Jamaludin melanjutkan, warga setempat memang pernah menandatangani izin atau persetujuan lingkungan operasional pabrik itu. Namun, izin itu diberikan untuk pegolahan garam, bukan pupuk organik.
“Kalau warga sini kayaknya enggak ada (yang memberikan izin lingkungan). Soalnya dari pembicaraan warga sini itu enggak ada yang ikut bikin perizinan,” paparnya.
Pabrik pupuk organik tersebut beroperasi sejak beberapa tahun lalu. Hanya saja, kata Jamaludin, sejak empat atau lima tahun belakangan ini polusi udara yang dihasilkan dari pabrik kian menjadi-jadi.
Warga sendiri sempat beberapa kali melakukan mediasi dengan pihak pengelola pabrik. Jamaludin menyebut dalam mediasi itu pihak pabrik berjanji untuk mengatasi polusi udara yang dihasilkan perusahaan.
Baca juga: Cerita Ketua DPRD Nganjuk Ikuti Vaksinasi Covid-19: Saya Dulu Sudah Terpapar...
“Sering (mediasi), sayangnya janji itu enggak pernah ditepati,” sebutnya.
Sebelumnya, unggahan foto yang menggambarkan spanduk bertebaran di kawasan permukiman padat penduduk viral di media sosial Facebook.
Foto tersebut diunggah salah satunya oleh akun Facebook @Nasrul Muhd Fauzan. Spanduk dalam foto tersebut berisi protes warga atas bau busuk dan debu yang dihasilkan dari pabrik pupuk organik di wilayah setempat.
Kompas.com telah mendatangi kantor pabrik yang dimaksud oleh warga, tetapi petugas keamanan setempat menyebutkan, direktur perusahaan belum bisa ditemui.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.