Sekitar 74.000-an tahun lalu, Gunung Toba meletus. Catatan sejarah menyebutkan, erupsi besar memuntahkan magma sepanjang 2.800 kilometer kubik.
Geolog dari Eastern Illionis University Craig Chesner bilang, letusannya menimbun Samudra Hindia.
Muntahan material vulkanik saat itu diperkirakan ribuan kali lebih dahsyat dari letusan Gunung Krakatau pada 1883 yang hanya 18 kilometer kubik.
Menurut catatan Departemen Ilmu Geologi San Diego State University America, letusan Krakatau menewaskan sekitar 36.417 orang.
“Kita beruntung, pada saat meletusnya Gunung Toba, manusia belum seperti sekarang. Ketebalan debu vulkanik sampai lapisan stratosfer sehingga matahari tidak dapat menembus bumi, dunia gelap gulita. Menurut literatur, ada sekitar enam tahun cahaya matahari tidak masuk ke bumi, ini memengaruhi kehidupan flora dan fauna, juga manusia,” kata Vice General Manager Toba Caldera Geopark Gagarin Sembiring kepada wartawan beberapa waktu lalu.
Letusan Toba juga diperkirakan memicu badai debu selama 200 tahun di dunia.
Gregory A Zielinki, geolog dari University Massachusetts dan penemu asam belerang seberat 2 sampai 4 megaton di inti es Greenland di awal 1990, memprediksi terjadi ledakan hebat pada periode 71.000-75.000 lalu. Penemuan ini lalu dipublikasi dan memantik ahli geologi dunia mencari tahu muasal belerang.
“Penelitian itu akhirnya sampai ke Toba. Setelah dicek, ternyata material yang mereka kutip di kutub sama dengan yang ada di Toba. Inilah yang menyimpulkan letusan Toba sampai ke kutub,” ucap Gagarin.
Letusan Toba juga memutus mata rantai migrasi homo sapiens atau cikal bakal manusia modern.
Jumlah mereka yang awalnya puluhan ribu diprediksi tinggal 5.000-an.
Menurut Gagarin, Pulau Sumatera berada di ring of fire. Letusan Toba terjadi di tempat bertemunya lempeng bumi Eurasia dan Indo-Australia.
Pertemuan itu membentuk gesekan di kedalaman 150 kilometer di bawah bumi hingga akhirnya naik ke atas dan menciptakan dapur magma.
Lalu terjadi aktivitas tektovulkanik yang secara bersamaan menjadi letusan dahsyat.
Geolog asal Belanda Van Bemmelen yang pertama menemukan teori Danau Toba merupakan kawah dari letusan gunung.
Teori itu ditemukannya saat menyusuri Danau Toba pada 1939.
Dia terkejut melihat di daratan banyak ditemukan endapan batu vulkanik atau ignimbrite rocks.
Bemmelen lalu menyimpulkan bahwa Danau Toba merupakan kawah gunung api raksasa.
Dirinya menamai Gunung Toba dengan Tumor Batak. Hasil penelitiannya, Gunung Toba tidak berbentuk kerucut seperti gunung pada umumnya.
Bentuk awalnya seperti kubah (dome), lalu meletus dan menyebabkan tubuh gunung amblas menciptakan kaldera.