BLORA, KOMPAS.com - Pemerintah Kabupaten Blora tidak dapat berbuat banyak terkait turunnya harga telur.
Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan (Dinakikan) Kabupaten Blora, Gundala Wejasena, mengatakan, turunnya harga telur merupakan ranah pemerintah pusat, sehingga pihaknya belum memiliki solusi untuk memperbaiki permasalahan tersebut.
"Itu kan nasional, jadi kita ya tidak mampu berbuat apa-apa, karena ini sudah nasional, tidak hanya Blora thok (saja)," ucap Gundala saat dihubungi Kompas.com, Senin (11/10/2021).
Baca juga: Curahan Hati Peternak Ayam Petelur: Harga Turun, Kami Tak Bisa Bayar Kredit Bank
Gundala mengaku pernah mendapatkan keluhan dari para peternak ayam petelur terkait kondisi tersebut.
"Sampai saat ini kami belum bisa mampu berbuat apa-apa, karena ini global dan masalah perdagangan. Kayaknya ada pedagang besar yang main di situ, itu sifatnya kan nasional," kata dia.
Menurutnya, anjloknya harga telur tidak hanya terjadi di wilayahnya saja. Sebab, saat meminta arahan di tingkat provinsi, diketahui sejumlah daerah juga mengalami hal serupa.
"(Koordinasi dengan dinas provinsi) ya sudah kita lakukan, tapi memang seperti itu belum ada jalan keluar. Mestinya ya pak presiden sendiri yang menentukan harganya tapi kan enggak bisa karena adanya mekanisme pasar," terang dia.
Selain itu, dirinya menjelaskan, sampai saat ini belum ada asosiasi peternak ayam petelur di daerahnya.
Baca juga: Derita Peternak Ayam Petelur, Sehari Rugi Rp 8 Juta
Sehingga untuk membuat nilai tawar telur agar tidak semakin anjlok belum dapat dilakukan secara maksimal.
Hal tersebut berbeda dengan peternak ayam pedaging yang sudah memiliki perkumpulan.
"Kalau peternak ayam pedaging kan kemitraan sudah ada yang menaungi, sehingga harganya bisa dijamin oleh mitranya. Kalau mitranya kuat ya bertahan, kalau mitranya tidak kuat ya berhenti sejenak, karena ayam potong kan umurnya hanya sebentar, tapi kalau ayam petelur kan lama dua tahun," jelas dia.
Gundala mengaku bisa saja membuat surat edaran bagi para aparatur sipil negara (ASN) agar membeli harga telur sesuai standar.
Namun, berdasarkan pengalaman yang pernah dilakukannya, ada saja sejumlah pihak yang mentertawakan solusinya tersebut.
"Seperti pas ayam pedaging itu kan kita juga sudah berupaya misalnya kita minta ASN untuk beli dengan harga yang menguntungkan peternak, kita bikin surat edaran untuk ASN, tapi malah diguyu (ditertawakan) di WhatsApp grup, padahal itu sebenarnya menolong," ucap dia.
Untuk saat ini, Dinakakin Blora hanya dapat meminta maaf kepada masyarakat karena tidak bisa memberikan solusi secara kongkrit terkait problematika tersebut.
"Mestinya pemerintah kalau menurut saya ya memberikan talangan supaya peternaknya bisa jalan terus. Tapi kan tidak ada talangan, karena yang punya petelur dianggap sudah pengusaha. Beda kalau itu menyangkut rakyat yang miskin," ujar dia.
Diberitakan sebelumnya, Susanto, salah seorang peternak ayam petelur di Blora, Jawa Tengah, berkeluh kesah soal kerugian yang dialaminya gara-gara murahnya harga telur.
Saat ini, kata Susanto, harga telur ayam per kilogramnya sekitar Rp 15.800.
Meski harga telur turun, hal ini tidak diimbangi dengan turunnya harga pakan ayam.
Akibatnya, hampir tiap hari selama sebulan ini dirinya merugi.
"Pendapatan sehari di sekitaran Rp 250.000. Pengeluaran pakan paling enggak total Rp 385.000. Terjadi penurunan harga ini sudah ada sekitar satu bulanan," kata dia.
Untuk menutupi kerugian tersebut, Susanto harus mencari pinjaman ke sana-ke mari.
"Ke depannya sih mudah-mudahan bisa normal lagi lah, paling enggak ya Rp 20.000. Jadi kalau untuk peternak-peternak kecil enggak keberatan," terang dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.