“Semangat, Ibu Risma! Yakinlah tanpa emosi meledak-ledak para pegawai pasti nurut. Wong ibu bosnya, kami rakyat, Kami sami'na waatha'na,” tulis Ismail Giu, salah seorang warga Kota Gorontalo pada sebuah unggahan di media sosial, Minggu (3/101/2021).
Warganet lainnya Eka Fahri menanggapi unggahan ini dengan menulis semoga setiap kita bisa menjadi lebih bijak dalam berbicara dan berbuat.
Viralnya rekaman video Menteri Sosial yang mengamuk kepada salah seorang pendamping PKH di Gorontalo hingga kini masih hangat dibicarakan warganet Gorontalo.
Masyarakat Gorontalo dikenal sebagai warga yang taat pada pemerintah, namun juga sangat kental dengan nilai-nilai adat.
Banyak adat yang masih dipraktikkan, mulai dari molontalo atau raba puru (upacara adat 7 bulanan), mo polihu lo limu (mandi lemon) yang dipimpin oleh hulango (dukun kampung), prosesi pernikahan yang memiliki banyak tahapan, hingga pada kematian, bahkan 40 hari setelah kematian masih dilaksanakan prosesi adat.
Kentalnya nilai-nilai adat yang dianut warga Gorontalo ini yang membuat mereka terpana saat menyaksikan Menteri Sosial Tri Rismaharini marah-marah di forum terbuka yang melibatkan banyak pejabat.
Sikap emosional sambil menuding-nuding salah seorang pendamping PKH di dalam forum formal ini dianggap tidak layak dilakukan oleh seorang pejabat negara.
Peristiwa ini seperti guntur di siang hari yang mengagetkan dalam suasana kehidupan nilai budaya ketimuran yang masih kental, bahkan Gorontalo yang sering dijuluki sebagai Serambi Madinah ini memiliki falsafah adat bersendikan syara, syara bersendikan kitabullah (Adati hula-hula to syaraa, syaraa hula-hula to kuruani).
“Setiap manusia punya kekurangan dan kelebihan, tapi orang Gorontalo mengedepankan adabu (adab) dari pada ilimu (ilmu),” tulis Abdul Majid Suaiba.
Warganet lain Dawin Azis Punjala menuliskan pada kolom komentar di Facebook saat menanggapi unggahan Ismail Giu, semoga jadi pelajaran buat terkhusus ibu Risma, di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.
Kata budayawan
Suleman Bouti seorang budayawan yang juga pengajar di Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Negeri Gorontalo menanggapi kemarahan Menteri Sosial ini dengan sikap yang moderat.
Menurutnya orang Gorontalo seharusnya merasa berterima kasih kepada yang datang marah-marah sekalipun, kalau (kemarahan) itu untuk kebaikan masyarakat.
“Kan cuma marah, abis marah segera perbaiki data dan jangan ulangi lagi. Ini yang namanya loiya lo tauwa, tauwa lo loiya (yang menjadi keputusan dan langkah para petinggi adalah hal yang harus dipatuhi masyarakat) karena tauwa (pemimpin) Gorontalo adalah kebenaran dan kebaikan,’ kata Suleman Bouti.
Orang Gorontalo percaya bahwa pemimpin itu mengemban amanah kebaikan sehingga rakyat memegang nilai istilah loiya lo tauwa, tauwa lo loiya.