Salah kaprah pendirian ikon dunia
Jangan terhenyak jika di Taman Sumber Umis, Kota Madiun, kini berdiri tugu Merlion Singapura dan Kabah seperti di Mekah, Arab Saudi. Bahkan pembangunan ikon-ikon dunia akan terus berlanjut dengan pembangunan Menara Eiffel seperti di Paris, Perancis, serta tujuh simbol negara luar lainnya.
Sebagai orang yang mempunyai keterkaitan dengan akar sejarah di Kota Madiun, tentu menurut saya pribadi pembangunan-pembangunan ikon negara-negara asing sangat tidak relevan.
Pembangunan bangunan mirip Kabah bisa dipahami untuk kepentingan manasik haji atau umrah, tetapi untuk yang lain seperti Merlion atau Eiffel tentu sama saja dengan membanggakan ciri khas negara luar.
Apa memang tidak ada lagi kreasi yang bisa dibangun di Madiun ketimbang menjadi follower negara lain?
Sahabat saya yang pertama kali bertandang ke Madiun begitu kecewa karena tidak menemukan artefak kebanggaan Madiun yang dijadikan tugu seperti "Merlion made in Madiun".
Ada sahabat juga dari luar negeri yang merasa aneh dengan pola pikir Pemerintah Kota Madiun mengapa lebih membanggakan simbol dari luar padahal khazanah budaya dari Indonesia begitu beragam dan spektakuler.
Memang ada tugu Pendekar yang merupakan ciri khas Kota Madiun di beberapa lokasi namun wujudnya tidak seheboh tugu Merlion.
Keberatan dan protes soal pembangunan Merlion ini sempat ramai diunggah masyarakat dan kata “Madiun” menjadi trending di media sosial twitter di awal tahun ini. Sebaliknya warga yang mendukung merasa bangga karena jika ingin lihat Merlion tidak perlu ke Singapura lagi (Kompas.com, 01/01/2021).
Justru rasa penasaran saya ada pada bangunan-bangunan lama yang menjadi awal mula berkembangnya pabrik gula di Tanah Jawa. Madiun memiliki Pabrik Gula Rejo Agung yang didirikan tahun 1894 oleh NV Handel My Kian Gwan dan hingga sekarang masih berproduksi dan dibawah kendali PT PG Rajawali. Tanaman tebu dari wilayah sekitar Madiun seperti Ponorogo, Ngawi, Magetan dan Nganjuk di proses di Rejo Agung.
Selain Rejo Agung, di Kota Madiun juga ada pabrik gula Kanigoro yang didirikan Cultuur Handel & Industri Bank NV pada 1894. Hingga era 1970 sampai 1980, Kanigoro mashyur dengan gula dengan rendeman tertinggi tingkat nasional. Sayangnya, 2017 pabrik ini ditutup dengan menyisahkan bangunan-bangunan lama peninggalan Belanda yang eksotik.
Selain itu, di wilayah Kabupaten Madiun juga berdiri pabrik gula Pagotan yang dibangun awal di 1884 oleh NV Cooy Coostern Van Voorh. Pada saat penjajahan Jepang, fungsi pabrik ini diubah menjadi pabrik semen dan memiliki stasiun kereta api Pagotan yang ditutup tahun 1984.
Artefak pabrik gula jadikan ruang kreatif anak muda
Jika Pemerintah Kota Madiun ingin menonjolkan ciri khas kota serta menautkan dengan kilas sejarahnya, tentu bukan perkara sulit. Keberadaan eks lokasi pabrik gula bisa dijadikan ruang kreatif untuk anak muda membuka usaha rintisan.
Saya membayangkan jika nanti dari keberadaan ruang kreatif di Madiun bisa menghasilkan 50 usahawan milenial setiap tahunnya, tentu cara ini akan membantu pihak pemerintah kota dalam membuka lapangan kerja.
Pengelolaan eks Pabrik Gula Banjaratma yang dijadikan rest area atau tempat istirahat dan pelayanan di kilometer 260B ruas tol Pejagan–Pemalang dan masuk wilayah Kabupaten Brebes harus dijadikan tolak ukur Pemerintah Kota Madiun.
Rest area ini dulunya adalah bekas pabrik gula yang dibesut NC Cultuurmaatschappij pada tahun 1908. Dengan luas sekitar 10,6 hektar, rest area Banjaratma masih mempertahankan susunan batu bata tempat pemrosesan gula, mesin penggilingan tebu serta lokomotif untuk mempertahankan keaslian wujud bekas pabril gula.
Banjaratma juga dilengkapi fasilitas ibadah dengan aristektur unik yang kebersihannya terjaga, gerai makan minum yang menjajakan produk khas Brebes serta taman yang luas. Sebagai rest area yang komplit, keberadaan stasiun pengisian bahan bakar juga tersedia. Banjaratma menampilkan lokasi foto yang instagramable nan epik.
Mengembangkan lokasi eks pabrik gula di Madiun memang tidak semata domain pemerintah kota saja tetapi butuh kolaborasi dengan BUMN dan pemerintah pusat. Dengan luasan dan fasilitas yang dimiliki eks pabrik gula di Madiun, jauh lebih potensial untuk menjadikannya sebagai landmark Kota Madiun.
Suatu saat, saya akan bertandang untuk menghadiri Festival Gula dan Kopi Madiun atau Pesta Kuliner Pecel dan Brem yang diadakan di bekas lokasi pabrik gula Kanigoro serta melihat pertunjukan konser musik “Mendung Tanpo Udhan” dari pemusik lokal Ngawi yang kian terkenal Denny Caknan di tempat ini.
Dengan catatan, andai Pemerintah Kota Madiun lebih memahami arti kearifan lokal.
Sudah ada lama di depan mata namun terabaikan dengan silau kemewahan simbol-simbol negara luar. Sungguh miris....
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.