MAUMERE, KOMPAS.com - Mama Agnes Nurak (68), seorang warga Dusun Krado, Desa Ipir, Kecamatan Bola, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), terpaksa harus banting tulang untuk menghidupi dirinya bersama sang anak.
Sang suami, telah lama merantau ke Kalimantan, tetapi tidak pernah mengirim uang. Bahkan memberi mereka kabar pun tak pernah.
Sejak kepergian sang suami, mama Agnes tinggal berdua bersama seorang putrinya bernama Dua Mitan (35) yang menderita gangguan jiwa.
Keduanya mendiami gubuk reyot berdinding bebak. Kondisinya sudah miring, nyaris roboh.
Di gubuk reyot itu, mereka hidup tanpa listrik. Untuk penerangan malam, mereka mengandalkan lampu pelita dengan bahan bakar minyak tanah.
Gubuk mama Agnes memang agak jauh dari permukiman warga lain di dusun itu.
Mama Agnes menuturkan, ia sudah puluhan tahun ditinggal pergi sang suami yang merantau di Kalimatan.
Mama Agnes memiliki tujuh anak, enam perempuan dan satu laki-laki. Keenam anaknya telah berkeluarga dan tinggal di tempat berbeda.
Baca juga: Kelucuan Pak Siro yang Divaksin di Jalan, Sempat Minta Vaksin Berbentuk Pil karena Takut Disuntik
Bahkan ada di luar Kabupaten Sikka. Mereka pun jarang menjenguk mama Agnes dan Dua Mitan.
“Yang tinggal dengan saya sekarang ini satu orang. Ia mengalami gangguan jiwa," tutur Agnes di kediamannya, Rabu siang.
Mama Agnes mengaku, sebelumnya ia masih kuat bekerja menafkahi keluarganya. Ia sendiri bekerja sebagai petani.
Kini, usianya tak muda lagi. Ia sudah tidak sanggup lagi bekerja. Karena itu, kini, ia dan putrinya itu sangat susah untuk mendapatkan makanan.
Untuk makan, kata dia, ia terpaksa mengutang beras di tetangga. Beras itu kemudian dibayar jika sudah memilih kemiri di kebun.
"Hasil jual kemiri baru saya bayar utang beras di tetangga. Utang juga kadang orang kasih dan kadang juga tidak," kata mama Agnes.
Jika tidak ada tetangga yang meminjamkan beras, ia terpaksa jalan dari rumah ke rumah untuk meminta ubi kayu, keladi, atau jagung untuk makan.
Hal itu terpaksa dilakukan untuk bertahan hidup bersama anaknya.
"Kalau ubi kayu dan keladi juga tidak dapat, kami hanya parut kelapa dan masak sayur untuk makan. Itu jalan terakhir agar bertahan hidup," jelasnya.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.