KISAH kriminal perampokan yang melibatkan ayah dan anak dalam satu keluarga besar ternyata tidak hanya ada di film-film tentang mafia Italia. Di negeri ini kisah seperti itu bukan cuma cerita dalam film, tapi kisah nyata. Seolah-olah lumrah karena begitu sering terjadi.
Paling anyar terjadi di Palembang. Dodi Reza Alex Noerdin menyusul ayahnya, Alex Noerdin, masuk bui.
Sang Ayah terlebih dahulu ditahan Kejaksaan Agung pada 5 Oktober 2021 karena patgulipat pembangunan masjid dan dugaan korupsi pembelian gas bumi.
Baca juga: Jadi Tersangka Kasus Korupsi PDPDE Sumsel, Alex Noerdin Langsung Ditahan
Tidak lama kemudian, sang anak Dodi Reza dicokok Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena permainan fee sejumlah proyek infrastruktur.
Baca juga: KPK Tahan Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex Noerdin
Tidak tanggung-tanggung, si ayah melakukannya saat menjabat Gubernur Sumatera Selatan, sementara si anak menggarapnya saat menjabat Bupati Musi Banyuasin. Sebelum menjadi gubernur, sang ayah pernah menjadi Bupati Musi Banyuasin.
Kasus ini menunjukkan betapa kronisnya korupsi di Indonesia. Ibarat kanker, sudah stadium empat. Sel-sel kanker korupsi sudah meruyak ke mana-mana. Kemoterapi operasi tangkap tangan (OTT) seolah tak mempan memberantas sel-sel jahat ini.
Apalagi di era pandemi. Rasa malu menjadi kebas. Para tersangka korupsi terlindungi masker.
OTT yang dilakukan KPK Jumat, 15/10/2021 di Musi Banyuasin dan di Jakarta, menguak modus korupsi konvensional yang selama ini dilakukan para kepala daerah.
Bupati Dodi Reza Alex Noerdin memerintahkan para bawahannya untuk mengatur pemenang lelang proyek. Setiap pemenang lelang nanti “dipalak” untuk menyerahkan commitment fee sebesar 10 persen untuk bupati dan 5 persen untuk bawahannya.
Keuntungan kontraktor 15 persen serta pajak 10 persen. Maka, anggaran real yang tersisa untuk menggarap proyek tinggal 60 persen.
Bisa ditebak, anggaran yang sudah “compang-camping” akan berdampak pada mutu pekerjaan proyek. Warga Desa Sukarami, Kecamatan Sekayu, Kabupaten Musi Banyuasin, misalnya sudah, sejak lama mengeluhkan kerusakan jalan di daerahnya yang hingga sekarang tidak pernah diperbaiki (Sindonews.com, 27 Mei 2021).
Sebagai kabupaten dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) terbesar kedua di Provinsi Sumatera Selatan setelah Kota Palembang, seharusnya Musi Banyuasin bisa melesat menjadi daerah maju.
Dengan luas wilayah mencapai 14.265,96 kilometer persegi, Musi Banyuasin dikaruniai kekayaan tambang minyak dan gas. Sentra-sentra perkebunan, pertanian, peternakan dan perikanan juga berkembang maju di Musi Banyuasin.
Mirisnya, pembangunan yang merupakan hak masyarakat Kabupaten Banyuasin digarong oleh kepala daerahnya sendiri. Sasaran yang dimaling Dodi dan gerombolannya antara lain adalah pembangunan jalan, prasarana pengolahan air bersih, dan sistem distribusi air.
Kasus bapak anak di Sumatera Selatan dan Musi Banyuasin ini menambah panjang daftar keluarga koruptor di pusaran rasuah para kepala daerah.