Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Edelweis di Gunung Kelud, Keindahan yang Tumbuh Setelah Letusan 2014

Kompas.com - 01/10/2021, 06:00 WIB
M Agus Fauzul Hakim,
Dheri Agriesta

Tim Redaksi

KEDIRI, KOMPAS.com - Salah satu pemandangan yang berbeda di kawasan Gunung Kelud di Kabupaten Kediri, Jawa Timur, saat ini adalah banyaknya bunga edelweis.

Bunga dengan nama tenar bunga abadi itu kini banyak menghiasi kawasan gunung berketinggian 1.731 mdpl itu. Terutama di sekitar kawah Gunung Kelud.

Keberadaannya cukup kentara lantaran bentuk dan warna bunganya yang menonjol di antara ilalang, serta masih jarangnya tanaman lain yang tumbuh di lahan vulkanis sisa letusan gunung tersebut.

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemerintah Kabupaten Kediri Suwignyo mengatakan, keberadaan edelweis yang cukup banyak itu baru terjadi setelah letusan 2014.

Sehingga bunga Edelweis itu menambah keunikan dan eksotisme bagi pariwisata Gunung Kelud.

"Kelud memang destinasi wisata yang cukup unik," ujar Suwignyo dalam sambungan telepon, pertengahan September 2021.

Bunga tersebut, menurutnya, masuk dalam kategori tanaman yang dilindungi. Oleh sebab itu, dinas pariwisata dan kebudayaan menerapkan larangan memetik bunga abadi itu.

Larangan itu menurutnya kerap disosialisasikan kepada para pelaku pariwisata di kawasan Kelud. Misalnya kepada pedagang bunga, para tukang ojek, maupun pengunjung.

Baca juga: Cerita Pria di Kediri yang Menambal Jalan Berlubang, Pakai Dana Pribadi hingga Berkeliling Sendiri

"Dulu memang ada yang memperjualbelikan, tapi sekarang sudah tidak ada lagi," lanjutnya.

Bahkan untuk menguatkan larangan itu, papan larangan memetik juga dipasang di beberapa titik tumbuhnya bunga Edelweis.

"Sebab kalau dilestarikan akan menambah daya pikat wisata Gunung Kelud itu sendiri." jelasnya.

Regulasi Larangan Memetik Bunga Edelweis

Soal perlindungan bunga edelweis, pemerintah memang telah mengeluarkan beberapa aturan yang bertujuan untuk melindungi tanaman endemik pegunungan itu. Bahkan ada ancaman sanksi pidananya.

Salah satu aturan tersebut adalah Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.

Kepala Seksi Konservasi Wilayah 1 Kediri Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Timur Nur Muhammad Ndaru Sudiro mengatakan, mengacu lampiran dalam permen tersebut, bunga edelweis yang dilindungi adalah jenis Anaphalis Javanica.

"Yang dilindungi adalah Javanica," ujarnya dalam percakapan instan pada pertengahan September 2021.

Lalu, apakah bunga Edelweis yang ada di Gunung Kelud termasuk jenis Anaphalis Javanica yang dilindungi itu? Soal ini, Ndaru Sudiro belum menjawabnya secara pasti.

 

Penampakan kawah Gunung Kelud pada Agustus 2021.KOMPAS.com/M.AGUS FAUZUL HAKIM Penampakan kawah Gunung Kelud pada Agustus 2021.
Jenis Edelweis Anaphalis Longifolia

Sementara itu, Koordinator Gerakan Nasional Donor Pohon (GNDP) Ari Purnomo Adi mengatakan, dari ekspedisi yang dilakukannya, bunga edelweis yang ada di wilayah Gunung Kelud maupun Gunung Wilis yang ada di bagian barat Kediri bukan termasuk jenis Anaphalis Javanica.

"Tetapi jenis Anaphalis Longifolia," ungkapnya dalam sambungan telepon pertengahan September 2021.

Edelweis jenis Longifolia ini mempunyai spesifikasi yang sedikit berbeda dengan Anaphalis Javanica atau Edelweis Jawa.

Misalnya soal habitat, kata Ari, javanica baru bisa tumbuh di ketinggian di atas 2.500 mdpl, bercirikan berbatang kayu, berdaun lebar, serta berkuntum lebat.

Ada pun Longifolia, bisa tumbuh hanya dengan ketinggian 1.500 mdpl, bercirikan daun kecil memanjang, tidak berbatang kayu, serta berkuntum bunga yang jarang.

"Longifolia ini tidak dilindungi," kata aktivis GNDP yang bermarkas di Wates, Kabupaten Kediri ini.

Alasan Longifolia tidak dilindungi karena memang populasinya masih cukup banyak dan bunganya cenderung kurang menarik dibandingkan javanica.

Meski tidak dilindungi secara hukum, kata aktivis yang berlatar belakang dokter ini, bukan berarti Edelweis longifolia tersebut bebas dipetik begitu saja.

Baca juga: Semangat Nenek Berusia 99 Tahun di Kediri Ikut Vaksinasi Covid-19, Dapat Apresiasi Bupati

"Upaya perlindungannya tetap harus dilakukan untuk kelestarian alam yang lebih luas," tandasnya.

Sebab, kata dia, setiap tanaman yang ada di alam, mempunyai peranan masing-masing. Begitu pula dengan longifolia.

Salah satu fungsinya adalah sebagai tanaman perintis karena mampu hidup di lahan yang ekstrem semisal minim unsur hara. Biasanya tanah vulkanis muda pegunungan.

Dari keberadaan Edelweis itu di antaranya akan tercipta humus yang menjadi jalan bagi tanaman lain menyusul membaiknya kondisi tanah.

