KOMPAS.com - Bentrokan berdarah di lahan tebu PG Jatitujuh di perbatasan Kabupaten Majalengka dan Indramayu, Jawa Barat, menewaskan dua petani warga Majalengka pada Selasa (5/10/2021) sekitar pukul 11.00.
Dua warga Majalengka yang tewas adalah Suhenda dan Yayan. Keduanya merupakan anggota kelompok kemitraan PG Jatitujuh.
Suhenda, salah satu korban bentrokan berdarah, meninggalkan seorang anak dan istri yang sedang hamil 7 bulan.
Nani, istri Suhenda, tak menyangka akan ditinggal sang suami kehamilannya sudah mendekati bulan lahir.
Saat ditemui Bupati Majalengka Karna Sobahi, Nani mengaku mencoba ikhlas mengetahui sang suami meninggal dunia saat perselisihan berdarah tersebut terjadi.
Ia juga mengaku akan mencoba menerima kenyataan pahit tersebut meski terasa sulit.
"Terima kasih Pak Bupati. Insyaallah saya ikhlas," kata Nani, yang sudah delapan tahun menikah dengan Suhenda ini, seperti dikutip dari Tribunjabar.id, Rabu (/10/2021).
Sementara, korban Yayan meninggalkan lima orang anak dan seorang istri.
Provokasi gerombolan preman
Ia mengatakan, kejadian tersebut akibat ulah segerombolan preman yang tergabung dalam Forum Komunikasi Masyarakat Indramayu Selatan (FKamis).
Baca juga: 2 Petani Tewas dalam Bentrok Maut di Lahan Tebu, Ini Penjelasan PG Jatitujuh dan Bupati Indramayu
Para preman itu memprovokasi dan mengintimidasi para petani hingga terjadinya penyerangan.
"Bisa saya sampaikan bahwa ada segerombolan preman yang ingin menguasai lahan, dia mengintimidasi para petani yang bermitra dengan PG Jatitujuh," ujar dia, seperti dikutip dari Tribunjabar.id, Rabu (/10/2021).
Baca juga: Bentrokan Berdarah di Lahan Tebu Indramayu, Ini Motif Ormas yang Melakukan Provokasi
Lukman mengatakan, peristiwa tersebut ini sebenarnya tidak perlu terjadi, para petani penggarap lahan itu diketahui juga tidak tahu apa-apa.
Hanya saja, ada yang memprovokasi hingga terjadilah kejadian penyerangan tersebut.
"Begitu mereka bertemu di lahan tebu, kemudian ada yang memprovokasi, kira-kira seperti itu," ujar Lukman.