disebabkan penyaluran BBM jenis solar yang tidak sesuai kapasitas serta tidak ada pembatasan pengisian untuk truk dari luar yang masuk di wilayah Sulut.
Ketiga, kelangkaan solar dan antrean panjang setiap SPBU di Sulut yang berlarut-larut ini memberikan kesan tidak adanya kepedulian dan perhatian dari Pemprov Sulut.
"Padahal angkutan darat urat nadi perekonomian, bukan hanya perannya yang sangat dominan melainkan juga kolektifitasnya juga sangat erat dengan moda angkutan lain baik laut maupun udara karena semua bergantung pada angkutan darat untuk mengirim barang dari hulu hingga hilir atau ke konsumen," papar Cindy saat membacakan surat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.