"longifolia juga merupakan tanaman pioner atau pembuka bagi tanaman lainnya," lanjutnya.

Dia juga mencontohkan pada kasus perbaikan tanah secara alamiah pada Gunung Sumbing, Gunung Welirang, maupun Gunung Arjuna pascakebakaran.

Tanaman yang pertama kali nampak pascakebakaran itu adalah jenis edelweis. Selain tanaman setigi dan cemara gunung.

"Jadi peranannya tak tergantikan. Dia mampu menjaga ekosistem di daerah marjinal, daerah kering seperti puncak gunung, lalu membawa manfaat bagi tumbuhnya tanaman lainnya," lanjutnya.

 

Budidaya Bunga Edelweis

Saat ini, kondisi pariwasata Gunung Kelud memang masih tutup karena Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Namun seiring penurunan level, operasional pariwisata tinggal menunggu waktu.

Dibukanya pariwisata Gunung Kelud, harus diantisipasi sedemikian rupa agar pengunjung tak merusak edelweis.

Kata Ari, ada opsi pemangku kebijakan pariwisata tetap bisa mengakomodasi keinginan pengunjung memiliki bunga edelweis itu.

"Yaitu dengan cara membudidayakanya," lanjut Ari Purnomo Adi.

Baca juga: Ritual Larung Sesaji Gunung Kelud Digelar Secara Terbatas

Budidaya edelweis itu pun menurutnya cukup mudah, penggandaannya bisa dilakukan menggunakan biji bunga.

"Masyarakat sekitar bisa dilatih budidaya edelweis di samping bunga eksotis lainnya," katanya.

Sebab dengan dibudidayakan, menurutnya tidak hanya akan meminimalkan kerusakan edelweis di habitat aslinya, tetapi juga bisa meningkatkan pundi-pundi ekonomi masyarakat sekitar Gunung Kelud.

Langkah itu juga menjamin kelestarian alam.

"Dengan begitu supaya tercipta kehidupan selaras, serasi, seimbang antara kebutuhan manusia dan kondisi alam," pungkas aktivis usia 45 tahun ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jaring Bakal Calon Pilkada Solo, Gerindra Sebut Kebanjiran Tokoh

Jaring Bakal Calon Pilkada Solo, Gerindra Sebut Kebanjiran Tokoh

Regional
Tumbuhkan Perekonomian Lamongan, Pemkab Lamongan Optimalkan Reforma Agraria 

Tumbuhkan Perekonomian Lamongan, Pemkab Lamongan Optimalkan Reforma Agraria 

Regional
Hampir Dua Tahun Tak Terungkap, Keluarga Almarhum Iwan Boedi Tagih Hasil Penyelidikan ke Polisi

Hampir Dua Tahun Tak Terungkap, Keluarga Almarhum Iwan Boedi Tagih Hasil Penyelidikan ke Polisi

Regional
Momen Korban Perampokan Duel dengan Pelaku, Uang Ratusan Juta Rupiah Berhamburan

Momen Korban Perampokan Duel dengan Pelaku, Uang Ratusan Juta Rupiah Berhamburan

Regional
Teken MoU dengan LCH, Pak Yes Ingin Showroom Produk-produk Unggulan Lamongan Terus Berkembang

Teken MoU dengan LCH, Pak Yes Ingin Showroom Produk-produk Unggulan Lamongan Terus Berkembang

Regional
Pilunya Apriani, Bocah 1 Tahun Penderita Hidrosefalus yang Butuh Dana Berobat ke Bali

Pilunya Apriani, Bocah 1 Tahun Penderita Hidrosefalus yang Butuh Dana Berobat ke Bali

Regional
Dorong Realisasi Program Lamongan Sehat, Bupati Lamongan Resmikan Poliklinik II RSUD Dr Soegiri

Dorong Realisasi Program Lamongan Sehat, Bupati Lamongan Resmikan Poliklinik II RSUD Dr Soegiri

Kilas Daerah
Video Mesum di Salah Satu Lapas Jateng Ternyata Dibuat sejak 2020

Video Mesum di Salah Satu Lapas Jateng Ternyata Dibuat sejak 2020

Regional
Prakiraan Cuaca Pekanbaru Hari Ini Selasa 23 April 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Pekanbaru Hari Ini Selasa 23 April 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Regional
Dijual di Atas HET, 800 Tabung Elpiji Milik Agen Nakal Disita Polisi

Dijual di Atas HET, 800 Tabung Elpiji Milik Agen Nakal Disita Polisi

Regional
Hadapi Pilkada, Elite Politik di Maluku Diminta Tak Gunakan Isu SARA

Hadapi Pilkada, Elite Politik di Maluku Diminta Tak Gunakan Isu SARA

Regional
Diisukan Maju Pilkada Semarang dengan Tokoh Demokrat, Ini Kata Ade Bhakti

Diisukan Maju Pilkada Semarang dengan Tokoh Demokrat, Ini Kata Ade Bhakti

Regional
Korban Kasus Dugaan Pencabulan di Kebumen Bertambah Jadi 6 Orang Anak, 1 Positif Hamil

Korban Kasus Dugaan Pencabulan di Kebumen Bertambah Jadi 6 Orang Anak, 1 Positif Hamil

Regional
Sebelum Tewas, Wanita Tinggal Kerangka di Wonogiri Miliki Hubungan Asmara dengan Residivis Kasus Pembunuhan

Sebelum Tewas, Wanita Tinggal Kerangka di Wonogiri Miliki Hubungan Asmara dengan Residivis Kasus Pembunuhan

Regional
Pilkada Kota Semarang, Sejumlah Pengusaha dan Politisi Antre di PDI-P

Pilkada Kota Semarang, Sejumlah Pengusaha dan Politisi Antre di PDI-P

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com