Sampah-sampah tersebut, ungkap Anggi, dikumpulkan dari jalanan, sawah, maupun di tepi sungai.
Dia menuturkan, sampah yang terkumpul kemudian dipilah. Sampah yang masih baik dijadikan bahan membuat aneka mainan ataupun kreasi lainnya.
Dijelaskan Anggi, replika virus corona dibuat dari sampah plastik dan sisa bambu.
Sampah plastik dari botol air mineral dibuat untuk membuat ornamen replika virus corona.
Kerangka replika, terbuat dari bambu yang diperoleh secara cuma-cuma karena tidak digunakan oleh warga.
"Sampahnya kami kumpulkan dari sawah, dari sungai sama yang ada di jalan," kata Anggi, di Taman Kebun Ratu Jombang, Minggu (3/10/2021).
Aktivis lingkungan dari Ruang Hijau Indonesia Kabupaten Jombang, Shanti Ramadhani mengungkapkan, kepekaan anak-anak terhadap persoalan sampah perlu ditanamkan sejak dini.
Menurut dia, persoalan sampah merupakan masalah klasik yang perlu ditangani dengan berbagai cara dan melibatkan berbagai unsur masyarakat, termasuk anak-anak.
Atas pertimbangan itu, pihaknya bersama aktivis dari Badala Nusantara melakukan pendampingan terhadap anak-anak Desa Tanjung Wadung.
Mereka diajak untuk mengenali, memilah, hingga mendaur ulang sampah dan menjadikannya sebagai produk bernilai.
"Awalnya kami melihat, ruang anak-anak untuk bermain dan belajar banyak timbunan sampah. Dari keprihatinan itu, kami mengajari anak-anak untuk menyelamatkan (sampah) plastik itu dari lingkungan agar tidak dibakar atau dibiarkan berserakan," kata Shanti.
Dia menjelaskan, pembuatan replika virus corona dari sampah plastik bertujuan untuk mendorong kepatuhan anak-anak dan masyarakat menerapkan protokol kesehatan.
Menurut Shanti, Pandemi Covid-19 menyebabkan anak-anak kehilangan banyak kesempatan belajar maupun bermain bersama teman-temannya.
Dia mengungkapkan, selain anak-anak di Desa Tanjung Wadung, pihaknya juga melakukan pendampingan terhadap di desa lain.
Langkah dan upaya para aktivis lingkungan mendapatkan dukungan dari Unicef dan Akatara Jurnalis Sayang Anak (JSA).