KOMPAS.com - Siswa yang masuk sekolah di masa pandemi bukan hanya dihadapi risiko tertular virus corona, tapi sebagian dari mereka juga terancam tertimpa bangunan roboh.
Data Kemendikbudristek terakhir menyebutkan ruang kelas yang rusak di sekolah negeri seluruh Indonesia bertambah 26% atau 250.000 unit dalam satu tahun terakhir.
Pemerhati pendidikan menilai maraknya ruang kelas yang rusak disebabkan perbaikan yang tak merata, hingga ongkos rehabilitasi sekolah yang dikorupsi.
Sementara itu, Kemendikbudristek mengeluarkan strategi baru untuk mengurangi sekolah rusak, termasuk melibatkan tim profesional.
Baca juga: Hujan Disertai Angin Kencang Terjang Wonogiri, 32 Rumah dan Satu Sekolah Rusak
Sekolah Dasar Negeri Jampang 02 di Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor berada sekitar 20 kilometer dari pusat kota.
Tak terlalu sulit menemukan sekolah ini, karena atapnya sejajar dari jalan utama. Di genteng tertulis cat putih: SDN Jampang 02.
Untuk masuk ke lingkungan sekolah harus melalui jalan semen menurun tajam.
Kelas-kelas penuh dengan teriakan anak-anak. Ada yang berlari-larian sambil membenarkan letak maskernya yang melorot. Di sudut lain, beberapa anak ngobrol di tepian kelas sambil memegang es berwarna-warni dalam plastik.
Baca juga: Longsor di Cianjur Terjadi di 2 Lokasi, Ada Korban Luka dan Bangunan Sekolah Rusak
Syarif Hidayatulloh membuka kelas mata pelajaran agama untuk kelas enam. Selama mengajar, pandangannya ini tak berhenti menatap cemas kayu-kayu yang menggelantung di langit-langit ruang kelas.
"Ya, yang kita bayangin pasti atap-atap yang sudah rusak, takutnya pada jatuh ke bawah dan menimpa anak-anak kita yang lagi belajar," kata Syarif usai mengajar.
Ruang kelas ini sudah tak punya plafon. Kayu-kayu penyanggah genting sudah mulai keropos dimakan rayap atau terkikis air ketika hujan datang.
Baca juga: Balon Udara Meledak di Ponorogo, 4 Rumah dan 1 Sekolah Rusak
Tapi sekolah tak punya pilihan. Pembelajaran tatap muka harus tetap berlangsung dengan aturan satu kelas tak boleh diisi lebih dari 20 anak di masa pandemi.
Setiap kelas dibagi dua kelompok belajar.
"Karena kita kekurangan ruang kelas. Ada pun kita sudah mengajukan [permohonan perbaikan], ya kita sampai sekarang belum dapat tembusan kapan kita dapat rehab [rehabilitasi bangunan]," tambah Syarif.
Bukan hanya atap plafon kelas yang jebol. Masih ada sejumlah fasilitas lain yang harus diperhatikan, kata Ihat Solihat yang sudah 13 tahun menjadi guru honorer di SDN 02 Jampang.
Baca juga: Banjir dan Longsor di Ende, 1 Tewas, Gereja dan Sekolah Rusak
"Ini perpusnya [perpustakaan] juga, pada kena rayap. Ini dipakai juga karena kurang ruang belajar," kata Ihat sambil menunjuk beberapa kusen jendela dan pintu yang berongga-rongga karena dimakan rayap.
Lalu, melihat plafon bagian luar kelas. Sebagian kayunya menggelantung, dan gentingnya melorot tak tentu arah. Tembok retak-retak. Lantai keramik bergelombang.
Sejauh ini, langkah yang bisa dilakukan pihak sekolah hanya meminta siswa berhati-hati selama berada di lingkungan sekolah.
"Harus waspada. Harus hati-hati. Jadi kalau pagi-pagi kita sebelum anak-anak masuk, kita lihat-lihat dulu ke atas," kata dia.
Baca juga: 2 Rumah Ibadah dan Sebuah Sekolah Rusak akibat Gempa di Maluku Tengah
"Takut ada yang jatuh itu kayunya. Terus ke belakang juga dilihat-lihat. Jadi menjaga anak-anak tuh saya repotnya," kata Ihat.
Guru lainnya, Nuraeni mengatakan orang tua menyampaikan keluhan atas fasilitas bangunan sekolah seperti kerusakan bangunan toilet, jendela, "pintu juga sudah pada jebol".
"Mereka [orang tua siswa] juga pengen banget malah diganti atau direhab, untuk kenyamanan anak-anaknya di sini," kata Nuraeni, "tapi yang sekolah bisa lakukan hanya ya, nggak bisa apa-apa."
Pihak sekolah mengaku sudah berulang kali mengajukan proposal ke pemerintah setempat untuk perbaikan bangungan. Akan tetapi, menurut kepala sekolahnya, pemda baru bisa menjanjikan perbaikan di tahun depan.
Baca juga: Bangunan Sekolah Rusak, 157 Siswa SD di Jeneponto Ini Belajar di Kolong Rumah