Sembari bekerja, Hadi mempelajari pembuatan batik tulis dari nol.
Ia mendatangi rumah produksi batik untuk belajar mencanting dan peralatan apa saja yang dibutuhkan.
"Saya belajar dan lihat, tanya bahan alat dan sampai tahu dasarnya," kata dia.
Hadi lalu membeli kain dan peralatan batik. Ia mencanting batiknya sendiri. Berulang kali percobaannya gagal.
"Ternyata saya praktikan di rumah dan tetap gagal. Canting batik butuh waktu dan konsisten agar bagus dan layak dijual," kata dia.
Ia tak menyerah dan terus belajar mencanting batik. Hingga akhirnya ia berhasil membuat satu kain batik tulis yang menurutnya sudah bagus.
Baca juga: Penyebab Boneka Squid Game di Surabaya Dibongkar Satpol PP, karena Picu Kerumunan
Selanjutnya adalah belajar mewarnai batik. Ia kembali menimba ilmu ke pembuat batik untuk pewarnaan.
Hingga akhirnya batik buatannya jadi dan laku dijual.
"Batik pertama selesai, dan kami jual ke SisikMelik. Modal Rp 150.000, dibeli seharga Rp 300.000," kata dia.
Batik buatan pertamanya laku membuatnya semakin semangat.
Ia kembali membuat batik dengan motif yang lebih rumit. Selama tiga bulan ia membuat batik sembari tetap kerja sebagai kurir.
"Ada yang berhasil dan gagal. Kemudian memutuskan resign dan fokus ke batik," kata dia.
Memasuki 2017, Hadi fokus membuat batik tulis. Dalam sebulan ia bisa membuat dua hingga tiga batik tulis.
Ia menjualnya mulai dari Rp 300.000 hingga Rp 500.000.
Batik buatannya berkembang dan ia mulai mengajari tetangga sekitarnya.
"Lebih dari setahun, setiap batik saya proses dan saya jual ke galeri," kata dia.
Uang penjualannya kemudian ia tabung untuk membeli peralatan batik cap.
Canting cap ini seperti stempel dan bahannya terbuat dari tembaga. Jadi prosesnya lebih cepat daripada batik tulis.
"Setelah batik tulis meningkat di situ saya nabung dan untuk beli alat tembaga. Jadi, batik tulis ini membiayai batik cap," kata dia.
Hadi kemudian membuat galerinya sendiri. Pemasaran dilakukan lebih luas dengan melibatkan jaringan reseller dan sekolah-sekolah.