SALATIGA, KOMPAS.com - Alunan musik terdengar lirih di Balai Dukuh RW IV Kampung Pancuran Kutowinangun Lor Kecamatan Tingkir Kota Salatiga.
Sekitar 10 orang dengan tekun mengayam kursi berbahan rotan sintesis dengan rangka aluminium.
Mereka adalah anggota Kelompok Usaha Tirta Karya yang berdiri saat pandemi Covid-19 melanda.
Baca juga: Pasien ODGJ Naik 20 Persen Selama Pandemi, Cek Konsultasi Kesehatan Mental Gratis yang Tersedia
Koordinator Tirta Karya Careca Candra Prasetya mengatakan anggotanya kebanyakan adalah pedagang yang usahanya terdampak pandemi.
"Pandemi membuat usaha anggota kami tidak maksimal, bahkan beberapa orang tidak jualan lagi karena kehabisan modal," jelasnya, Senin (11/10/2021).
Pada kondisi tersebut, Candra mendapat tawaran dari rekanannya untuk merakit kursi sintesis rotan.
"Kami tertarik karena modelnya adalah pemberdayaan. Jadi ada 10 orang yang dilatih secara intensif, lalu nanti jika sudah mahir mereka yang memberi pelatihan di daerah lain," paparnya.
Dengan pola tersebut, saat ini ada sekitar 20 orang warga Kampung Pancuran yang turut merakit kursi sintensis.
"Kami berlakukan shift karena juga masih ada yang bekerja. Awalnya memang sifatnya ini sampingan, tapi kemudian malah ada yang dijadikan sebagai pekerjaan utama," kata Candra.
Warga yang turun bekerja merakit kursi sintesis, mendapat upah antara Rp 40.000 hingga Rp 130.000 per kursi, tergantung kesulitan motif anyaman.
Dalam satu hari, satu orang bisa membuat satu kuri. Namun, pekerja yang sudah mahir bisa menghasil jumlah lebih banyak.
Candra mengungkapkan kursi anyaman sintetis tersebut diekspor ke Amerika Serikat dan Perancis.
"Tapi memang yang mengurus ekspor dari perusahaan, kami fokus ke pengerjaan dan pemberdayaan warga yang terdampak pandemi agar tetap bisa bertahan," ujarnya.
Baca juga: Juhari Terharu Saat Terima Uang Rp 2 Juta dari Jokowi, Mengaku untuk Modal Usaha
Dikatakan, awalnya warga memang kesulitan untuk merakit anyaman kursi tersebut. Namun setelah mendapat pelatihan, mereka malah antusias.
"Terus terang kami mendapat keuntungan berlipat, awalnya hanya ingin mencari ilmu, malah kemudian menjadi sumber nafkah. Alat-alat untuk membuat seperti kompresor, gunting dan lain-lain juga sudah menjadi hak milik kampung," kata Candra.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.